Hari 2 (lanjutan)
Selesai dari camp Pondok Tanggui, perjalanan dilanjutkan menuju camp Leakey, yang merupakan camp terbesar di Taman Nasional Tanjung Puting ini. Letaknya juga yang paling jauh dibandingkan 2 camp sebelumnya. Perjalanan ke camp Leakey ini menjadi tantangan tersendiri karena lebar sungai menuju camp Leakey semakin menyempit.
Perjalanan menuju camp Leakey sekitar 1,5 jam. Ditemani awan tebal dan gerimis yang semakin membesar. Sebelum masuk ke anak sungai yang menuju camp Leakey, kami istirahat sekaligus makan siang terlebih dahulu.
Camp Leakey menjadi highlight di trip ini karena merupakan salah satu pusat konservasi orangutan terpenting di dunia. Sudah ada sejak tahun 1971 dan didirikan oleh peneliti legendaris dari University of California, Los Angeles (UCLA) bernama Dr. Biruté M.F. Galdikas yang pada saat itu mengadakan penelitian tentang orang utan. Nama Leakey sendiri diambil dari seorang tokoh paleo-anthropologist, Louis Leakey, yang merupakan mentor Dr. Galdikas sama seperti Drs. Jane Goodall dan Dian Fossey. Camp Leakey yang awalnya hanya berupa dua gubuk saja, saat ini Camp Leakey sudah berkembang dan menjadi basis baik bagi para ilmuwan, pelajar, staf, serta penjaga taman nasional itu sendiri.
Seperti disampaikan di atas, lebar sungai menuju camp Leakey semakin mengecil. Tidak bisa menampung semua perahu yang menuju ke sana. Di depan gerbang camp Leakey, penumpang dari salah satu perahu BeBorneo masuk dan bergabung dalam perahu kami. Perahu dan awak kapalnya tinggal di area situ. Air sungai menuju camp Leakey berwarna lebih hitam daripada air sungai sebelumnya.
Semakin mendekati camp Leakey, hujan semakin besar. Perahu klotok yang kami tumpangi tertutup rapat oleh terpal dari berbagai arah. Tidak bisa melihat situasi di luar. Tidak lama kemudian, semua penumpang kapal klotok yang ada di perahu kami (termasuk kami dan tambahan dari perahu lain sebelumnya), dipindahkan lagi ke perahu lainnya. Ini artinya camp Leakey sudah semakin dekat dan tidak bisa menampung semua perahu.
Akhirnya tibalah kami di camp Leakey. Sama seperti 2 camp sebelumnya, dermaganya tidak terlalu besar. Perjalanan dari dermaga ke tempat feeding para orangutan di camp ini adalah yang paling jauh bila dibandingkan 2 camp sebelumnya. Awalnya kami menyusuri jembatan kayu yang panjang seperti di Pondok Tanggui Tanjung Puting (part 1). Setelah itu melanjutkan perjalanan melewati tanah becek dan tergenang air. Seru banget sih.
Akhirnya tibalah kami di tempat feeding orangutan. Terlihat ada beberapa ranger yang memberikan makanan dan juga menjaga aktivitas mereka selama para turis memperhatikan dan mengabadikan para orangutan. Pohon2 di sekitar dan seputaran atas kepala kami bergoyang ke sana sini pertanda banyak orangutan yang sedang santai2 duduk. Kayaknya mereka deh yang menonton kami.
Kembali berjalan kaki menuju perahu di dermaga, kami sempat melihat bekantan dan monyet yang bergelantungan di pohon2 kanan kiri kami. Malah kami menemukan orangutan yang beraktivitas di depan salah satu rumah ranger, Sudah seperti hewan peliharaan saja ya
Sore hingga malam ini perahu bergerak cukup lama dan jauh karena targetnya esok hari jam 9 pagi, semua perahu BeBorneo harus tiba di pelabuhan Kumai. Hal ini dikarenakan ada beberapa peserta yang mengejar pesawat pagi hari.
Di tengah perjalanan, kami bertemu dengan perumahan warga lokal di tepi sungai. Selain membuka warung makan atau menjual snack, ternyata ada juga yang menjual ikan ke para turis yang melintas. Kami berhenti di salah satunya. Seorang bapak yang warga lokal di situ, menawarkan ikan kerandang yang bisa kami beli untuk selanjutnya diolah lebih lanjut. Akhirnya setelah negosiasi, kami mendapatkan 2 ekor ikan kerandang berat 2,5 kg dengan harga Rp. 100.000,-.
Sebenarnya istri bapak tersebut bisa mengolah ikan ini menjadi santapan siap saji dengan berbagai bumbu yang ada. Namun karena hari sudah semakin gelap dan perjalanan masih cukup jauh, akhirnya ikan2 tersebut dibawa ke perahu kami. Dipotong2 dan diberi bumbu tepung siap saji oleh kru kapal. Wah, ditambah makan malam yang memang disediakan oleh kapal, ini menjadi makan malam terakhir di sungai Sekonyer yang sangat mengenyangkan dan menyenangkan pastinya.
Sebenarnya malam ini ada rencana untuk trekking malam. Acara jalan kaki masuk hutan untuk melihat aktivitas binatang yang aktif di malam hari. Juga kabarnya banyak kunang-kunang yang bisa terlihat. Kami pun sudah diinfokan untuk mempersiapkan senter/headlamp untuk acara ini dari sebelum tour dimulai. Namun semakin mendekati lokasi, hujan semakin lebat sehingga tidak memungkinkan melakukan trekking malam karena tidak akan ada yg terlihat. Batal deh. Sayang ya, tapi itulah kondisi alam yang tidak bisa kami kendalikan.
Malam ini perahu kami sandar di tepi sungai yang dekat perkebunan sawit. Jaraknya hanya sekitar 30 menit dari pelabuhan Kumai.
Hari 3
Hari terakhir kami di sungai Sekonyer. Pagi ini kami disuguhi sarapan berupa nasi goreng dan ada dessert berupa kue wadai pisang. Sebelum benar2 meninggalkan Taman Nasional Tanjung Puting, kami foto bersama di depan patung orangutan yang menandai gerbang masuk taman nasional ini.
Dan betul saja, hanya dalam waktu 30 menit, akhirnya kami tiba di pelabuhan Kumai. Kami berfoto bersama teman2 satu perahu dan teman satu rombongan dalam BeBorneo ini. Pesawat yang akan membawa kami kembali ke Jakarta masih nanti sore. Karena masih banyak waktu jadi kami mau jalan2 dulu di Pangkalan Bun. Walaupun Pangkalan Bun hanyalah kota kecil tapi kami penasaran tentang apa saja yang ada di kota ini.
Tim BeBorneo menghubungkan kami dengan driver yang menyewakan mobil dan jasa mereka keliling kota Pangkalan Bun sampai mengantarkan kami ke airport. Di sini rata2 menggunakan mobil dengan daya muat sekitar 4-5 orang. Biaya sewanya Rp. 400.000,- seharian. Jadi kami dan teman2 kenalan dari perahu barengan deh sewa mobil ini dari pelabuhan Kumai.
Pertama kami diajak belanja oleh2 makanan khas penduduk lokal sini seperti kemplang ikan, cumi dan lain sebagainya. Selesai belanja, kami menuju Desa Wisata Pasir Panjang. Di sini terdapat satu rumah adat panggung yang panjang. Tangganya dibuat mengecil dan rumahnya jauh dari atas tanah. Tujuannya untuk menghindari serangan binatang buas. Di dalam rumah tidak banyak interior atau perabotan. Ada salah satu tour guide yang memperagakan keahliannya menggunakan sipet, senjata tradisional suku Dayak, suku yang banyak tinggal di Kalimantan berupa buluh panjang untuk menembakkan panah ke hewan buruan
Kemudian perjalanan dilanjutkan mengunjungi Istana Kuning, yang merupakan replika istana bersejarah dari Kesultanan Kutaringin. yang berfungsi sebagai museum dan destinasi wisata di Kotawaringin Barat. Meskipun namanya Istana Kuning, bangunannya didominasi warna cokelat, dengan warna kuning yang hanya ada pada bagian pintu gerbang utama, sementara warna kuning dianggap sebagai simbol kemakmuran dan kejayaan. Tiket masuknya Rp. 5.000,- per orang. Di dalam ada tour guide yang masih merupakan kerabat sultan yang akan menjelaskan sejarah terkait istana kuning ini.
Sudah siang dan waktunya makan siang dengan makanan khas yang ada di Pangkalan Bun ini. Pertama kami makan coto manggala di Warung Gardu, di tepi sungai Arut yang melintasi Pangkalan Bun. Coto Manggala ini unik karena menggunakan singkong sebagai pengganti kentang, jadi beda dengan soto2 lainnya. Manggala artinya singkong buat orang lokal di sini. Selain singkong, di dalamnya ada soun, telur, dan ayam. Kalo komplit, per mangkok dihargai Rp. 37.000,-
Selanjutnya kami mau menikmati seafood di kota ini. Sebenarnya ada satu yang sangat terkenal yaitu Rumah Bakar Semangat 47. Namun saat kami datang, antrian yang ada sangat panjang sampai keluar rumah makan. Akhirnya driver membawa kami ke resto seafood lain yaitu Kita Jua. Kalo di Pangkalan Bun wajib mencoba menu ikan lais. Bentuknya mirip lele dan dagingnya lembut banget di mulut. Fresh banget rasanya.
Terakhir sebelum menuju ke airport, kami mampir ke kedai kopi Along. Ini cabang dari pusatnya yang ada di Pontianak, Kalimantan Barat. Di sini ada banyak snack, makanan utama dan aneka kopi. Lumayanlah buat santai2 sejenak.
Oke, berakhirlah perjalanan kami di Pangkalan Bun. Sungguh pengalaman tak terlupakan bisa mengunjungi dan melihat dari dekat orangutan yang eksotis langsung di habitas aslinya. Semoga kita bisa mendukung terus keberadaan mereka di tengah alam Kalimantan.
Cerita sebelumnya Part 1









