China : 23-31 October 2015 (part 5 – Beijing)

Day 6 continued…

Kereta tiba tepat waktu jam 17.55 di Beijing West Railway Station. Railway station ini tersambung dengan subway station yang merupakan station paling ujung barat dari line 7 sekaligus interchange (persimpangan) dengan line 9. Begitu turun dari kereta, kami bergabung dengan ribuan penumpang yang turun dari berbagai macam kereta.

Untuk menuju hotel, kami naik subway line 7 dan turun di station Zhushikou (baru dibuka akhir 2014). Dari station belok ke kiri, kita sudah berhadapan dengan hutong2 area Qianmen. Kami masuk gang dan belok kiri di gang no 5, tempat hotel kami berada.

Selama 3 malam di Beijing, kami menginap di Beijing Hyde Hotel. Hotel kecil yang harga kamarnya tergolong murah untuk penginapan di Beijing yang ada di pusat kota, yaitu RMB.185 per malam. Letaknya di Shijia Hutong, dekat Qianmen. Ada 2 station subway yang dekat dengan hotel kami, Zhushikou (line 7) dan Qianmen (line 2). Tinggal pilih mana yang lebih efisien supaya tidak banyak berganti line.

hyde-1Apa sih menariknya tinggal di area hutong ? Hutong artinya adalah lorong atau gang. Rata2 lebar hutong hanya cukup untuk 1 mobil dan taxi tidak bisa masuk. Di area hutong, bisa kami temui tempat penginapan, salon, minimarket, toko buah, kedai2 makanan, toilet umum dll yang menunjang kehidupan masyarakat sehari2. Agak kumuh memang, ya itulah kenyataan hidup sehari-hari warga Beijing. Sama saja seperti di Jakarta. Di ujung2 persimpangan hutong, banyak polisi yang berjaga.

Biasanya yang dijadikan tur adalah hutong yang dekat dengan Forbidden City. Kalo yang kami tinggali adalah kawasan tua yang dilestarikan. BeiJing Hyde Hotel ini bukan sembarang hotel. Di masa lampau, bangunan ini adalah sebuah bank. Lalu beralih fungsi menjadi hotel. Jadi semacam bangunan cagar budaya yang perlu dipelihara dan dilestarikan oleh pemerintah.

IMG_0595Saat masuk ke bagian dalam hotel, arsitektur dan design interior oriental sangat terasa.

hydeSetelah beres2 sebentar, kami keluar untuk mencari makan malam. Kami masuk salah satu restoran yang paling ramai pengunjungnya. Banyak foto makanan di sekeliling tembok dalam restoran.

dinnerBaik pemilik maupun pelayannya, tidak ada yang bisa berbicara bahasa Inggris. Tapi hebatnya, mereka tetap mempromosikan keenakan makanan mereka. Bisa dilihat dari semangat mereka ngomong terus tidak berhenti2 walaupun kami memperlihatkan wajah bingung.

Kelihatannya speciality nya adalah sayap ayam. Maka kami pun mencobanya, juga memesan tofu. Makanan disajikan di atas tatakan yang ditaruh di atas api, mirip seperti penyajian makanan prasmanan di Indonesia supaya tetap hangat. Makanannya cukup enak dan porsinya besar.

Selesai mengisi perut, tenaga sudah pulih, sekarang saatnya pergi melihat Aquatic dan Bird Nest Stadion yang menjadi arena pertandingan saat Olimpiade Beijing 2008 berlangsung.

Kami pergi naik subway dan turun di station Olympic Sports Center (line 8). Tiba di sana jam 21.30. Udara sangat dingin, sekitar 5 derajat ditambah angin, wah… mantap. Tapi masih cukup banyak orang yang beraktivitas di sana.

Water cube

Water cube

Yang menarik adalah bangunan National Aquatic Center atau disebut Water Cube. Eksteriornya seperti gelembung2 air. Saat malam hari, lampu2 di gelembung2 air itu berubah warna terus. Kadang merah, kadang biru. Cantik jadinya.

Sedang asik2nya foto, tiba2 lampu2 Bird Nest Stadion padam semua. Tidak lama kemudian diikuti oleh padamnya lampu Water Cube. Oalah, ternyata jam 22.00 lampu2 di kedua tempat itu dimatikan. Beruntung sekali kami sudah foto2 (walau belum terlalu puas sih). Coba kalo tadi sampainya terlambat, gigit jari deh ga bisa foto2 dengan lampu warna warni tadi.

Bird nest building

Bird nest building

Tips : Untuk menuju lokasi ini, jangan salah turun. Di line 8 ada station yang namanya Olympic Park, bukan yang itu yah. Tapi cari station Olympic Sports Center. Usahakan tiba di sini sudah malam, karena lampu2 nya sangat menarik. Tapi sebaiknya jangan lebih malam dari jam 9. Karena dari turun subway hingga ke lokasi gedung masih harus berjalan sekitar 10-15 menit. Nanti lampunya keburu padam

Kembali ke hotel, di depan pintu kamar kami sudah ada tempelan tulisan dalam bahasa Inggris. Mengingatkan bahwa besok jam 7 pagi kami akan dijemput untuk tour ke Great Wall. Ya, kami memang sudah memesan tour untuk perjalanan ke Great Wall melalui internet.

Kenapa mesti pake tour ? Karena kami memilih Great Wall yang ada di Mutianyu, lokasinya cukup jauh dari Beijing dan cukup sulit untuk naik kendaraan umum. Berbeda dengan Great Wall Badaling yang relative dekat dan mudah dicapai dengan public transport.

Alasan memilih yang Mutianyu adalah adanya toboggan untuk turun dari atas tembok ke bawah, ini yang tidak ada di Great Wall lainnya. Selain itu Great Wall Mutianyu lebih sepi daripada Badaling, jadi lebih menyenangkan untuk dinikmati. Kami pesan dari http://greatwalltour.cn atau http://travelbeijingguide.com dengan harga RMB 250, no shopping dan sudah termasuk makan siang.

Tips : Di China, banyak tour murah karena melibatkan shopping dalam agenda tournya. Kita akan diajak mampir ke toko jade, kedai teh, toko obat, dll. Akhirnya waktu kunjungan ke tempat wisata nya sendiri jadi berkurang. Untuk tour yang no shopping, biasanya relative lebih mahal. Karena mereka tidak dapat komisi dari tempat shopping.

 

Day 7 : Great Wall Mutianyu

Di lobi hotel tersedia dispenser air sehingga tidak perlu beli air minum, tinggal isi botol saja. Jam 7 pagi, kami sudah stand by di lobi hotel. Yang menjemput namanya Lexi, tour guide kami hari ini. Kami berjalan bersama keluar hutong, di mana mobil van untuk tour sudah menunggu. Sudah ada 1 cowo bule di dalam van.

Dari situ, van berjalan dalam kemacetan kota Beijing di pagi hari untuk menjemput peserta tour lain di hotel yang berbeda-beda. Macetnya parah banget. Padahal jalan2 protokolnya lebar2, sudah 4-5 jalur untuk satu arahnya, tapi kendaraan luar biasa banyak. Kemacetan di Jakarta jadi ga ada artinya. Akhirnya diperlukan waktu hampir 2 jam untuk menjemput semua peserta tour, yang semuanya bule.

Pasangan bule yang senior dan nginepnya di Hyatt Wangfujing lumayan ngomel2 karena terlambat dijemput gara2 macet itu. Hampir semua peserta tour di dalam mobil agak kaget ketika mobil van kami berhenti di hotel Hyatt, hehe.. Maklum dari tadi mampirnya selalu di hotel tidak berbintang soalnya, tiba2 ambil peserta di hotel bintang 5.

Tips : Di China, ternyata banyak agen tour di internet dan hotel itu cuma sebagai “agen”. Ujung2nya yang menjalankan tour adalah travel agen lokal. Jadi mau bayar mahal atau murah ke agen mana pun, akhirnya bisa pakai travel agen yang sama. Terbukti dengan tour yang kami ikuti, ternyata namanya tidak sama dengan travel agent yang kami pesan melalui internet itu. Para peserta tour kami juga ternyata pesan di agen yang berbeda-beda dengan harga yang berbeda-beda juga. Yang kami tau, semuanya bayar lebih mahal dari kami sih 🙂

Menuju Great Wall Mutianyu

Menuju Great Wall Mutianyu

Menjelang ke luar kota Beijing, kami berpindah ke mobil yang lebih besar, bergabung dengan orang2 yang sudah duduk terlebih dahulu di sana. Ada orang India, Australia, UK bahkan orang lokal China. Total  sekitar 16 orang. Mobil pun kemudian berangkat menuju Mutianyu.

Tiba di Mutianyu Great Wall pukul 10.30. Kami diperlihatkan restoran yang ada di area parkir sebagai tempat makan siang. Kumpul untuk makan siang jam 13.30 ya. Oke, punya waktu sekitar 3 jam untuk eksplorasi.

Dari area parkir ke area tembok, ternyata masih jauh. Great Wall itu letaknya di atas bukit yang tinggi. Di Mutianyu, ada 2 perusahaan transportasi yang bisa mengangkut turis ke atas. Yang satu mengelola cable car ke arah tower 14. Tiketnya RMB 80 (1 way) dan RMB 100 (2 way). Yang satu lagi mengelola cable way/lift chair dan toboggan, yang menghubungkan titik awal dengan tower 6. Tiketnya RMB 80 (1 way) dan RMB 100 (2 way). Untuk 2 way bisa pilih naik turun pakai lift chair atau naik pake lift chair dan turun pake toboggan.

wallOke, posisi Great wall itu paling kanan adalah tower 1 dan paling kiri adalah tower 23. Lalu tower 23 adalah titik tertinggi sedangkan jalur menuju ke tower 1 akan terus menurun. Jadi biasanya orang2 akan memilih cable car 2 way, karena langsung mencapai titik yang cukup tinggi (tower 14) dan nanti tinggal berjalan ke kiri, ke arah tower 23 semampunya, dan kembali lagi turun dengan cable car dari tower 14. Itu yang dipilih oleh tante Caroline dan kebanyakan peserta tour lainnya.

Masalahnya, kami ingin turun dengan toboggan. Itu yang seru kan ! Tidak ada di tempat lain ! Untuk naiknya juga sebetulnya lebih seru chair lift, karena berbentuk kursi kereta ski yang terbuka. Kalo cable car kan standar, tertutup kaca gitu. Tapi kalo naik ke tower 6 dan turun dari tower 6 juga, kami akan menghabiskan waktu dan tenaga untuk jalan ke arah kiri atau kanan, kemudian harus kembali lagi melewati jalur yang sama. Ga efisien !

wall1Akhirnya demi idealisme kami, terpaksa bayar mahal deh. Naik pake cable car 1 way ke tower 14, jalan ke kiri sedikit lalu diteruskan ke arah kanan sampai mencapai tower 6, dan turun pake toboggan. Musti bayar RMB 180 deh, tapi demi pengalaman yang mengesankan ga papa lah.

Dari loket beli tiket cable car, jalannya menanjak terus sampai tiba di tempat cable car. Kalo ga biasa olah raga atau gerak badan, pasti banyak berhentinya. Naik cable car hanya 5 menit. Akhirnya tiba deh di atas Great Wall, di benteng no 14. Di situ sudah ramai orang. Pemandangan dari atas sini, bagus sekali. Baik liukan Great Wall-nya maupun pemandangan alamnya. Apalagi ini pas musim gugur, jadi ada warna semu kuning dan merah daun2 pohon di kejauhan.

Tower 14

Tower 14

Kami pun berjalan ke kiri, ke arah tower tertinggi yang nomor 23 itu. Dari tower 21 ke 23 sebetulnya tidak terlalu direkomendasikan karena jalanan sangat terjal. Bahkan katanya sampai harus merangkak saking terjalnya. Gile ya. Ternyata jalanan Great Wall tidak rata hanya naik atau turun, tapi turun naik mengikuti kontur bukit.

wall3Kami mengamati kokohnya Great Wall, pos2 penjagaan. Tiap pos ada nomornya. Ada juga yang ada tulisannya. Dulu pos2 ini digunakan oleh pasukan pemanah. Tidak mudah untuk kami bayangkan betapa sulitnya medan pertempuran di masa lampau apalagi membangun tembok luar biasa ini.

wall8Kami berjalan hingga kira2 pos 17 dan sudah bisa melihat betapa tinggi dan terjalnya ujung tembok di sebelah sana. Cukup deh. Kami harus balik arah sekarang jika mau turun dengan menggunakan toboggan. Perjalanan ke pos 6 masih jauuuuh.

Memang secara umum rute perjalanan kami ke arah kanan menurun. Tetapi karena lokasinya di perbukitan yang konturnya naik turun, kadang2 kami menjumpai juga jalur yang naik. Beberapa kali kami berhenti untuk istirahat, makan snack, sembil memandang alam di bawah sana yang cantik.

wall5Betul-betul luar biasa tempat ini. Perlu waktu yang cukup untuk bisa menikmatinya. Makin ke kanan, tembok makin sepi. Rupanya yang paling ramai adanya di sekitar pos 14 tadi.

wall4Matahari bersinar cerah. Cuaca yang dingin dikalahkan oleh tenaga yang kami keluarkan untuk berjalan di tembok China ini. Tidak terlalu berangin, jadi kami bisa berjalan dengan cukup santai, tidak kedinginan.

wall6Kami sempat menuruni tangga yang terbuat dari kaca dan tembus pandang. Di bawahnya kaca tersebut terlihat tembok originalnya yang sudah rusak. Tak jauh dari situ, ada orang yang menggelar dagangan souvenir. Wow, hebat sekali ini pedagang mau buka lapak di Great Wall.

wall7Setelah sekitar 2,5 jam berjalan, akhirnya kami tiba di pos 6. Horeee.. sudah mau turun pake toboggan. Gimana rasanya ya ? Toboggannya berwarna hitam, dibuat dari bahan stainless steel, made in Weigang Company German. 1 alat hanya untuk satu penumpang. Terdapat tuas di bagian tengah, jika ditarik ke arah kami, artinya pengereman. Tapi kalo tuasnya didorong ke arah depan, maka toboggan akan maju lebih cepat.

toboganKami sempat diberikan briefing singkat oleh petugas di situ. Dilarang pakai kacamata maupun sun glass, karena dulu pernah ada kecelakaan, dimana kacamata nya pecah dan mengenai mata. Jarak antar toboggan juga harus jauh, tidak boleh berdekatan, untuk meminimalkan kecelakaan. Namun begitu sebaiknya tidak mengerem tiba2 saat meluncur, karena bisa menyebabkan tabrakan beruntun. Oke, paham !

Jarak tempuh toboggan hingga ke bawah adalah 1.580 meter. Di beberapa titik lintasan disiapkan petugas. Ada juga spanduk2 yang berisikan peringatan agar kami tidak stop di tengah jalan dan harus hati-hati saat meluncur di tikungan yang tajam. Awalnya kami menjalankan toboggan dengan agak pelan, ternyata malah si petugas membantu mendorong tuas kami ke depan supaya meluncur lebih cepat.

Wuiiiih…. Seruuuuu !  Ternyata safe banget walaupun tanpa pelindung kepala, kaki dan tangan. Kami tidak bisa ambil foto selama di toboggan, karena toboggan2 dari atas terus meluncur sehingga tidak mungkin berhenti.

lunchPas, kami masuk restoran jam 14.30. Ternyata sudah ada 1 meja rombongan kami yang sedang makan. Wah, berarti ini kelompok yang pake cable car dan ga jauh2 jalannya. Jadi kembalinya juga cepat, hehe.. Ada beberapa orang yang baru muncul di restoran jam 2. Menurut kami alokasi waktunya cukup bisa memuaskan berbagai pihak. Restorannya bagus, dengan dinding kaca. Jadi sambil makan bisa sambil lihat pemandangan. Menunya chinnese food. Makanan sudah dipilihkan dan disiapkan. Rasanya enak !

Selesai makan siang, kami kembali ke Beijing. Saat memasuki kota Beijing, kemacetan lalu lintas sudah menghadang kami kembali. Mobil van berhenti di satu station subway. Lexi tour guide kami bilang bahwa mereka bisa mengantarkan kembali ke hotel masing2, tapi akan makan waktu lama karena kemacetan lalu lintas di sore hari.

Jika ingin lebih cepat, alternatifnya adalah bisa turun dan melanjutkan perjalanan sendiri dengan menggunakan subway. Jadi peserta silakan menentukan pilihan. Mayoritas peserta memilih turun dan menggunakan subway. Walau begitu ada juga beberapa peserta yang tetap memilih diantar mobil ke hotel.

Qianmen Pedestrian Street

Qianmen Pedestrian Street

Kami pun memilih turun saja, ngapain terjebak di kemacetan lalu lintas. Sudah cukup tadi pagi. Benar saja, dalam waktu 30 menit menggunakan subway, akhirnya kami sudah sampai di area Qianmen. Sore ini santai2 dulu aaah.. menikmati Qianmen Pedestrian Street. Kami pun mampir di Starbucks dan menikmati minuman hangat di tengah suasana outdoor yang dingin.

Malam ini, kami rencananya mau makan bebek Peking, kan sudah sampai di Peking (Beijing) nih, hehe..  Jam 7 malam, kami ke luar kamar dan bertanya kepada receptionist mengenai di mana restoran bebek Peking yang enak. Dia kemudian menyebutkan Quanjude yang letaknya di Qianmen Pedestriaan Street. Bebek Peking yang terkenal memang ada 2 di Beijing, Quanjude dan Bianyifang. Kami cari yang dekat saja.

Tidak ada tulisan Quanjude dalam bahasa Latin di depan restoran. Tapi di depan jalan menuju restorannya, ada patung bebek berwarna kuning cerah sebesar badan kita. Cukup mencolok. Jadi pasti ketemu. Dengan PD, kami masuk ke dalam restoran Quanjude. Ternyata di dalam sudah ada ratusan orang yang antri tunggu panggilan ! Penuh dan rame banget dengan suara orang. Wah repot nih caranya begini.

Kami pun diantar ke customer service. Bahasa Inggrisnya cukup bagus. Dia hanya menawarkan 2 option ke kami : pilihan pertama bayar RMB 300 per orang untuk set menu, tidak termasuk minuman, tax dan service charge, tapi langsung dapat kursi saat itu juga. Atau pilihan kedua, pesan tempat dan kembali lagi besok jam 11 siang. Wah, dua2nya tidak cocok. Pilihan pertama ga masuk akal, sangat mahal. Pilihan kedua juga tidak mungkin karena kami besok siang sudah ada acara lain. Akhirnya kami keluar dengan sedikit kecewa karena gagal menikmati bebek Peking yang terkenal itu. Untuk menghibur hati, kami foto2 dengan patung bebek kuning itu saja deh.

Tapi tunggu dulu. Itu kok ada antrian orang ya di loket dekat bebek ? Mau beli apa ? Kami coba dekati, dan ternyata itu loket bagi yang mau beli bebek Quanjude untuk dibawa pulang alias take away ! Horeeee, akhirnya kesempatan terbuka lagi. Cukup membayar RMB 140 (bisa cash atau credit card), bisa bawa pulang 1 ekor bebek Quanjude + saosnya + kulit lumpia di dalam box.

Perjuangan makan Bebek Peking Quanjude

Perjuangan makan Bebek Peking Quanjude

Kami membawa pulang bebek Peking itu ke hotel dengan hati berbunga2. Akhirnya terkabul juga keinginan kami untuk makan bebek Peking. Tapi nanti dulu. Ternyata tidak semudah itu untuk menikmatinya. Tiba di meja panjang di ruang serba guna hotel, saat kami membuka kemasan bebek Peking, ternyata bebek itu masih dalam plastic vakum dan beku ! Hahahaa…. Lemes lagi deh kami. Bebek itu sebenarnya sudah matang, tapi divacum agar bisa disimpan dalam waktu lama dan dibawa pulang.

Awalnya kami masih optimis masalah ini terselesaikan dengan mudah. Kami ke receptionist, ceritanya mau pinjam microwave. Ternyata tidak ada microwave di hotel ini ! Haduh. Padahal di Guilin dan Xian, kami bisa memasak / memanaskan apa pun dengan mudah. Kami hanya dipinjami piring makan saja. Alamaaak… Masa ini bebek beku harus kami bawa pulang ke Indonesia ? Ga afdol kalo ga makan bebek Peking di kota asalnya. Akibatnya, otak kami berpikir keras.

Daging beku, supaya empuk, harus dipanaskan. Ide cemerlang datang dari tante Caroline. Pakai air panas saja untuk mengempukkan daging bebeknya ! Bagaimana caranya ? Kami memanaskan air di dalam tea pot yang memang sudah tersedia di dalam kamar hotel kami. Kemudian air panas tersebut kami masukkan ke dalam kemasan plastik luar, di mana terdapat plastic vakum berisi bebek. Done ! Tiga puluh menit kemudian bebek Peking tersebut siap disantap.

Ternyata kulit lumpianya juga beku dan dingin. Gimana supaya lembek dan bisa dimakan ? Kami letakkan tumpukan kulit lumpia dingin tersebut di atas gelas berisi air panas. Kulit lumpia tersebut pun seperti dikukus dan menjadi empuk. Kalo saosnya sih tinggal makan.

Mari sekarang kita makan bebek Peking ini ! Karena keterbatasan alat2 makan, akhirnya daging bebek Peking ini kami cabik2 bertiga dengan tangan kosong  ! ha..ha.. Inilah cara backpacker buat makan bebek peking. Beda sekali dengan cara memotong bebek peking di restoran kelas atas yang seharusnya diiris tipis oleh chef nya.

Tapi cara makannya sama kok. Oleskan saos di atas kulit lumpia, letakkan daging bebek dan gulung kulit lumpia berisi bebek tersebut. Bagaimana rasanya ? Ga mau kasih tau aaah… Anda harus rasakan sendiri. Tidak bisa diceritakan dengan kata2. Yang pasti 1 bebek itu habis ludes ! Lunas sudah perjuangan kami mendapatkan bebek Peking ! Yippie ! Malam ini kami bisa tidur dengan sangat pulas karena sudah makan bebek Peking.

 

Day 8 : Temple of Heaven + Forbidden City

sarapanPagi ini, kami cari sarapan dulu dekat hotel. Ada restoran yang ramai saat malam dan sudah buka pagi ini. Kami coba beli mie dan bapao nya. Kenyang !

Sekarang kami mau pergi ke salah satu ikon terkenal di kota Beijing, Temple of Heaven. Naik subway ke  Tiantandongmen (line 5). Begitu keluar station, langsung belok kanan. Jalan sedikit langsung tiba. Walau belum jam 8 pagi, tapi pengunjung luar biasa banyaknya, termasuk bis2 turis.

Tiket masuk ke tamannya saja RMB 15 per orang, tapi jika mau beli tiket terusan (taman dan area temple) harganya RMB 35. Untuk memasuki area dalam Temple of Heaven, kami melalui taman yang tertata rapi.

hallYang menarik perhatian kami adalah adanya hall yang sangat panjang dan di dalamnya ada beragam aktivitas yang dilakukan warga senior. Jumlahnya ratusan orang. Paling banyak sih main kartu. Ada juga kelompok yang main musik dan salah satu anggotanya duduk di kursi roda. Wah menyenangkan sekali kehidupan para warga senior di sini. Punya aktivitas positif dan komunitas yang bisa saling mendukung.

Mau lihat yang lebih seru lagi ? Di sini kami melihat banyak kelompok yang berolah raga. Mulai dari yang gerakannya tenang seperti taichi hingga yang seru seperti menari cha cha maupun line dance. Saking serunya, bule2 juga join dan bergabung untuk menirukan gerakan2 kelompok2 tersebut. Seru !

temple3

Ratusan orang bernyanyi sukarela, keren !

Yang paling menarik adalah ketika tiba2 kami mendengar ada gemuruh banyak orang menyanyi, seperti di upacara bendera. Suaranya keras dan lagu2nya penuh semangat, mungkin lagu2 yang bisa membangkitkan semangat kebangsaan. Kami segera mencari tau suara apa itu. Ternyata kami menemui sekelompok orang, dalam jumlah lebih dari 100 orang, sedang mengelilingi seorang pria paruh baya yang berperan sebagai konduktor. Dia semangat sekali memimpin kelompok ini.

Orang2 ini tidak terorganisir dalam kelompok tertentu. Terlihat mereka tidak memakai seragam tertentu dan tidak dibagi dalam kelompok suara tertentu.  Tetapi setiap orang yang mau menyanyi bersama2, dipersilakan. Semua bebas berekspresi. Partitur lagu bahkan sudah disediakan dan bisa diambil. Kami sampai mencoba merangsek agak masuk ke tengah2 kumpulan orang menyanyi tersebut untuk merasakan suasananya. Badan sampai merinding mendengar semangatnya mereka menyanyi walaupun tidak mengerti apa arti nyanyian itu.

templeBalik ke Temple of Heaven ya. Area ini mulai dibangun di masa dinasti Ming abad 18  dan berakhir masa pembangunannya pada jaman kaisar Qianlong dari dinasti Qing. Didirikan sebagai sarana upacara penyembahan kepada surga dan para dewa. Diklaim sebagai sekelompok bangunan untuk sarana pengurbanan kuno paling besar di dunia dengan luas 273 hektar ! Ada beberapa bangunan di area ini.

Kami masuk ke Hall of Prayer for Good Harvests. Bangunan paling utama di Temple of Heaven, paling banyak turis foto2 di sini. Bahkan ada yang lagi foto pre-wedding di sini. Pianis terkenal Richard Clayderman pernah bermain piano bersama seorang gadis cilik asal China dengan latar belakang bangunan ini tepat di tengah2nya. Arsitektur Hall of Prayer for Good Harvests memang bagus dan cantik.

temple2Selain itu ada Circular Mound Altar, Imperial Vault of Heaven, Red Stairway Bridge dll. Kami tidak berniat mengelilingi area Temple of Heaven ini seluruhnya. Karena seteleh ini kami akan mengunjungi lapangan terbesar di dunia yaitu Tiananmen dan selanjutnya kompleks paling legendaries di Beijing, Forbidden City !

Di sini Diana menemukan sosis enak non halal khas China yang dulu banyak dijumpai saat di Shenzhen. Harganya RMB 5. Lumayan lah buat ganjal perut. Jadi sosisnya ditusukkan ke tusuk sate, bisa dimakan sambil jalan2.

Kami naik subway lagi dan turun di station Tiananmen West. Penjagaan oleh pihak keamanan terlihat sangat mencolok. Baik tentara, polisi maupun petugas berpakaian preman, ada dalam jumlah yang cukup banyak. Terlihat foto presiden RRC pertama Mao Zedong. Orang ramai sekali di sini.

fc1Untuk masuk ke dalam Forbidden City, kami harus antri beli tiket seharga RMB 60 per orang dan memperlihatkan paspor. Jika berminat menyewa audio guide, tarif nya RMB 40. Pilihan bahasanya sangat banyak termasuk bahasa Indonesia !

fc2Dengan luas sekitar 720.000 meter persegi dan 9.999 ruang di dalam istana, Forbidden City menjadi kompleks istana terbesar dan terluas di dunia. Dimulai pembangunannya pada tahun 1406. Tercatat 24 kaisar yang pernah tinggal dan memimpin dari kompleks ini dalam kurun waktu 500 tahun. Kaisar terakhir bernama Pu Yi yang kisah hidupnya diabadikan dalam film terkenal berjudul The Last Emperor. Setelah masa kejayaan kekaisaran berakhir, maka dimulailah kehidupan yang lebih demokratis dalam wujud Republik Rakyat China hingga kini.

Kalo yang ikut grup tour, rutenya akan jalan terus di tengah2 Forbidden City, dari selatan sampai pintu keluar di utara. Karena di situlah letak bangunan2 utama. Padahal di sayap kanan dan kirinya, terdapat ratusan bangunan dengan fungsinya masing2. Ada dapur, bengkel kerja untuk membuat alat perang, kamar para selir dll. Sebagian diantaranya sudah dibuat seperti museum2 mini dalam Forbidden City. Ada juga yang dibuat seperti toko untuk berjualan snack dan souvenir.

fc3Gerbang pertama adalah Wumen Gate (Meridien Gate) dan jika arahnya lurus terus akan berakhir di Shenwu Gate. Pengalaman kami di dalam Forbidden City sungguh menakjubkan. Kami tidak mampu masuk ke semua ruangan yang ada karena keterbatasan waktu dan betis kaki kami. Tapi kami sebisa mungkin masuk ke beberapa ruangan atau hall besar di sayap kanan dan kiri Forbidden City agar kami bisa lebih menghayati kehidupan istana jaman dulu.

Jadi mulai membayangkan cerita silat jaman China dulu nih. Ada intrik politik, keseharian para selir, dominasi permaisuri, pengkhianatan dan lain2 yang pasti terjadi di dalam kompleks istana. Kalo yang senang lihat film kekaisaran China, pasti lebih mudah untuk membayangkannya.

Tips : Sebaiknya bawa bekal makanan dan minuman yang mudah dinikmati sambil duduk2 santai di Forbidden City, karena tidak ada penjual makanan berat di dalam Forbidden City. Hanya ada penjual kopi dan roti.

Sisi luar Forbidden City, mengarah ke Wang Fu Jing

Sisi luar Forbidden City, mengarah ke Wangfujing

Area paling akhir berupa taman kerajaan dan akhirnya kami tiba juga di Shenwu Gate. Pintu Keluar. Iya, jadi di Forbidden City pintu masuk dan pintu keluar lokasinya berbeda. Tepat di depan pintu keluar, terdapat Jingshan Hill. Jika naik ke atasnya, akan terlihat pemandangan spektakuler Forbidden City.

Namun, karena kaki kami sudah tidak bisa kompromi lagi, kami belok kanan, mau langsung ke Wangfujing. Itu pun harus jalan kaki lagi sejauh 2 km lebih. Walau jauh, suasana jalanan nya asri penuh pepohonan hijau. Jadi kami cukup menikmatinya.

Kami pun tiba di Dong’Anmen Street di area Wangfujing. Di jalanan ini, terdapat puluhan kedai street food. Mereka buka sore hingga malam hari. Beberapa diantaranya menyediakan makanan ekstrem seperti ulat, ular, bintang laut, kalajengking dan sebagainya. Tapi lebih banyak kedai jajanan biasa seperti mie, sate cumi, sate ikan, dan lain2. Ada juga yang jual angsa (bukan bebek), menarik juga yah.

kedaiMulailah kami menyusuri satu per satu kedai. Tibalah kami di depan satu kios yang dijaga seorang anak muda. Di depannya banyak makanan ekstrem. Dengan bahasa yang kami tidak mengerti, dia semangat sekali mempromosikan dagangannya. Kami pun memperhatikan kembali dagangannya : bintang laut, ulat sutra, 2 jenis ular, dan lain2. Masa sudah sampe sini ga ada nyali makan kayak beginian ?

Karena nyali masih kecil, kami pilih yang paling kecil dulu bentuknya, yaitu, ulat sutra. Sate ulat sutra itu, kemudian digoreng dalam minyak panas. Setelah kekuningan, dibumbui dengan pilihan garam, merica, atau bubuk cabe. Mari kita coba rasanya. Well, rasanya kering banget, nyaris tidak terasa apa2, Cuma crispy aja.

Di sini harga makanan ekstremnya mahal2. Udah butuh nyali gede, butuh duit gede juga. Benar2 ‘penyiksaan’ he..he.. Satu tusuk sate ulat sutra yang bentuknya kecil2 itu saja, harganya RMB 20. Makan di sini hanya buat gaya difoto ha…ha…

Kami lalu ketemu rombongan 3 orang (2 pria, 1 wanita) yang ternyata merupakan turis dari Lebanon. Salah satu pria itu dengan santai dan semangatnya, rajin membeli makanan2 ekstrem di situ. Cara dia makan udah kayak makan sate biasa, santai banget.

Berani coba tantangan ?

Berani coba tantangan ?

Dia lagi makan kepompong ulat sutra. Warnanya coklat dan besar. Terus Jeff tanya ke dia, bagaimana rasanya. Surprise, dia ambil satu kepompong ulat sutra yang sudah digoreng itu dan memberikannya kepada Jeff. Gratis. Dia bilang enak dan wajib dicoba. OK, siapa takut. Akhirnya berpindahlah itu kepompong ulat sutra ke dalam mulut Jeff. Rasanya ? Ajaib, benar2 ga enak banget ha….ha… Kapok ga mau lagi. Ngabisin 1 biji aja, rasanya kayak lama banget. Mau dibuang ga enak ama yang ngasih, nasib.

Terus pria itu tanya asal kami. Pas kami bilang dari Indonesia, dia langsung bilang : nasi goreng ! Rupanya mereka pernah ke Indonesia dan memang tukang makan nih, haha..

Kami kemudian kembali lagi ke kedai pertama, tempat kami beli ulat sutera. Kali ini Jeff beli 1 ular kecil yang utuh, bentuknya melingkar. Harganya lebih mahal lagi, RMB 50. Bener2 dah ! Sama seperti sate ulat sutra, sate ular ini pun digoreng dan dibumbui, baru dinikmati. Rasanya ? Enak aja mau tau… coba sendiri dong ! Karena dari tadi kami jajan di kedai itu, si anak muda tadi akhirnya memberikan sample gratis potongan bintang laut. Bukan makan kulit kerasnya, isi di dalamnya. Lembut dan enak !

Tips : Bagi yang ingin mencoba makanan ekstrem, siap2 alergi gatal2 karena mungkin masih ada sisa racun nya. Teman kami pernah seperti itu dan Jeff pun ternyata sempat gatal2 malam harinya. Diduga akibat makanan2 ekstrem tadi sore. Diana walau icip2 tapi ga gatal2, mungkin karena makannya ga terlalu banyak. Jadi amannya, bawalah obat anti alergi seperti kami.

wangfujingSesudah itu, kami masuk ke area pedestrian Wangfujing. Mobil tidak boleh masuk. Di kanan kiri, berdiri megah pusat2 perbelanjaan alias mall. Modern dengan merk2 papan atas. Kami kemudian mampir sejenak ke Mc.Donald.  Beli es krim green tea untuk menetralisir rasa makanan ekstrem.

Di salah satu area, ada jalanan kecil yang hiruk pikuk. Ternyata di dalamnya, ada lagi lapak2 orang berjualan. Baik makanan maupun souvenir. Ramai sekali di sini. Secara umum kami lebih suka berjalan2 di area Qianmen yang tenang daripada Wangfujing yang padat.

 

Day 9 : Summer Palace

Pagi2 kami sudah harus check out karena kami hari ini mau ke Summer Palace dan diperkirakan baru bisa kembali ke hotel lewat jam check-out. Namun begitu, koper bisa kami titipkan di receptionist. Lokasi Summer Palace cukup jauh dari pusat kota namun bisa dicapai naik subway dan turun di Beigongmen station (line 4). Nanti keluar di exit D. Perjalanan naik subway sekitar 1 jam lebih.

suzhouTiket masuk ke area taman Summer Palace RMB 30 per orang. Tapi kalo mau beli tiket terusan untuk masuk semua area harganya RMB 60 per orang. Kami sih beli tiket masuk saja dulu, nanti kalo ada yang menarik untuk dimasuki tinggal bayar lagi. Karena naik subway, maka kami masuk dari North Gate. Area Suzhou street. Jadi untuk masuk ke Summer Palace bisa dari beberapa gerbang. Kalo rombongan tour masuknya bukan dari gate ini.

Kami mulai menjelajahi tempat wisata seluas 290 hektar ini. Lokasi istana ini berada di bukit Longevity yang menghadap danau Kunming. Untuk masuk ke dalam istananya, harus membayar RMB 10 per orang kecuali tadi sudah membeli tiket terusan.

palace1Istana ini jadi tempat peristirahatan kaisar di masa lampau. Dari atas bukit bisa melihat keindahan danau Kunming. Di tengah2 danau Kunming ada bangunan kuil, tempat kaisar dulu berdoa ketika sedang mengunjungi Summer Palace ini.

palace4Kuil ini dihubungkan dengan jembatan yang adanya cukup jauh dari istana. Untuk mencapainya, bisa dengan berjalan kaki memutari danau Kunming hingga kaki pegal2 atau dengan naik perahu besar menyeberangi danau dengan biaya RMB 15 per orang.

palace6Tips : Untuk menjelajahi istana, ada 1 pintu di atas bukit dan 1 pintu di bawah bukit di tepian danau. Rute yang efisien adalah masuk istana dari atas lalu turun tangga ke bawah, kemudian mengitari sungai Kunming ke arah kiri hingga sampai ke kuil, lalu kembali naik boat ke istana dan naik ke atas melalui taman. Namun untuk itu dibutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar 2-3 jam serta stamina yang baik. Untuk makan juga tidak perlu kuatir, ada tersedia beberapa kedai makanan di sini.

Kali ini kami sudah menyiapkan bekal. Jadi sambil mengitari danau, kami bisa berhenti duduk2 sambil makan bekal. Nikmat sekali karena pemandangannya bagus ! Taman2 yang ada di bagian atas bukit juga bagus. Banyak tempat untuk duduk2 dan menikmati alam yang asri.

palace2Kami sempat mengunjungi museum kecil tentang sejarah komunikasi dan telepon yang digunakan raja. Mulai dari yang pertama digunakan di daratan China sampai akhirnya mengubah banyak peta kekuatan politik, ekonomi, hingga keamanan.

palace5Selain perahu penyeberangan, ada juga perahu2 kecil yang dikayuh seperti sepeda agar bisa maju. Kelihatannya menyenangkan juga, sewanya per jam. Tapi karena kami masih sayang dengan kaki kami, kami memilih perahu besar saja yang tinggal duduk manis.

Berperahu dari kuil menuju marble boat, dekat istana

Berperahu dari kuil menuju marble boat, dekat istana

Secara umum kami sangat menikmati suasana dan pemandangan di Summer Palace ini. Jika tour akan membatasi pesertanya di sini hanya sekitar 1 jam, maka kami menghabiskan waktu sekitar 4 jam di area ini. Luar biasa ! Puas !

Sudah pukul 3 siang, kami harus kembali ke Qianmen karena sore ini sudah janjian mau bertemu dengan Sophy Wang, teman Couchsurfing kami. Malam ini adalah malam terakhir kami di Beijing. Jadi kami punya waktu luang beberapa jam sampai waktunya pergi ke airport yaitu sekitar jam 9 malam. Waktu luang itulah yang kami gunakan untuk ngobrol dan jalan2 bersama Sophy.

Sore hari kami bertemu dengan Sophy di Starbucks Qianmen. Dia harus naik bis selama 2 jam dari rumahnya untuk bisa bertemu kami di Qianmen. Hebat sekali perjuangannya, thanks a lot ! Pembawaannya bersemangat dan menyenangkan. Bahasa Inggrisnya bagus sekali ! Sophy banyak menjelaskan mengenai situasi dan budaya orang-orang di China.

Untuk makan malam, kami minta diajak Sophy ke tempat yang kami belum pergi di Beijing ini. Sophy pun mengajak kami hang out ke area yang namanya San Li Tun Village. Pas nih, malam minggu, katanya area tersebut adalah pusat gaul nya anak muda Beijing. Selain itu area ini juga  merupakan area buat para ekspatriat yang bekerja di Beijing untuk bersosialisasi. Untuk mencapainya, kita bisa menggunakan subway. Walaupun jaraknya tidak terlalu jauh, kami harus 2 kali ganti line. Turun di Tuanjiehu (line 10).

Benar saja. Begitu keluar dari station, suasana international lebih terasa. Lebih banyak bule dan orang timur tengah di sini. Bahkan di sepanjang jalan ada restoran timur tengah yang menyajikan makanan sekaligus belly dance show. Wah, padat sekali di sini. Rupanya selain malam minggu, hari ini adalah hari haloween. Pantas saja dari tadi banyak yang mukanya coreng moreng dan berkostum, hehe..

With Sophy Wang

With Sophy Wang

Ketika mencari2 restoran, Sophy menawarkan beberapa pilihan kepada kami, makanan khas negara mana dan berapa kisaran harganya. Karena berada di China, pastinya kami pilih makanan khas lokal dong. Akhirnya kami memilih restoran chinnese food yang katanya enak dan tidak terlalu mahal, namanya Bellagio. Baru jam 18.30, tapi sudah penuh. Jadi kami harus antri, tunggu giliran di luar bersama beberapa pengunjung lain yang sudah antri duluan. Wow, emang enak banget ya ?

Sambil menunggu, kami membuka2 daftar menu bergambar dan Sophy menjelaskan menu2 yang ada di restoran ini. Dia merekomendasikan beberapa menu yang menurutnya khas dan enak. Sayangnya, kami baru bisa masuk restoran pada pukul 7 malam. Padahal Sophy masih harus menempuh perjalanan pulang selama 2 jam. Daripada kemalaman, akhirnya Sophy pun harus pamit duluan dan tidak bisa makan bersama dengan kami. Bye Sophy.

Oke, kami kembali berdua, menikmati makan malam terakhir di Beijing. Restorannya cukup mewah menurut kami, seperti kelas fine dining. Tapi pengunjung terlihat berpakaian biasa saja. Memang harganya pun tidak terlampau mahal. Air putih disediakan sehingga kami tinggal memilih menu makanan saja. Betul loh.. makanan nya enak !! Pelayanan nya pun bagus. Akhir yang sempurna untuk petualangan kami di China.

Selesai makan malam, kami kembali ke hotel untuk bersih2 dan mengambil koper kami. Saatnya pulang ke Indonesia. Untuk menuju Beijing Capital Airport, kami naik subway dan turun di Dongzhimen (line 2). Dari Dongzhimen lah terdapat subway khusus menuju airport, namanya airport express train. Harganya RMB 25.

Tujuan kami adalah T2 Capital Airport. Tapi rute train akan menuju T3 dahulu baru kemudianT2. Alhasil, setelah tiba di T3, train berjalan mundur menuju T2. Total perjalanan hampir 40 menit. Di T2 Capital Airport, suasananya sangat ramai. Semua orang menunggu waktu check-in yang baru dibuka 3 jam sebelum jadwal terbang. Di situ tidak ada toko atau restoran yang menarik, jadi semua orang hanya duduk2 saja.

Proses antri check in cukup lama karena banyaknya penumpang yang semua sudah antri bahkan sebelum petugas check-in datang. Setelah itu kami bergegas masuk ke imigrasi. Di sini kembali harus mengantri dan memakan waktu sangat lama. Jangan lupa mengambil kartu imigrasi departure dan mengisinya sambil mengantri.

Beijing Airport T3

Beijing Airport T3

Betul2 parah antriannya. Hampir 1 jam nih antrinya, mana pas tengah malam nih, gile betul. Caranya begini sih orang bisa ketinggalan pesawat. Masih jauh lebih mending di airport Jakarta deh. Selain antrian imigrasi, proses lewat x-ray juga lama banget. Petugas sangat detil. Banyak koper calon penumpang yang dibongkar dan diperiksa dengan teliti. Akibatnya antrian panjang tidak terhindarkan.

Lewat imigrasi ternyata hanya ada 1 toko souvenir yang sangat minim pilihan barangnya dan 2 restoran. Wah, parah nih. Ternyata T2 tempat pesawat Air Asia ini adalah airport Beijing yang lama. Sedangkan T3 adala airport Beijing yang baru dan lebih bagus. Informasi ini kami ketahui dari tante Caroline yang terbang melalui T3 dan mengirimkan foto2 airport yang bagus, beda jauh dengan airport kami.

Catatan Beijing :

Total pengeluaran kami sekitar RMB 2000 untuk 4 hari di Beijing. Harga tiket subway sekitar RMB 3-5, lebih mahal daripada di Xian. Harga makanan juga lebih mahal daripada di kota2 China yang lain. 

Setiap masuk subway selalu ada pemeriksaan X-ray untuk tas kita, sama seperti di Xian, bahkan lebih ketat. Jika beli tiket subway di mesin, umumnya hanya terima uang kertas pecahan 5 atau 10 yuan. Cara lain adalah langsung membeli di loket, tapi siapkan tulisan stasiun tujuan supaya kita tidak salah baca di hadapan petugas loket.

Area Qianmen sangat direkomendasikan untuk tempat tinggal. Strategis dan menyenangkan. Di situ ada museum Madam Tussaud, KFC, Mc.Donald, Starbucks, Bebek Quanjude, bahkan ada juga toko2 kaki lima yang berjualan souvenir dan kedai2 makanan. 

Suhu di Beijing saat akhir Oktober paling dingin dibandingkan kota lain. Selama 4 hari kami di Beijing suhu berkisar antara 4-15 derajat. Suasana Beijing pun paling terasa musim gugur nya, dengan pohon yang mulai berwarna.

 

Bersambung ke China trip part-6 : Tips China

Kisah sebelumnya di China trip part-4 : Xi’an

 

Advertisement
Categories: 2015-2019, ASIA, China | Tags: , , , , , , , , | 19 Comments

Post navigation

19 thoughts on “China : 23-31 October 2015 (part 5 – Beijing)

Comment navigation

  1. Diana

    Halo.. yg tur mutianyu pulangnya kan jadi pake subway ya krn macet. Peginya juga kena macet. Apa bisa pake subway aja juga pegi? Repot gk ya subway ke mutianyu? Drpd udh byr ke tur tp cuman kepake one way sayang jg.. heheheheee

    • Halo.. Mutianyu itu adanya jauh di luar kota Beijing. Jadi maksudnya pulang naik subway itu saat sudah sampai di Beijing nya, karena yg macet itu di kota Beijing nya. Jadi sama sekali ga rugi dan tetap terpakai Beijing-Mutianyu pp. Belum ada subway ke Mutianyu, makanya kami pakai agent tour lokal.

  2. Irna

    Hi jeff dan diana
    Saya jg berencana naik pakai cable car tertutup dan pulangnya dgn toboggan. Apakah benar2 jauh jalannya dari tower 14 ke tower 6 ?soalnya dituliskan jalan slama 2.5jam.
    Makasih

    • Halo. Itu 2,5 jam karena kami jalan dari tower 14 ke kiri dulu (sampai tower 17) lalu balik arah lagi melewati tower 14 menuju tower 6. Lalu kan jalan nya santai, pakai foto2, duduk2.. menikmati pemandangan. Bisa dibaca lebih detail di blog. Jika mau lebih singkat, silakan jalan langsung dari tower 14 ke kanan ke tower 6. Kalo non-stop mungkin 1 jam sampai.

  3. Susana

    Hi jeff and diana. Mau nanya ya untuk beli tiket domestik china baik train dan tiket pesawat sebaiknya lewat web mana yg dapat dipercaya? Thanks

Comment navigation

We love your feedback !

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Blog at WordPress.com.

%d bloggers like this: