Korea Selatan : 20-30 Oktober 2017 (part 3 – Mt. Seorak, Sokcho)

Lanjutan Day 5…

Akhirnya kami tiba di Sokcho Intercity Bus Terminal. Di depan terminal ada Tourist Information, jadi kalo mau tanya apa pun mudah. Bahkan setelah tau kami dari Indonesia, petugas nya memberikan panduan wisata yang berbahasa Indonesia. Wuidih… keren !

Sejajar dengan Tourist Information tersebut ada halte. Nah, kami menunggu bis no.7-1 di halte tersebut. Tujuannya adalah ke arah Mt. Seorak / Seoraksan. Ya, kami akan menginap di KENSINGTON STARS HOTEL. Satu2nya hotel bintang lima di area Seoraksan, hotel paling tua dan paling dekat dengan Seoraksan. Harga normalnya KRW.275.000 (3,3 juta rupiah) per malam untuk tipe yang deluxe, tapi kami dapat harga hanya KRW 67.760 (813 ribu rupiah) per malam melalui booking.com. Diskon 75% bo !  Wah, asyiknya bisa menginap di hotel bintang lima di tempat wisata terkenal luar negri dengan harga murah.

Tidak lama bus pun datang. Harga tiketnya KRW 1.200 per orang dan bayar cash. Perjalanan ke sana melintasi kota Sokcho, Sokcho Express Terminal dan makin lama makin ke pinggiran kota. Perjalanan bus sekitar 40 menit, lalu bus terjebak dalam kemacetan panjang. Parah juga, ternyata ini sudah mendekati Mt. Seorak. Karena hanya 1 jalur menuju tempat wisata jadinya macet panjang, seperti di Puncak saja.

Kensington Hotel berada 1 stopan bus sebelum Mt. Seorak. Saat kami turun di halte Kensington, ada beberapa orang ikutan turun juga. Mereka memilih jalan kaki ke Mt.Seorak daripada terjebak macet di dalam bus. Dari halte Kensington ini ke Mt.Seorak memang hanya sekitar 200 meter saja. Hotel Kensington ini berupa theme hotel yang bernuansa Inggris. Di halaman hotel saja, sudah ada 2 bis double decker warna merah yang biasanya ada di jalanan kota London. Di dalam bis terdengar lagu2 The Beatles, grup musik legendaris asal Inggris.

Di pintu masuk, ada boneka kayu prajurit British. Interior hotel ini pun sangat mewah menurut kami.

Kensington Stars Hotel

Kami menuju resepsionis, ternyata baru bisa check-in jam 15.00. Walaupun ini sudah jam 14.30 dan hanya tinggal 30 menit lagi, ternyata cukup ketat juga aturannya. Tetap petugas tidak bisa memberikan kunci kamar. Ga seperti di Indonesia yang bisa early check-in jika kamarnya tersedia. Oke lah, kami titiap ransel saja dulu di resepsionis sambil mau jalan2 seputar hotel menunggu waktu check-in.

Daun musim gugur yg cantik

Wah, di depan hotel ternyata antrian kendaraan masih panjang. Kami langsung berpikir positif, berarti Mt.Seorak pasti lagi bagus2nya untuk melihat fall foliage alias daun warna warni. Jadi banyak sekali orang Korea yang berwisata ke Mt.Seorak. Benar saja, di depan hotel ada pohon2an yang daunnya merah. Cantik banget ! Ada juga yang daunnya kuning, Duuh… senang banget bisa melihat pemandangan ini.

Kami sempat jalan ke pintu masuk Seoraksan. Ternyata sudah ada tulisan bahwa tiket cable car di dalam sudah habis. Memang tempat beli tiket cable car adanya di dalam, namun di konter tiket masuk di depan, sudah diberi informasi supaya pengunjung tidak kecewa setelah masuk ke dalam.

Melihat hal ini, kami pun sepakat bahwa kami mau datang pagi-pagi saja dan langsung beli tiket cable car supaya tidak kehabisan. Kami tanya sama petugas loket, jam berapa bukanya. Dia jawab jam 3 pagi. Hah ? Rupanya banyak orang mau lihat sunrise dari atas gunung, jadi naiknya dari jam 3 pagi. Busyet !

Kembali ke hotel, sudah ada antrian tamu mau check-in di depan meja resepsionis. Ya iyalah, siapa suruh semua baru bisa check-in jam 3. Kami diberi Ransel yang tadi kami titip dan kunci kamar, itu aja. Ga diantar ke kamar, ga dijelasin juga kamarnya di mana. Cari sendiri aja lah ya. Nomornya 319, asumsinya lantai 3 dong. Tipe kamar kami yang Korean Style Deluxe. Artinya tempat tidur dan interior kamar khas Korea. Cocok lah, kan lagi wisata ke Korea.

Pemandangan dari jendela kamar kami langsung menghadap Mt. Seorak. Spektakuler ! Setelah mengecek semua kondisi kamar dan istirahat sebentar, kami pun mulai menjelajah hotel ini lantai demi lantai. Ternyata hotel ini sangat luar biasa. Di lantai 5-8 itu kamar-kamar, tapi di sepanjang lorongnya sudah seperti museum. Ada memorabilia orang2 terkenal yang pernah menginap di sini :

Lt. 5 : Sports Stars’ Floor. Para olahragawan terkenal Korea lengkap dengan seragam olahraga, piala, alat olahraga yang dipakai, dll. Untuk tingkat dunia, tim nasional sepakbola Korea Selatan beberapa kali lolos kualifikasi piala dunia mewakili benua Asia di World’s Cup.

Lt. 6 : Ambassadors’ Floor and Presidential Suite. Para duta besar negara sahabat lengkap dengan kesan mereka tentang Korea dan juga cendera mata dari negara asal mereka sebagai tanda persahabatan. Kebanyakan dari Eropa dan Asia, tapi ga ada yang dari Indonesia.

Lt. 7 : Singers’ Floor. Penyanyi2 legendaris Korea lengkap dengan piala, baju, sepatu, alat musik yang mereka pakai, dll.

Lt. 8 : Movie Stars’ Floor. Artis2 film Korea lengkap dengan piala,baju,sepatu, dll.

Lt. 9. : ada AbbeyRoad-British Bistro and Wine, interiornya bertema The Beatles. Ada baju, partitur lagu, poster, hingga alat2 musik yang dipakai show. Di sini kita bisa keluar ke teras yang terbuka dan bisa langsung berhadapan dengan megahnya Mt.Seorak. Selain di lantai ini, di lantai 2 pun kita bisa keluar ke teras terbuka dengan pemandangan Mt.Seorak.

Selesai jalan2 di setiap lantainya, kami makan malam dengan bekal kami di salah satu bis double decker yang ada di halaman. Menikmati semua fasilitas yang ada di hotel ini dengan cara hemat, haha.. Kalo makan di restoran sini, harganya luar biasa mahal. Iyalah, harga kamarnya yang normal kan mencekik leher.

 

Day 6 : Seoraksan, Sokcho

Korea Selatan memiliki kurang lebih 20 National Parks dan Seoraksan National Park yang kami kunjungi pagi ini disebut memiliki “best landscape and the most beautiful autumn foliage in the country”. Harga tiket masuk adalah KRW 3.500 per orang. Di dalam National Park ini, ada banyak rute, baik untuk pendakian, melihat air terjun, maupun wisata alam lain. Tidak mungkin semuanya dijelajahi, jadi kami memilih 2 saja yaitu Gwongeumseong Fortress dan Ulsanbawi (Ulsan rock) / Heundeulbawi  (Heundeul rock) yang cukup terkenal di kalangan wisatawan.

Pukul 07.00 pagi kami masuk ke kawasan Seoraksan National Park. Enak nih pagi2 begini masih sepi. Wisatawan yang pada mau ke Seoraksan biasanya menginap di kota Sokcho, dan naik bis dari Sokcho ke sini butuh waktu sekitar 30-45 menit. Jadi kalo menginap di Kensington memang sangat diuntungkan. Pagi2 tinggal jalan sudah sampai. Begitu masuk, kami sudah terkagum-kagum dengan pemandangan dan pohon warna warni yang sangat meriah. Apalagi hari ini cuaca cerah, matahari bersinar menambah semarak warna warni tersebut.

Untuk mencapai Gwongeumseong Fortress, diawali dengan cable car. Cable car Seoraksan terkenal dengan antriannya yang panjang, apalagi saat autumn seperti ini. Jam 07.15 kami melewati area cable car dan melihat ada antrian. Kok sudah antri ya, padahal infonya jam 08.00 baru buka. Kami ikutan antri aja deh kalo gitu. Betul saja, tak lama kemudian pk. 07.20 pintu loket sudah dibuka.

Terdapat layar yang menampilkan jam boarding cable car. Berangkat setiap 5 menit sebetulnya, jadi banyak sekali slotnya. Sekali angkut muat hingga 50 orang. Kami sungguh beruntung karena kami ikut cable car pertama yang naik jam 07.35. Harga tiketnya KRW 10.000 per orang untuk roundtrip dan bisa bayar pakai kartu kredit.

view from cable car

Di dalam cable car, ada satu staf yang membuka dan menutup pintu cable car. Sepanjang perjalanan naik ke atas, dia memutar musik Korea yang mendayu dayu gitu. Duh romantis banget jadinya. Perjalanan ke atas kurang lebih 5 menit. Kita bisa lihat pemandangan sungai, bukit dengan pohon yang berwarna, Sinheungsa temple dan patung Budha bronze dari atas karena dinding cable car semuanya kaca.

naik ke atas

Keluar dari cable car, kami berjalan kaki menuju puncak. Mulai dari naik tangga sampai akhirnya naik-naik gunung batu lah ini ceritanya. Banyak sekali warga senior yang jalan di depan dan belakang kami. Ayo semangat, masa kalah nih sama oma-oma. Makin ke atas makin banyak terlihat pohon yang daunnya coklat dan sudah rontok. Sampai di puncak, pemandangan alamnya luar biasa. Kita bisa mencari spot dimana saja semau kita dan seberani nya kita. Fortress di sini maksudnya bukan kastil yah, tapi ya gunung batu ini.

At the top

Karena ini memang gunung batu, jadi silakan memanjat ke mana yang dikehendaki. Tidak ada jalur khusus. Tapi harus hati-hati karena tidak ada pagar pembatas di tempat ini. Jadi jika sampai terpeleset dari pinggiran gunung ya bakal jatuh ke jurang deh. Wuiih.. serem juga ya. Mana anginnya kencang sekali di sini. Kalo ketiup angin dari pinggir tebing gimana coba ? Whoops. Enaknya jika naik pertama kali, maka di atas masih sepi. Mudah cari tempat berfoto. Puas foto2 di sini, kami kembali turun dengan cable car. Hanya perlu antri saja, sudah tidak ada lagi jam boarding.

Sampai di bawah, kami berjalan terus dan melewati sungai dan patung Buddha Bronze yang tadi kami lihat dari cable car. Kami melihat ada tulisan “free tea” di satu toko. Boleh juga nih masuk.. eh betul loh, kami dipersilakan duduk dan dijamu dengan teh khusus. Teh ini memang dijual di toko tersebut. Jadi semacam free sample lah. Tapi ga sedikit loh, betul2 dikasi 1 teko gitu untuk diminum gratis.

Seoraksan National Park memiliki banyak rute pendakian dengan tingkat kesulitan dari yang termudah hingga yang tersulit sesuai dengan medan yang ada. Salah satu rute yang terkenal dan banyak dijalani adalah Heundeulbawi dan Ulsanbawi. Jarak tempuh dari Information Centre adalah 2,8 km dan 3,8 km. Keliatannya pendek ya. Tapi ingat loh ini jalurnya mendaki, bukan jalur mendatar. Tidak perlu alat pendakian yang canggih, cukup modal sepatu yang enak untuk jalan di batu.

Temple

Target kami adalah Heundeulbawi. Satu kilometer pertama, rute dilalui dengan cukup mudah. Jalurnya sedikit mendaki dan jalanannya masih baik karena dicor. Lewat dari 1 kilometer, perjuangan sebenarnya baru dimulai. Jalanannya berbatu dan terus menanjak. Namun yang bikin kami tetap semangat jalan adalah kami berjalan di tengah2 hutan, sungai, dengan pohon2 cantik berwarna merah, orange, kuning, hijau.

Banyak sekali foto yang kami ambil di sini, belum lagi duduk2 untuk istirahat dan menikmati pemandangan. Jadi tentu lebih banyak menghabiskan waktu.

Banyak orang yang bawa tongkat untuk memperingan langkah. Kalo ada warga senior jalan di depan kami, biasanya memacu semangat kami untuk jalan terus.

Perjalanan hingga sampai di puncak Handeulbawi adalah sekitar 2 jam (untuk kami loh). Di sini ada kuil dengan biksu yang melantunkan nyanyian dan doa. Ada sumber air depan pintu kuil yang bisa dipakai sebagai isi ulang air minum.

Heundeulbawi

Banyak turis foto dengan batu Heundeul itu. Konon katanya kalo didorong, batu tersebut bisa bergerak. Banyak warga lokal yang piknik di sini sambil menikmati pemandangan spektakuler. Kami pun ikut berpiknik aaah… kan bawa bekal. Yang bikin makin asyik adalah keberadaan tupai belang di depan kami. Tanpa takut, dia mencoba mendekati turis yang sedang lunch, berharap dapat makanan dari mereka. Lucu sekali.

Nah dari sini, sebenarnya ke puncak Ulsanbawi itu, hanya tinggal 1 km saja. Tapi dari banyak cerita, 1 km ke atas itu benar2 curam dan melelahkan. Kalo masih muda dan kuat, sangat disarankan naik hingga ke Ulsanbawi. Kalo kami yang udah usia kepala 4, naik 1 jam lagi dan turun nanti juga masih beberapa jam, hm.. engga deh. Hehe.. Sampai sini aja tenaga sudah banyak terkuras. Belum lagi harus turun nya. Cukup sampai sini saja deh.

Perjalanan ke bawah juga harus hati2. Walaupun kelihatannya lebih mudah karena menurun, namun jika salah langkah bisa terpeleset dan bikin kaki keseleo. Perjalanan turun memakan waktu 1,5 jam. Tetap saja setiap lihat pohon berwarna, kami menyempatkan diri untuk foto. Ini ga ada di Indonesia soalnya. Jadi sangat sangat kagum dan menikmati.

Dalam perjalanan di Seoraksan ini, kita akan banyak melihat susunan / tumpukan batu. Ini adalah kepercayaan mereka, bahwa yang bisa menyusun batu hingga tinggi maka keinginannya akan terkabul.

Puas sekali kami menghabiskan waktu sekitar 6 jam di Seoraksan. Lelah secara fisik, tapi hati ini sangat gembira. Kami kembali ke Kensington hotel untuk mengambil ransel yang kami titipkan saat check-out tadi pagi. Kami lalu naik bis 7-1 dari seberang hotel kembali menuju kota Sokcho. Tujuannya adalah Intercity Bus Terminal, ke tempat kami kemarin. Hotel kami menginap malam ini terletak di dekat Intercity Bus Terminal, namanya House Hostel. Pesan juga melalui booking.com.

Tiba di hostel, kami langsung mendapati ruang tamu yang menyenangkan. Penuh dengan souvenir dan pernak pernik dari berbagai negara. Bahkan ada satu papan yang penuh dengan uang kertas dari berbagai negara dan uang Rupiah ada di sana. Ada juga miniatur rumah gadang khas Sumatera Barat. Pasti banyak orang Indonesia yang menginap di sini nih.

Kami disambut dengan ramah dan bersemangat oleh Mr.Yoo, pemilik hostel ini. Dia mempersilakan kami duduk dan dia mengeluarkan peta wisata Sokcho. Dengan antusias, dia menerangkan tempat wisata dan tempat makan yang enak di Sokcho. Juga info tentang bis dan kereta dari Sokcho ke kota lain lengkap dengan jadwal dan tarifnya. Hebat sekali !

Sokcho

Lagi2, karena kami datang sebelum jam 15.00, kami belum bisa masuk kamar. Kami bayar dulu KRW 51.000 untuk semalam. Pembayarannya bisa dengan kartu kredit. Sambil menunggu waktu check in, kami menyusuri kota Sokcho melewati Rodeo Street. Kota kecil yang cukup ramai. Di kanan kiri berjejeran toko / butik. Jarang yang makanan. Tujuan kami adalah Central market. Di sini banyak sekali jajanan berupa makanan lokal setempat. Ada testernya loh rata-rata, jadi bisa coba dulu.

House hostel

Kami kembali ke hotel dan menemukan Yoo sedang presentasi lagi terhadap tamunya yang baru datang. Salut. Setelah istirahat sore, kami mampir ke Intercity Bus Terminal, untuk membeli tiket bis ke Chuncheon esok hari. Harganya KRW 9.700 per orang, untuk keberangkatan jam 12.30. Pembayaran cash seperti biasa, karena hanya terima kartu kredit Korea.

Setelah membeli tiket bis, kami mengeksplore Sokcho menjelang gelap sekalian mau mencari makan malam. Kami jalan2 ke Geumgangdaegyo Bridge yang berwarna biru dan melihat dari kejauhan Seorakdaegyo Bridge yang berwarna pink. Dua buah jembatan yang menjadi ciri khas kota Sokcho. Untuk dinner, kami mau makan di restoran yang direkomendasikan Yoo. Bukanya 24 jam. Restorannya tidak terlalu besar, namun ramai.

Di sini jual macam2 menu. Karena yang terkenal itu gimbapnya, kami pun coba pesan. Gimbap nya pun sangat beragam. Bisa pilih mau yang isi daging, keju, kimchi, dsb. Harganya KRW 3.500 saja, enak dan cukup kenyang. Selain itu kami juga pesan pork cutlet seharga KRW 6.500. Lagi-lagi porsinya besar. Jadilah kekenyangan banget malam ini. Sama seperti di restoran Korea pada umumnya, selalu ada side dish dan air minum gratis yang bisa diambil sendiri.

Yummy

Malam ini Diana agak demam, jadi habis makan memutuskan untuk pulang dan istirahat di hostel. Sementara Jeff melanjutkan jalan2 mengitari kota Sokcho di malam hari. Rupanya malam di sini sepi. Lebih ramai tadi sore. Di Central market yang tadi kami kungjungi pun sudah tinggal sedikit yang berjualan.

Sokcho ini terletak di propinsi Gangwon-Do, Korea Selatan. Satu propinsi dengan pulau Nami yang juga di Gangwon-Do. Seoraksan juga masih termasuk wilayah Sokcho. Hanya saja jika kota Sokcho lebih terkenal sebagai kota di pinggir laut, maka Seoraksan terkenal sebagai tempat wisata gunung. Dari tahun 1945 hingga berakhirnya perang Korea, kota Sokcho ini sebetulnya termasuk Korea Utara. Setelah garis DMZ ditentukan, barulah kota ini ditetapkan masuk ke wilayah Korea Selatan.

 

Day 7 : Sokcho menuju Chuncheon

Pagi ini kesehatan Diana sudah agak membaik. Mungkin kelelahan dan kedinginan. Maklum, suhu di Seorak dan Sokcho memang berkisar 10 derajat di siang hari dan bisa sampai 5 derajat di malam hari. Kami mau sarapan di ruang makan. Telah tersedia roti dengan selai strawberry. Ada juga cereal, kopi dan teh. Kami sempat bertemu dengan beberapa orang Indonesia di sini. Setelah sarapan, silakan cuci piring sendiri ya.

Kami jalan kaki menuju Sokcho Lighthouse Observatory, salah satu ikon Sokcho. Sepanjang perjalanan ke sana, jalanan sangat sepi. Nyaris tidak ada orang yang berlalu lalang kecuali kami. Mobil pun bisa dihitung jari. Kanan kiri banyak sekali restoran sea food dan banyak restoran yang masih tutup. Lobster hidup mereka ditaro di akuarium luar. Gede2 banget nih lobsternya.

Di area lighthouse, ada Yeonggeumjeong Sunrise Pavilion. Pavilion ini terletak menjorok ke laut, ada jembatan untuk menuju ke pavilion. Dari sini kita bisa memandang laut lepas. Pagi ini cuaca agak berawan, sehingga matahari munculnya sedikit. Selesai jalan2, kami kembali ke hostel untuk membereskan ransel sambil menunggu waktu makan siang.

Makan di mana ya kali ini ? Mulai bosan dengan makanan Korea, kami makan di Lotteria aja deh. Lokasinya tidak jauh dari tempat makan malam kami kemarin. Pilih menu semacam nugget dengan saus teriyaki serta french fries dengan bumbu keju. Enak ! Ada yang unik nih di sini, alat yang ketika dipencet tombolnya bisa mengeluarkan tissue basah yang steril. Wah, keren.. higienis banget.

Kanan bawah : alat dispenser tissue basah

Bus kami menuju Chuncheon berangkat pukul 13.00 dari Intercity Bus Terminal. Chuncheon ini sebetulnya nama wilayah tempat Nami Island berada yang masih berada di propinsi Gangwon-do. Namun kami hanya transit di kota tersebut. Nanti dari Chuncheon kami lanjut naik subway ke Cheongpyeong. Di situlah kami akan menginap selama 2 malam.

 

Bersambung ke part 4 – Nami Island & Garden of Morning Calm

Baca kisah sebelumnya part 2 – Seoul 

Advertisement
Categories: 2015-2019, ASIA, Korea Selatan | Tags: , , , , , , , | Leave a comment

Post navigation

We love your feedback !

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Blog at WordPress.com.

%d bloggers like this: