Prolog
Perjalanan kali ini betul-betul “anugerah” dari Tuhan. Kenapa ?
1. Kami pergi gara2 ada tiket promo Tiger-Mandala rute Jakarta-Padang seharga 250 ribuan pp/pax. Wow, murah banget kan ?!
2. Kami pilih pergi tgl.5 Sept dan pulang tgl.9 Sept. You know what ? Tiger Mandala tutup rute penerbangan Jakarta-Padang/Padang-Jakarta per 10 September !! Haiya, nyaris banget kan ?! Kami jadi generasi terakhir yang menikmati terbang dari Padang ke Jakarta dengan Tiger Mandala 🙂
3. Kami bisa pergi bersama orangtua Diana. Setelah menikah, kami belum pernah pergi ber-empat. Paling pernah pergi bersama waktu ke Pulau Sepa (2009). Waktu itu rame2 dengan keluarga Jeff juga dan cuma semalam.
Karena dengan orangtua, maka ga bisa murni backpacking dong. Jadi kami sewa mobil untuk transportasi di sana dan booking akomodasi yang cukup bagus supaya bisa menikmati. Alasan untuk berwisata yang agak “luxury” dikit lah, hehe.. walaupun begitu tetap dengan gaya traveler mandiri, tidak ikut tour. Rental mobil dan akomodasi semua dibantu oleh tim TX Travel Padang.
Untuk perjalanan 5 hari (efektif 4 hari) kami menentukan 1 hari Padang dan 2 hari Bukittinggi + sekitarnya. Satu hari lagi tadinya mau main ke Sikuai Island. Kami sudah lama mengincar pulau ini karena terkenal sangat cantik. Sayang, resort di pulau ini tutup sejak 2012 dan belum dibuka kembali hingga saat ini. Cari2 pulau lain yang cantik, ada juga Cubadak Island. Tapi setelah tanya2, untuk menginap di sini minimal stay adalah 2 nights. Wah, terlalu lama. Sedangkan jika pp saja rasanya ga puas yah. Hm.. kemana lagi dong yah ? Akhirnya setelah cari2 info, diputuskan untuk explore Sawahlunto (bekas kota tambang) + Solok (danau atas bawah). Ok, itinerary 5 hari pun jadilah.
Itinerary
Thursday, 5 Sept : Tiba di Minangkabau Intl. Airport, Bukittinggi, Maninjau
Friday, 6 Sept : Payakumbuh, Lembah Harau, Padang Panjang
Saturday,7 Sept : Singkarak, Sawahlunto, Solok (Danau atas bawah)
Sunday, 8 Sept : Padang
Monday,9 Sept : Minangkabau Intl. Airport balik Jakarta
==================================================================================================
Day 1 :Trip to Bukittinggi
Semalam, kami menginap di rumah ortunya Diana. Soalnya subuh2 kami sudah harus berangkat ke airport. Dari rumah jam 4.30 pagi untuk naik pesawat jam 6.40 pagi. Kali ini kami ke terminal 3 Soekarno Hatta untuk pertama kalinya. Wah, ternyata bagus juga nih terminalnya, modern.
Boarding sesuai jadwal, lalu kami harus naik bis untuk mendekati pesawat yang parkir di tengah2 arena parkir pesawat. Proses ini jadi agak lama karena kan artinya penumpang tidak bisa langsung naik pesawat, tetapi diangkut secara bertahap oleh beberapa bis secara bergantian. Setelah itu pesawat masih harus antri untuk bisa take-off. Akhirnya pesawat baru lepas landas sekitar pk.07.15.
Pesawat Tiger Mandala pagi ini lumayan lengang, banyak kursi yang tidak terisi. Mendekati Padang, kami bisa melihat pemandangan yang unik. Di jendela sebelah kiri terhampar lautan yang luas, sementara di jendela kanan terhampar pemandangan gunung2 . Wah, keliatannya bakal keren nih view di destinasi tujuan kami.
Tiba di bandara international minangkabau (Padang), jangan lupa mengambil denah dan panduan pariwisata Sumatera Barat. Sangat berguna karena banyak sekali informasi di situ. Kami pun keluar bandara dan sudah dijemput oleh driver yang akan menemani dan mengantar kami selama berjalan2 selama 4 hari di ranah Minang ini. Namanya Mr. Oyon.
Oke, kami pun memulai perjalanan sekitar pukul 9. Mengarah ke Bukittinggi, kami pun berhenti di Lembah Anai. Ternyata spot wisata yang dinamakan Lembah Anai ini adalah air terjun yang berada di pinggir jalan. Jadi kalo tidak mau berhenti pun, orang-orang tetap bisa “melewati”nya.
Kami sih stop dulu dong. Mau mendekati air terjun ini dan merasakan sensasinya. Masuk sini cuma 3000 perak/org. Wah.. tinggi juga air terjunnya dan airnya segar sekali. Rasanya pengen nyebur deh.. apalagi liat ada anak yang bermain air di situ. Sayang, bukan kostum yang bisa basah2an nih. Jadi bisanya cuma foto2 sama nyemplungin ujung kaki aja deh.
Tips : Kalo bisa gunakan kostum yang pas supaya bisa mandi2 di sini. Minimal pake celana pendek lah. Telaga di bawah air terjun cukup luas untuk main air. Airnya pun bersih dan segar !
Dari situ kami melanjutkan perjalanan. Sepanjang perjalanan mulai terlihat gaya2 rumah minang dengan atapnya yang khas seperti tanduk kerbau. Tidak berapa lama ternyata kami sampai di Sate Mak Syukur yang terkenal itu. Wah, belum jam makan nih, baru jam 11. Tapi ga papa lah, kita icip2 aja. Biar merasakan Sate Padang yang asli.
Di sini tidak ada menu lain. Jadi begitu masuk, yang ditanyakan hanyalah mau lontongnya berapa porsi ? Lontong di sini seperti ketupat yang sudah dipotong2 yah bentuknya. Kuah kentalnya bisa minta dipisah bagi yang ga suka pedas. Tapi secara umum sih tidak terlalu pedas yah kuahnya. Sate sapi berbagai rupa akan disajikan di meja, tinggal ambil saja. Ada daging, gajih, kulit, hati, silakan dipilih sesuai selera. Nanti kita hanya membayar berapa tusuk yang dimakan. Rasanya ? Memang enak !!
Setelah lumayan kenyang, kami berangkat lagi melanjutkan perjalanan ke bukittinggi. Arah maninjau kelihatannya gelap dan berawan. Jadi kami mau main dulu ke Bukittinggi yang keliatannya lebih cerah. Kali ini driver membawa kami ke Ngarai Sianok + Lobang Jepang. Ini berada di 1 lokasi. Tiket masuknya Rp.5000 / org. Bahkan yang terbaru sekarang ada juga “mini great wall” di situ. Begitu masuk, sudah terbentang Ngarai Sianok yang terkenal itu di bawah gunung Singgalang.
Untuk bisa menikmati dengan lebih mantap, silakan berjalan lurus saja mengikuti alur pedagang yang ada di tempat ini. Eh, banyak monyet loh di sini. Bahkan mama monyet dan anaknya saja ikut mengagumi keindahan alam ini.
Kalau diteruskan lagi maka kita akan sampai di pekuburan. Jadi kami balik lagi ke tempat awal dan belok ke kiri ke arah lobang Jepang. Lobang Jepang ini punya 2 pintu masuk. Kami sudah diberitahu driver agar nanti keluar di pintu bagian bawah. Dia akan parkir dan menunggu kami di sana supaya kami tidak usah kembali naik lagi. Good !
Untuk masuk Lobang Jepang sebaiknya menggunakan pemandu agar kita betul2 memahami sejarahnya dan ia akan menceritakan apa2 saja yang kita temui di lobang tersebut. Ia pun akan “memandu” kita dalam berjalan menyusuri lobang, karena ternyata di dalam itu kayak labirin loh, banyak jalur2 yang kalo kita ga tau bisa jadi kita hanya berputar2 saja.
Pemandu ini ada ID card nya, jadi resmi. Tapi mereka tidak dibayar oleh pemda, melainkan bekerja secara freelance dan mendapatkan uang langsung dari pengguna jasa. Tarifnya sekitar 50 ribu.
Lobang Jepang ini menarik karena ternyata berada di bawah tanah dengan ukuran yang luar biasa luas. Begitu turun, kami sudah dihadapkan ada lorong ke kiri dan ke kanan, ada juga yang terus. Keren juga yah, betul2 tunnel di bawah tanah.
Udara di dalam goa/lobang bawah tanah biasanya kan pengap, tapi di sini udaranya sangat segar. Ternyata memang karena lobang2 ini banyak ujung yang terbuka, sehingga udara segar bisa mengalir dengan leluasa. Kalo saat ini yang dibuka yah hanya 2 ujung yang berfungsi sebagai pintu untuk pengunjung. Yang lainnya ditutup, karena ada yang mengarah ke Ngarai Sianok juga. Jadi demi keamanan pengunjung harus ditutup lah.
Di dalam lobang Jepang ini ada tempat yang dulu difungsikan sebagai tempat penyimpanan senjata, penjara, ruang pembuangan mayat, tempat pengintaian, dan lain sebagainya. Seru deh jalan2 di Lobang Jepang ini. Jangan kuatir, di dalam sudah ada lampu dan CCTV, jadi ga bakal nyasar sih. Cuma kalo ga bawa senter sendiri, agak sulit melihat lobang2 yang di sisi kanan-kiri yang cukup gelap. Dengan pemandu, dia yang akan menyinari bagian dalam lobang yang gelap, sehingga kita bisa lebih menikmati dan bahkan mencoba berjalan masuk di lobang2 itu.
Betul saja, kami keluar dari pintu bawah dan driver sudah menunggu di sana. Lanjut pak… Menuju Benteng Fort De Kock. Begitu sampai agak kaget juga. Bayangan kami benteng itu yah kayak kastil atau tempok besar gitu. Kok begitu sampai ga ada tembok ? Malah adanya taman untuk manusia dan taman satwa ? Hm.. jadi ragu2 nih. Tapi yah coba masuk aja lah, udah sampe sini juga.
Ternyata yang namanya Benteng Fort De Kock itu adalah bangunan putih yang berfungsi sebagai water reservoir dan menara pengawas/penjaga/pengintai. Ceritanya ini adalah titik tertinggi dari Bukittinggi, sehingga dari menara ini bisa memandang ke segala arah. Menara ini dikelilingi meriam, jadi memang sebagai benteng pertahanan maksudnya yah.
Di sekitar menara ini memang terdapat taman yang rindang dan juga ada kandang2 burung. Driver tadi memberi info bahwa kami perlu melewati jembatan sesudah Benteng Fort De Kock ini untuk menuju kebun binatang. Nanti setelah keluar dari kebun binatang, kami akan tiba tidak jauh dari pasar atas bawah. Bagus juga nih, enakan jalan2 gini daripada naik mobil. Nanti driver kembali akan menjemput kami di area pasar.
Ini dia jembatannya, panjang loh… Menarik juga, jadi kita bisa menyeberangi jalanan mobil yang ada di bawah. Rupanya ada 2 pintu untuk masuk ke kawasan ini. Yang satu dekat Benteng, yang satu dekat taman margasatwa (kebun binatang). Kedua atraksi ini dihubungkan dengan jembatan panjang ini. Unik.
Di ujung jembatan kami tiba di kebun binatang. Cukup lengkap dan binatangnya terlihat terawat. Ada kangguru segala loh. Kali ini kami hanya melihat beberapa hewan yang berada sejalan arah keluar saja. Karena kami masih mau lanjut ke pasar. Selain itu ada juga replika Rumah Gadang yang bisa dinikmati oleh pengunjung.
Sang driver ternyata sudah standby di dekat pintu keluar. Kami pun diantar berjalan kaki menuju area pasar. Di sini ada pasar atas yang menjual aneka souvenir dan kain bordir (serperti pasar baru) dan pasar bawah yang menjual aneka makanan, buah dan sayuran (pasar basah).
Mama Diana berbelanja kain bordir di pasar atas dalam waktu yang cukup lama. Selain banyaknya toko, aneka pilihan kain dan bordiran yang beraneka ragam, tawar menawar harga pun cukup alot. Setelah berbelanja di 1 toko, kami mau makan nasi kapau dulu. Ceritanya karena tadi makan sate jam 11, sekarang jam 3 sudah pengen makan lagi nih. Apalagi kan nasi kapau khas ditemui di pasar bawah bukittinggi. Oke, saatnya mencoba nasi kapau.
Ada banyak sekali pilihan nasi kapau di sini. Kami ditunjukkan nasi kapau Ni Er oleh driver. Let’s try. Nasi kapau itu mirip seperti warteg dimana semua menu tersedia dan kita tinggal menunjuk mau yang mana saja. Sang penjual nanti akan mengambil menu itu dan menyatukannya di piring untuk kita. Jadinya seperti nasi rames lah, cuma menu nya yah menu masakan padang.
Kami coba rendang ayam, ini ga ada di Jakarta. Enak. Campuran sayuran dan kering kentang yang ada juga nikmat. Kenyang juga nih. Setelah makan, mama Diana kembali lagi ke pasar atas untuk berbelanja kain. Astaga, belum selesai ternyata. Oke deh, ini kesempatan terakhir karena hari sudah sore.
Dari pasar, kami berjalan ke arah jam gadang yang berada tidak jauh dari pasar. Ini pusatnya bukittinggi. Sore ini gerimis sudah turun. Jadi kami pun tidak berlama-lama. Di sebrang jam gadang ini ada istana Bung Hatta, tapi kami tidak sempat mampir karena sudah sore dan kami harus segera menuju penginapan yang letaknya di Maninjau.
Perjalanan Bukittinggi ke Maninjau cukup jauh, sekitar 1 jam dengan jalan yang berliku-liku. Mirip di Puncak. Pemandangan sawah dan bukit agak terhalang dengan awan yang tebal dan hujan. Bahkan sesaat sebelum masuk ke Embun Pagi, kami sempat dihadang oleh kabut putih yang cukup pekat. Untung saja kami segera belok menuju penginapan, yaitu Nuansa Maninjau Resort.
Karena kabut yang tebal dan hujan, maka kami tidak bisa melihat pemandangan apapun. Wah, dingin sekali udara di sini. Brrr…. Kami pun segera masuk ke cottage. Sebetulnya kami memesan cottage standard (cottage paling murah) yang bisa memuat 4 orang. Tetapi entah bagaimana, kamar kami ceritanya diupgrade ke cottage superior oleh pihak hotel. Eh, pada hari kami menginap ternyata cottage superior tersebut penuh semua, ada rombongan rupanya. Jadilah kami di-upgrade lagi ke cottage deluxe. Wuiiih…. asyiiikkkk !! Double upgrade ! Jadi dapat cottage paling mahal, yang hanya ada 2 buah di resort ini. Mantap !
Dengan harga Rp.861.000,- kami menikmati cottage yang luas berisi ruang duduk, ruang makan, 1 kamar mandi dan 2 kamar tidur. Harga tersebut termasuk 1x buffet dinner dan 1x buffet breakfast untuk 4 orang. Luar biasa murah !! Di malam yang dingin dan diguyur hujan, selain makan malam yang hangat dan nikmat paling enak tidur deh. Apalagi tubuh sudah lelah seharian jalan2. Kami bobo dulu ya…zzzz…
Day 2 : Danau Maninjau & Lembah Harau
Pagi hari kami awali dengan berjalan kaki melihat2 suasana Nuansa Maninjau Resort beserta fasilitas2nya yang belum sempat kami lihat pada malam sebelumnya. Resort ini luas serta fasilitas2nya bagus dan lengkap.
Tibalah kami pada ujung batas resort. Eh… apa itu ? Ternyata danau Maninjau ! Wow luar biasa pemandangan yang ada di hadapan kami. Resort ini ternyata berada di atas danau Maninjau. Spektakuler ! Bergegas kami kembali ke kamar untuk mengambil kamera dan sekaligus mempersiapkan diri untuk makan pagi.
Makan pagi kami ada di restoran yang terletak di atas receptionist yaitu lantai 2. Dari lantai 2 kita bisa naik lagi ke tingkat teratas yang bisa digunakan untuk acara outdoor. Dari lantai 3 ini, keindahan dan kemegahan danau Maninjau di depan mata kami, membuat kami makin berdecak kagum dan tak henti2nya memuji kebesaran Sang Pencipta.
Pagi yang indah dan sejuk itu tampak danau Maninjau yang tenang dengan latar belakang perbukitan hijau yang menawan. Tampak juga rumah2 warga yang tinggal di pinggiran danau Maninjau. Awan putih bergerak naik turun dan berpindah2 menutupi perbukitan seolah2 awan2 itu bernyawa. Kami tak menyia2kan kesempatan langka ini. Tak terhitung berapa banyak jepretan kamera dan video yang kami buat untuk mengabadikan keindahan danau Maninjau ini.
Makan pagi kami hari itu juga terasa istimewa. Kami memilih tempat duduk di luar restoran di mana kami bisa makan pagi sekaligus menikmati keindahan danau Maninjau. Kapan lagi coba bisa kayak begini. Pas lagi santai2 menikmati pemandangan, eh.. ternyata ada kupu2 cantik !
Tadinya kami mau ke Puncak Lawang yang lokasinya lebih tinggi dari Embun Pagi untuk menikmati keindahan danau Maninjau. Tapi karena sudah puas di sini, sudahlah.. lebih baik kami langsung menuju Lembah Harau saja yang perjalanannya cukup jauh dari sini.
Setelah check out dari resort, driver kami mengarahkan kendaraan ke arah Kelok 44. Salah satu rute jalanan yang terkenal jika hendak mendekati dan mencapai danau Maninjau dari atas. Perjalanan kami menuruni bukit diawali dengan tulisan Kelok 44, kelok 43 dst hingga kelok 37 saja. Hanya supaya bisa merasakan jalanan berkelok ini.
Jumlah kelokan sebenarnya lebih dari 44 kelokan. Namun hanya ada 44 kelokan yang diberi nomor yaitu kelokan2 yang cukup tajam dan biasanya membuat jalur 180˚. Jalur ini sangat menantang dan berbahaya terutama bagi orang2 yang tidak terbiasa melewati rute ini. Tidak heran jika para pengendara mobil di sini sering membunyikan klakson mobilnya berkali2 setiap kali berbelok atau menikung. Ini untuk memberitahukan keberadaannya kepada pengendara mobil dari arah berlawanan yang sering kali tidak terlihat.
Kami berhenti di kelok 37 yang tersedia tempat parkir dan warung untuk menikmati pemandangan danau Maninjau. Oke… sudah puas ! Let’s go !
Dalam perjalanan keluar dari area Maninjau, kami sempat mampir di toko oleh2 yang menjual berbagai macam jenis makanan yang terbuat dari labu. Ternyata ini khas nya daerah Maninjau. Menu istimewa di sini sebenarnya adalak kolak labu. Sayang, waktu kami berkunjung, kolak labunya tidak ada dan hanya ada cendol labu. Ok, tidak apa2 juga. Ternyata cendol labunya enak dan segar. Kami juga membeli kerupuk labu dan stik labu. Enak2 loh rasanya. Bahkan pemandangan dari belakang kedai ini saja sangat cantik !! Sawah dan bukit yang terhampar.
Tujuan kami hari ini adalah lembah Harau. Kami masuk lagi melewati kota Bukit Tinggi menuju kota Payakumbuh yang ternyata adalah daerah kelahiran driver kami. Perjalanannya cukup panjang. Beruntung jalannya mulus dan tidak macet sama sekali. Kami sempat mampir di kedai milik kakak sang driver dan ditraktir perkedel jagung yang dijual di sana. Wah, enak banget, manis dan sangat terasa jagungnya. Tengah hari, kami memasuki kota Payakumbuh yang jalanannya besar2 dan bersih.
Siang ini kami makan siang di restoran (Bofet) Pergaulan. Restoran yang cukup besar dan ramai di jalan utama kota Payakumbuh. Menu spesialnya adalah ayam dan dendeng batokok di mana batokok artinya kurang lebih daging yang sudah digebuk2in, haha…
Sama seperti di restoran Padang pada umumnya, kami disuguhi dengan belasan piring berisi lauk pauk yang menggoda selera. Rasa ayam batokoknya enak, manis, cocok buat Diana dan mama yang tidak doyan pedas. Buat Jeff ditambah dengan sambal cabe hijau yang segar banget, berbeda dengan yang ada di Jakarta. Papa doyan rendangnya. Mantap !
Makan siang di restoran ini menjadi salah satu favorit kami selama perjalanan traveling kami di Sumatera Barat ini karena makanan2nya yang enak dan segar serta harga yang cukup terjangkau.
Setelah kenyang, perjalanan kami lanjutkan ke arah Lembah Harau yang terletak di Kabupaten 50 Kota. Perjalanan kami ke sana dibayangi dengan cuaca mendung dan awan gelap. Dari Payakumbuh ke Lembah Harau cukup jauh juga.
Pemandangan yang bisa kita saksikan adalah banyaknya tebing tinggi yang mengapit lembah Harau ini. Tebing2 ini tinggi dan nyaris berdiri tegak tanpa ada kemiringan. Oleh karenanya tidak heran banyak orang yang senang melakukan olah raga panjat tebing, termasuk wisatawan mancanegara.
Selama di Lembah Harau, kami terus diguyur hujan ! Sayang sekali… padahal pemandangan di sini sebenarnya bagus sekali. Akhirnya kami berhenti di salah satu air terjun yang ada di tepi jalan. Air terjun ini cukup besar dan tinggi. Lagi2 kami mengagumi keindahan air terjun yang cantik ini.
Karena hujan, fotonya pake payung deh, hehe.. Masih banyak air terjun lain sebetulnya di Lembah Harau ini, tapi karena hujan kami skip saja.
Keluar lembah Harau, kami mampir sejenak ke kantor bupati 50 Kota yang baru dan menurut driver kami adalah yang terbesar dan termegah di seluruh Sumatera Barat.
Tadinya kami sempat berpikir untuk singgah ke Istana Basa Pagaruyung di Batusangkar, tapi ternyata menurut driver istana tersebut tidak bisa dimasuki. Jadi hanya bisa foto2 dari luar. Wah, kok jadi kurang menarik yah. Kalo hujan pun pasti tidak bisa menikmati. Mana jaraknya jauh lagi. Hm.. ga usah lah kalo gitu. Skip aja.
Berhubung lewat payakumbuh lagi, kami dibawa ke tempat belanja rendang padang merk Yolanda. Ternyata merk ini banyak dijual di mana2, yang di payakumbuh ini tempat aslinya. Rendang2 ini dikemas dalam dus sehingga sangat praktis untuk oleh2.
Dari sini, kami langsung menuju Aie Angek Cottage, tempat kami akan menginap malam ini. Letak cottage ini adalah di jalan raya Padang Panjang – Bukit Tinggi. Beberapa saat sebelum sampai di cottage, sang driver membawa kami mampir ke tempat kue bika di Bika Talago. Bika yang dimaksud ini adalah adonan campuran antara parutan kelapa dan pisang.
Cara panggangnya unik. Adonan ditaruh di atas daun pisang yang sudah ada di dalam piring tanah liat. Yang berbeda dan tidak ada di tempat lain adalah apinya tidak diletakkan di bawah piring tanah liat melainkan di atas piring tanah liat itu ! Jadi yang kita lihat bukan adonan kue yang dipanggang melainkan lidah-lidah api yang menari dan menghangatkan suasana yang kebetulan saat itu sedang berangin dan dingin.
Sekali memanggang, ada sekitar 10 piring yang dipanggang di mana masing2 memuat kurang 5 adonan. Mereka membuatnya serentak 1 partai sekaligus. Jadi awal dan akhir memanggang sama semua. Yang membedakan adalah warna dan rasanya. Ada yang berwarna coklat dan putih. Yang pesan bika di tempat banyak dan antri. Rata2 beli di atas 5 potong. Semua bika yang siap dibawa pulang, dibungkus lagi dengan daun pisang. Hm, hangat, manis, dan enak pastinya !
Akhirnya kami tiba di Aie Angek Cottage. Cottage ini merupakan rekomendasi dari Mr. Sandy (TX Travel Padang). Ternyata tidak salah. Cottage ini menarik sekali. Berbentuk rumah gadang, berdinding kaca, berada di ketinggian, dikelilingi persawahan hijau yang subur dan luas. Tapi yang bikin kita terpesona adalah pemandangan di sekitar cottage yang dikelilingi oleh 3 gunung sekaligus yaitu gunung Singgalang & gunung Tandikat (berdampingan) serta gunung Merapi (namanya sama seperti di yang di Jawa Tengah). Luar biasa !
Aie Angek Cottage ini bukan sembarang cottage loh. Walaupun memang sebagai tempat penginapan, di dalamnya terdapat Rumah Budaya Fadli Zon dan juga ada rumah puisi Taufik Ismail. Banyak lukisan dan benda2 seni yang cantik dan menarik. Ada gallery lukisan2 karya maestro Indonesia, koleksi keris yang jumlahnya ratusan, songket, buku2 kuno, benda2 kuno dan antik, patung2 tokoh2 dan benda2 unik lainnya.
Kami sih suka banget dengan cottage ini. Apalagi semua koleksinya tertata rapi dan ada informasi mengenai benda2 tersebut. Ada lukisan2 digantung di kamar tidur dan kamar mandi, tiap kamar berbeda2 lukisannya.
Sore itu kami merasakan kerasnya hembusan angin dan hawa dingin yang menerpa kami. Karena nyaris tidak ada bangunan tinggi yang membatasi cottage ini, maka angin bisa leluasa berhembus dengan kencangnya menerpa wajah kami. Rasanya sama seperti waktu diterpa angin dingin di Melbourne. Untung bisa menikmati pemandangan dari dalam kamar melalui jendela kaca yang besar, tanpa ditabok angin dingin 🙂
Day 3 : Danau Singkarak, SawahLunto, Danau Kembar
Pagi2 kami sudah kelayapan lagi muter2 resort. Seru, banyak yang bisa dilihat dan difoto. Lalu sarapan di Café Kaki Langit. Sambil sarapan kami bisa melihat 3 gunung dan perbukitan yang melingkupi cottage. Nikmatnya.
Di teras cafe kita bisa dengan jelas memandang gunung Merapi. Ada patung Terracota, Mahatma Gandhi dan Chairil Anwar.
Pagi ini cuaca cerah dan angin tidak sekencang kemarin sore. Gunung dan sawah terlihat sangat jelas dan sangat indah ! Serasa pemandangan di swiss nih… Bahkan di swiss ga ada sawahnya. Indonesia memang luar biasa indah !
Belum puas nih… masih ada foto2 cantik lainnya yang diambil dari lantai dua. Baik foto di atas maupun di bawah, dimana backgroundnya adalah 2 gunung, berarti itu adalah Gunung Singgalang (yg besar) dan Gunung Tandikat.
Selesai sarapan kami bergegas melihat2 ke daerah rumah puisi Taufik Ismail dan sekitarnya. Di pekarangan dekat rumah puisi, tumbuh subur bunga2 cantik yang mekar dengan indahnya. Tipikal bunga2 yang bisa tumbuh di dataran tinggi. Ga kalah cantik dengan yang kami temui di Perth dahulu.
Rumah puisinya belum buka waktu kami kunjungi tetapi karena rumah puisi ini dindingnya kaca, kami bisa melihat selintas isi rumah puisi ini. Terdapat daftar nama2 sastrawan dalam dan luar negeri yang pernah berkunjung ke rumah puisi ini, ruang diskusi, rak2 buku, dan barang2 lain.
Ada juga baliho yang menunjukkan data-data statisik yang menggambarkan betapa pelajaran sastra di Indonesia sangat tertinggal jauh dari negara-negara lain. Oleh sebab itu, rumah puisi ini didirikan dengan salah satu tujuannya adalah untuk mendorong rasa ketertarikan pelajar Indonesia terhadap pelajaran sastra.
Tujuan kami selanjutnya adalah kota Sawahlunto. Perjalanan ke Sawahlunto sangat jauh hingga membutuhkan waktu yang lama. Jalur kami menuju Sawahlunto melalui kabupaten Tanah Datar dan kabupaten Solok di mana terletak danau Singkarak yang sekarang makin terkenal dengan tour De Singkarak (balap sepeda bertaraf internasional). Ternyata jalanan kami menyusuri tepian danau Singkarak (danau vulkanik).
Dalam perjalanan, lagi2 kami disuguhi pemandangan alam Sumatera Barat yang memang rancak bana alias cantik sekali. Deretan gunung dan perbukitan yang sambung menyambung dan hamparan sawah hijau menemani perjalanan kami. Bagus pemandangannya, tidak kalah dengan danau-danau yang ada di Swiss. Yang berbeda hanya di sini kurang bersih dan kurang terawat. Sayang sekali.
Gileee… kayak di China aja nih pegunungannya… memantul dengan cantik di danau yang sangat tenang. Yakin deh, kalau ga dikasi judul, pasti orang pikir ini foto di luar negri !
Kami mampir juga membeli ikan bilih, spesies ikan yang hanya ada di danau Singkarak ini. Ada yang dalam bentuk mentah atau yang sudah digoreng. Rasanya enak dan garing. Belinya kiloan.
Driver kami sempat menghentikan kendaraan dan membelikan lemang pisang untuk kami. Masih panas karena baru saja matang. Lemang pisang ini juga khas Sumatera Barat. Dibungkus oleh daun pisang dan dibakar dalam bambu. Lemang pisang merupakan adonan pisang dan ketan. Ini asyiknya jalan kalo ditemani dengan orang lokal. Tau aja makanan khas dan enak, bahkan yang di pinggir jalan.
Kami harus bergegas karena hari makin siang dan kota Sawahlunto masih jauh. Perjalanan ke Sawahlunto dihiasi dengan perjalanan melalui persawahan dan hutan pinus yang rindang. Sawahlunto terletak di dataran tinggi sehingga perjalanan kami mendaki bukit.
Di Sawahlunto kami mengunjungi Museum Kereta Api , yang dulunya merupakan stasiun kereta api yang dibangun oleh pemerintahan kolonial Belanda pada tahun 1918 untuk mengangkut batu bara dari Sawahlunto ke pelabuhan Teluk Bayur, Padang.
Museum Kereta Api ini merupakan satu2nya di Sumatera Barat dan yang kedua di Indonesia. Tiket masuk Museum Kereta Api ini murah, hanya 3000 ribu rupiah saja. Museum ini dikelola dengan sangat baik. Kami harus menanggalkan sandal sepatu di depan pintu.
Isi koleksi museum ini adalah segala macam peralatan yang dipergunakan oleh kolonial Belanda dalam mengoperasikan kereta api pada masa lampau. Kami juga disuguhi tayangan film pendek mengenai sejarah perkeretaapian di Sawahlunto di masa lalu. Tidak lupa pula ada cenderamata berupa kaos, fridge magnet, dan gantungan kunci yang bagus kualitasnya.
Salah satu koleksi legendaris dan paling dibanggakan dari Museum Kereta Api ini adalah Mak Itam, sebuah kereta uap E 10 60 yang pernah digunakan pada masa kejayaannya. Mak Itam pernah dimuseumkan di Magelang. Namun atas instruksi bapak Jusuf Kalla, pada tahun 2009 Mak Itam dikembalikan ke Sawahlunto untuk mengisi museum ini.
Sebenarnya ada jadwal kereta wisata dengan Mak Itam ini dengan jurusan Sawahlunto – Muaro Kalaban pulang pergi. Tapi kami tidak bisa menikmati wisata ini. Pertama, karena kami datang hari Sabtu sedangkan Mak Itam hanya beroperasi di hari Minggu saja (tiketnya 15 ribu per orang). Kedua, Mak Itam lagi dikandangkan karena sedang memerlukan perbaikan. Akhirnya kami pergi mengunjungi Mak Itam di kandangnya. Kami tidak bisa mendekatinya karena ada di dalam kerangkeng besi. Tetapi kami berhasil mengabadikan Mak Itam dari sela2 jeruji kerangkeng. Puas !
Selanjutnya kami menuruni tangga yang ada di seberang jalan museum, menuju keramaian kota Sawahlunto. Tujuan kami adalah rumah Pek Sin Kek yang menjadi salah satu cagar budaya di kota ini. Rumah Pek Sin Kek akhirnya berhasil ditemukan. Tapi ternyata sudah berubah fungsi menjadi toko yang menjual kebutuhan sehari2.
Di Sawahlunto banyak tempat2 menarik yang sudah disiapkan untuk dikunjungi para turis. Kami sedikit menyesal karena tidak sempat ke mana2 berhubung waktu yang singkat. Ada wisata lobang tambang Mbah Soero, perjalanan masuk ke dalam lubang bekas tambang batu bara pertama yang dibuka tahun 1898. Ada juga Museum Goedang Ransoem yang dulunya merupakan dapur umum yang dibangun tahun 1918 dan dipakai Belanda untuk mensuplai makanan bagi para pekerja tambang dan pasien rumah sakit.
Hari makin siang dan terik. Perut kami teriak2 minta diisi. Kami memutuskan untuk makan siang di rumah makan Dendeng Batokok yang terletak di jalan lintas Sumatera Muarakalaban Sawahlunto. Di sini dendeng batokoknya berbeda dengan yang kami makan di Payakumbuh. Yang di sini, bentuk dan rasanya lebih seperti gepuk.
Setelah perut kenyang, kami melanjutkan perjalanan menuju Danau Atas dan Danau Bawah. Biasa dijuluki orang danau kembar karena yang letaknya berdampingan. Walaupun jauh, sepanjang perjalanan tsb kami ditemani pemandangan Bukit Barisan, lembah2 hijau yang luas, pesawahan yang subur. Bagus banget. Malah di beberapa spot mengingatkan pada perjalanan naik kereta kami di Swiss yang spektakuler. Hanya bedanya kalo di Swiss bernuansa putih karena salju, di sini bernuansa hijau karena rimbunnya pepohonan.
Tibalah kami di Danau Kembar. Danau Bawah yang ada di hadapan di kami bentuknya memanjang ke kanan kiri. Di seberang danau terdapat perbukitan hijau dan desa-desa penduduk. Sungguh indah dilihat mata. Sayang, ada hal yang mengganggu kami di sini, lagi2 sampah. Di sini banyak orang piknik sambil membuka bekal mereka tetapi membuang sampah sembarangan.
Puas memandangi Danau Bawah, kami menyeberang tempat parkir untuk sedikit mendaki dataran yang lebih tinggi agar bisa melihat Danau Atas. Bentuknya memanjang ke arah depan. Kami mendaki beberapa langkah dan tibalah di titik kami bisa melihat Danau Kembar itu ! Keren sekali ! Menoleh ke kanan melihat Danau Bawah, menoleh ke kiri melihat Danau Atas. Kami sangat menikmati keindahan Danau Kembar ini.
Oke, saatnya menuju kota Padang. Perjalanan menuju ke Padang merupakan perjalanan menuruni bukit karena kota Padang berada di dataran dan di tepi pantai. Perjalanannya cukup menantang karena ternyata rute ini dipenuhi dengan banyak sekali kendaraan baik pribadi maupun barang serta tikungan2 yang cukup tajam.
Perjalanan memasuki kota Padang disambut dengan kemacetan karena ramainya kendaraan serta banyaknya pesta pernikahan yang memakan sebagian badan jalan. Alhasil kami tiba di kota Padang jam 19.00. Karena sudah lapar, maka kami mencari makan malam.
Sudah bosan makan padang, kali ini makan sea food yuk. Untuk mencari restoran2 sea food, kami pergi ke tepi laut (yang tidak ada pasirnya) di mana berjejer banyak restoran sea food. Area ini juga dekat sekali dengan hotel Mercure, tempat kami menginap selama 2 malam di Padang. Driver mengajak kami ke restoran Palanta Minang, salah satu restoran yang cukup besar di situ. Restoran ini ternyata pernah dikunjungi oleh presiden kita bapak SBY (ada fotonya).
Di depan pintu masuk, kami memilih ikan yang akan diolah menjadi makanan kami. Semua ikan harganya sama : Rp.100.000/kg. Setelah ditimbang, kami bisa pilih mau dimasak apa. Ada menu udang dan cumi juga. Tak lama kami duduk, datanglah makanan2 seperti di restoran Padang umumnya. Ada sayur singkong, sambal, keripik kentang dll. Lucu yah, makan sea food juga ternyata pake model resto padang 🙂
Akhirnya tibalah menu utama kami : ikan, cumi, dan udang. Wah rasanya bakal seru ini. Terlihat dari warna bumbu2 yang membalut makanan2 kami. Cicipi yuk. Wow ! Rasanya mantap. Bumbu2nya kuat sekali rasanya. Enak deh pokoknya. Puas ! Selesai makan, kami langsung menuju hotel. Mau istirahat setelah badan capek dan pegal akibat perjalanan jauh.
Day 4 : Explore Padang
Setelah sarapan kami memulai wisata kami di kota Padang ini. Kota Padang tidak terlalu besar tetapi bersih dan teratur. Kami melewati gedung2 pemerintahan, kantor2 swasta, juga mesjid terbesar di kota Padang yang masih dalam tahap finishing. Yang menarik hampir semua bangunan2 tersebut beratap model rumah gadang (berbentuk kepala kerbau).
Kami mau main ke Pantai Air Manis atau orang lokal menyebutnya Pantai Aie Manih. Letaknya 10 km dari pusat kota Padang dan berada di balik Gunung Padang. Perjalanannya menjadi menarik karena mobil kami naik turun bukit terjal agar bisa sampai ke pantai ini. Di perjalanan, kami sempat stop di lokasi yang bagus sekali pemandangannya.
Senang rasanya melihat laut biru di kejauhan. Bersyukur hari ini cuaca sangat cerah. Garis batas laut dan langit yang sama2 biru hampir tidak terlihat.
Tidak lama sampailah kami di Pantai Air Manis. Wah.. luas sekali hamparan pantainya, mirip di Kuta Bali. Sayang tidak dikelola dengan baik.
Kami pun segera melepas sendal dan menyusuri pantai yang landai ini. Dari tempat parkir berjalan ke ujung, tempat bukit dan keramaian berada.
Pantai ini terkenal dengan legenda Malin Kundang, seorang anak durhaka yang dikutuk ibunya menjadi batu. Yang menjadi objek wisata di pantai ini adalah batu yang menyerupai orang bersujud. Ceritanya Malin Kundang yang bersujud mohon ampun.
Di dekat situ ada juga tumpukan batuan lainnya yang bentuknya mirip sekali dengan puing-puing kapal pecah seperti tong kayu dan tali tambang. Pasir pantai yang lembut dan air laut yang bersih di pinggir pantai membuat kami menikmati wisata pantai ini. Apalagi ditambah langit biru dan bukit yang begitu mempesona mata.
Ternyata pelabuhan Teluk Bayur tidak jauh dari situ. Yuk… mampir… Kan ada lagunya tuh yang dipopulerkan oleh penyanyi Erni Johan yang lahir di Padang. Seperti apa sih pelabuhan Teluk Bayur itu ? Dulu, Teluk Bayur terkenal sebagai pelabuhan terbuka di mana dari sinilah para perantau Minangkabau terutama para prianya berangkat ke seberang lautan untuk mengadu nasib dan mencari kehidupan yang lebih baik. Tapi sekarang Teluk Bayur sudah dijadikan pelabuhan dagang saja.
Wah, bagus juga yah view nya. Memang laut Padang tuh bagus, biru banget airnya. Dari Teluk Bayur kami balik ke tengah kota Padang. Tujuannya : jembatan Siti Nurbaya.
Astaga ! Ternyata cuma jembatan biasa. Tidak ada yang spesial. Tidak ada patung Siti Nurbaya atau apapun yang berkaitan dengan legenda Siti Nurbaya.
Tips : Cobalah melihat jembatan Siti Nurbaya ini pada malam hari dan dari kejauhan. Sepertinya akan menarik dengan lampu2 hias yang dipasang sepanjang jembatan.
Siang ini kami makan di daerah China Town sekaligus janji ketemu dengan Dwi, teman adiknya Jeff yang tinggal di Padang. Pemilik restoran ini lah yang memberitahukan objek wisata museum tentang Minangkabau yang ada di sebrang toko oleh2 Shirley. Pas deh, kami memang mau belanja oleh2 ke Shirley. Yang khas yah beli sanjai / keripik singkong. Kata orang2 keripik Balado Shirley lebih enak daripada Christine Hakim.
Selesai belanja, kami menyeberangi jalan dan masuk ke museum Nagari Sumatera Barat (menurut brosur) atau museum Adityawarman (menurut papan namanya). Tiket masuknya hanya 2000 rupiah/orang. Waktu kami berkunjung, di halaman depan museum sedang ada atraksi budaya yang melibatkan beberapa sanggar tari.
Museum ini ternyata bagus dan menarik sekali. Semuanya berisi tentang Sumatera Barat. Budaya matrilineal, adat istiadat, makanan, pakaian tradisionalnya, bahkan hingga berbagai macam arsitektur rumah gadang (beda daerah beda arsitekturnya). Lengkap dan bisa menggambarkan kekayaan budaya Minangkabau. Saking menariknya, kami menghabiskan waktu lebih dari 1 jam di dalam museum ini.
Kami sangat merekomendasikan museum ini untuk masuk dalam daftar kunjungan jika bermain ke kota Padang. Segala informasi mengenai budaya Minangkabau ada di situ, termasuk keunikan mereka yang menganut paham matrilineal (garis keturunan mengikuti ibu).
Akhirnya kami kembali ke hotel dan berpisah dengan driver yang sudah menemani dan memperkaya wawasan kami mengenai budaya Minangkabau. Tidak terasa 4 hari sudah ditemani oleh Pak Oyon, driver kami, keliling Sumatera Barat. Terima kasih banyak ya pak.
Sore ini kami habiskan dengan santai2 di kolam renang. Letaknya sangat strategis karena sambil berenang, kami bisa menikmati keindahan sunset di laut Padang. Keren !
Wah, kali ini sunsetnya luar biasa ! Warna langit nya betul2 spektakuler. Lihat sendiri deh di foto.
Malamnya kami memutuskan untuk makan sea food saja dekat hotel seperti kemarin. Kali ini coba Restoran Fuja, Pengunjung di restoran ini cukup ramai. Hampir semua bangku terisi penuh. Harga ikannya sama dengan Palanta Minang, tapi untuk menu lainnya lebih murah. Sayang di sini olahan ikan, cumi dan udang hanya bisa dibakar. Kalo di Palanta Minang kan bisa goreng tepung, saos padang, saos tiram, dsb. Rasa makanannya lebih plain, bumbunya ga setajam Palanta Minang. Kami sih lebih suka rasa makanan yang di Palanta Minang.
Ada yang spesial nih. Pas mau bayar, taunya kami dikasi gratis untuk udang dan cumi nya. Waaaah…. Asyiiik !! Jadi murah banget nih makan malamnya. Great !
Kembali ke hotel, kami harus mulai berkemas nih. Ini malam terakhir kami di Minangkabau. Besok sudah harus pulang ke Jakarta. Hiks… sedih juga, liburan segera berakhir.
Day 5 : Going Home
Jadwal pesawat kami hari ini adalah pk.13.10 jadi kami pesan taxi untuk dijemput pk.10.30. Pagi ini kami santai2 di hotel dan berenang sambil menunggu waktu ke airport. Ternyata perjalanan menuju Minangkabau International Airport jauh juga. Sekitar 45 menit dengan argometer taksi mencapai 90 ribu rupiah. Di airport Minangkabau ini tidak terdapat restoran yang besar, bahkan fast food saja hanya ada California Fried Chicken, itu pun letaknya di luar. Begitu masuk airport yang ada hanya cafe2 kecil milik penduduk lokal. Jadi kami beli burger saja di CFC yang standard rasanya untuk lunch siang ini.
Pesawat delay karena memang datang dari Jakartanya pun terlambat. Bandara yang sangat kecil ini membuat kami cukup bosan menunggu. Tidak ada toko atau apa pun yang menarik untuk bisa dilihat2. Akhirnya kami naik juga ke pesawat. Wah… pesawatnya full ! Ini Tiger Mandala terakhir yang menuju Jakarta dari Padang. Besok rute ini sudah ditutup. Dengan berangkatnya pesawat ini ke Jakarta, maka berakhir pula lah perjalanan kali ini di Ranah Minang.
=======================================================================================
Epilog
Menjelajahi bumi Minangkabau menambah kekaguman kami atas keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia. Alamnya yang cantik pun sungguh luar biasa. Pemandangan gunung dan danau yang kami lihat di swiss, bisa kami lihat juga di sini. Bedanya di sana ditambah salju, di sini ditambah sawah 🙂
- Letak Maninjau, Lembah Harau dan Sawahlunto/Solok itu menyimpang cukup jauh dari jalan utama. Jadi sebaiknya jika mau explore dan menikmati usahakan menginap di tempat2 tersebut. Jangan sambil lewat, karena kalau cuaca hujan, maka kita kurang bisa menikmati.
- Di Padang ternyata tidak ada restoran padang, haha… semua restoran hanya mencantumkan nama dan nanti cara makannya yah semua makanan dikeluarkan. Tinggal pilih dan bayar yang dimakan. Ga usah bingung tanya menu. Untuk yang ga suka pedas jangan kuatir, banyak kok kuliner yang tidak pedas.
- Tempat menginap yang kami pilih semuanya oke. Untuk Mercure, itu betul2 bisa melihat sunrise dan sunset dengan sangat baik. Matahari menyembul dari gunung dan tenggelam di laut. Perfect ! Di Mercure pun ada toko yang menjual berbagai oleh2 khas Padang dengan harga hampir sama dengan di toko oleh2. Buat yang mau praktis, bisa beli di sini saja. Semua ada.
- Transportasi sebaiknya sewa mobil yang nyaman karena perjalanan luar kota di Sumatera Barat itu berkelok2 kiri kanan dan naik turun. Direkomendasikan untuk rental dari TX Travel Padang (mereka juga ada cabang di Bukittinggi). Harganya murah, sudah include driver dan bensin. Jadi kita ga pusing urusan bensin dan juga penginapan buat driver, semua mereka atur sendiri. Thanks buat Mr. Sandy dan Ms. Amelia untuk service dan advice nya. Sayang ga sempat ketemuan yah waktu di Padang.
- Jangan ragu2 untuk pergi ke Sumatera Barat. Pemandangan alam dan kulinernya tidak akan mengecewakan !!
Lengkap seperti biasa 🙂 so far, aku baca-baca, emang banyak yang menyarankan untuk sewa mobil sendiri ya mbak. Kalo solo traveler agak berat ya hahaha. Kalo rame-rame masih mending.
Aku pernah menginap di Mecure Padang juga saat zaman ngantor. Emang asyik sekali hotelnya 🙂
Di buku Pasangan Traveling juga ada kok, lebih lengkap malah untuk info2nya. Mau ke sana ya ? Enjoy your trip !