Day 1 : Go to Europe, Transit Airport Dubai
Hari ini kami akan memulai “our big trip” menuju Eropa. Jadwal terbang Emirates adalah pukul 17.55 WIB, tapi kami sudah siap-siap dari pagi hari. Maklum, pengalaman pertama untuk traveling tipe backpack dengan durasi lama dan jarak tempuh yang jauh. Koper yang dibawa ada 2, satu ukuran sedang, satu lagi ukuran kecil. Jatah bagasi Emirates adalah 30 kg/org, wow… banyak banget. Sementara bawaan kami cuma sekitar 25 kg untuk 2 koper. Itu pun isinya banyak titipan orang buat family yang ada di Europe.
Tiba di airport sekitar jam 3 kurang, tapi counter Emirates sudah buka. Ya sudah, kita langsung check-in saja. Walaupun penerbangan kami Jakarta-Frankfurt, tetapi ada transit di Dubai sekitar 5 jam dan ganti pesawat. Kami duduk di bagian belakang pesawat yang hanya ada 2 seat dekat window, sesuai permintaan 🙂 Agak males soalnya kalo duduk yang 3 seat, walau dekat jendela, tapi harus melewati orang lain kalo mau ke toilet. Kalo yang 2 seat ini jadinya lega, enak.
Untuk fasilitas, Emirates ini juaranya. Entertainment nya oke dengan layar touch screen, ada remotenya juga sih. Bisa main game, nonton film, denger music, bisa lihat kondisi di bawah pesawat dan di depan pesawat (mereka pasang camera di badan pesawat). Disiapkan headphone dan selimut buat masing-masing penumpang. Makanan yang disiapkan pun enak-enak, bisa pilih sesuai selera dari beberapa alternative. Untuk minuman, silakan coba red wine nya, anda akan diberikan wine botol kecil yang unik dan bisa juga dibawa keluar pesawat jika tidak habis. Di Emirates, saat lampu pesawat dimatikan, akan ada lampu-lampu kecil kelap kelip di langit-langit pesawat. Keliatan ga tuh di gambar ? Duuh, serasa bintang di langit. Keren dan romantis juga nih Emirates 🙂
Karena perjalanan di udara cukup lama dan perbedaan waktu antara Jakarta dan Eropa yang cukup signifikan, yaitu 5 jam (tergantung musim) maka harus pintar2 atur jam tubuh selama di pesawat supaya tidak jetlag. Bayangin aja, kalo di Jakarta sudah waktunya makan pagi, eh…di Eropa masih malam. Bisa kacau kalo ga diatur baik-baik. Jadi kami sudah atur untuk tetap melek dan menikmati entertainment sepanjang Jakarta-Dubai dan nanti harus tidur saat perjalanan Dubai-Frankfurt, karena tiba di Frankfurt pada pagi hari dan kami harus langsung siap berpetualang.
Tiba di Dubai pukul 22.45 dan kami harus keluar pesawat. Punya waktu tunggu di bandara sampai pukul 03.20, karena kami harus berangkat lagi ke Frankfurt dengan pesawat yang berbeda. Jalan-jalan di airport Dubai sangatlah tidak membosankan. Begitu banyak orang hilir mudik di sana, ramai sekali, sama sekali tidak terkesan tengah malam. Banyak yang jual kurma, coklat, emas, dsb. Nanti saja yah shopping nya, pas pulangnya saja. Kan nanti mampir Dubai lagi.
Dari Dubai kami naik pesawat Emirates yang ukurannya lebih kecil untuk menuju Frankfurt. Entertainment nya tidak selengkap dan secanggih yang tadi. Ga papa lah, kan memang agenda kami adalah tidur ! Oya, di Emirates, kita bisa kirim sms dari atas pesawat loh. Jadi kami coba dengan mengirim sms ke kerabat kami yang akan menjemput di Frankfurt Airport.
Day 2 : Frankfurt – Darmstadt – Heidelberg
Tiba di Frankfurt Airport pukul 08.30. Tidak ada masalah di imigrasi, semua lancar. Horeee…. Fresh Air….Udara German 🙂 Sampai juga di benua Eropa.
Kami dijemput oleh Mr. Benny dan istrinya Mrs. Maria, family dari Jeff yang sudah lama tinggal di German, tepatnya di kota Darmstadt, tidak jauh dari Frankfurt. Mereka bilang hari-hari sebelumnya di Frankfurt itu angin dan hujan. Tapi hari ini matahari bersinar sehingga cuacanya sangat cerah dan udaranya sejuk. Thanks God !
Dari airport kami menuju ke rumah mereka di Darmstadt. Sempat mampir di perkebunan asparagus dan strawberry. Di sana lagi musim asparagus (yang warnanya putih, kalo di Indonesia hanya ada yang warnanya hijau). Sampai di rumah, Diana menghubungi temannya di Frankfurt untuk janjian ketemu malam hari, karena ternyata ada perubahan rencana. Tadinya kami mau santai-santai di Frankfurt. Tapi ternyata kami mau diajak ke Heidelberg seharian oleh family Jeff ini. Katanya sih Heidelberg lebih menarik daripada Frankfurt. Oke lah, kami mah nurut2 aja.
Pagi itu kami dijamu “Germany Breakfast” di rumah mereka. Sarapan apa nih ? hmm.. ternyata berupa aneka roti dengan keju dan selai. Menarik. Banyak varian olesan yang tidak ada di Indonesia. Setelah itu kami pun berjalan-jalan (betul-betul jalan kaki) untuk menikmati kota Darmstadt. Jalanannya sepi, rumahnya berderet rapi dengan eksterior yang unik. Kami jalan ke perbukitan, dimana ada winery (perkebunan anggur) dan juga gereja kecil dengan pemandangan ke arah kota. Di kota ini, masih ada juga beberapa benteng/tembok kuno yang bertahan dari sejak jaman perang dunia ke-2. Menarik.
Setelah menikmati suasana Darmstadt, kami pun kembali ke rumah untuk menikmati BBQ lunch. Apalagi kalo bukan makanan khas nya Germany : Steak & Sosis ! Gileee… sosisnya panjang-panjang dan besar-besar. Enaaaaak banget !! Sayang ga bisa dibawa pulang, karena perjalanan masih jauh banget. Jadi dinikmati aja selagi bisa. Lalu juga makan asparagus yang tadi dibeli di jalan pakai saus Hollandaise (home made loh-yang buat anaknya Mr. Otje). Enak banget itu saus, baru nyobain langsung jatuh cinta. Kayak mayonnaise tapi lebih manis.
Habis lunch, kita pergi ke Heidelberg naik mobil. Jauh juga perjalanannya. Ternyata di Heidelberg yang terkenal adalah reruntuhan kastilnya. Kita jalan-jalan di park nya dan bisa lihat view kota dari ketinggian. Sesudah menikmati kota dari atas, maka kita pun turun ke daerah downtown nya untuk jalan-jalan dan dinner. Kota yang cantik dan rapi. Iyalah… di Eropa semua kotanya cantik, rapi dan bersih. Orang bisa jalan-jalan dengan santai sambil menghirup udara segar. Ga kayak di Jakarta deh pokoknya, hehe..
Habis dinner, kita buru-buru balik ke Frankfurt karena sudah malam. Di Eropa saat ini musim spring, dan di musim ini langit masih terang sampai jam 9 malam. Sedaap… jadi jalan-jalan sampai malam pun serasa masih sore karena matahari belum terbenam. Ini pengalaman pertama Jeff lihat matahari sampai pukul 9 malam. Seru !
Tiba di stasiun kereta Frankfurt pukul 10 malam. Janjian ketemu sama James, teman SD Diana yang sudah puluhan tahun ga ketemu. Wah, kayak apa ya ?! Yeay… itu James yah ? Astaga, sudah beda sekali bentuk dan rupanya. Senang sekali bisa bertemu teman lama di negara asing ini. Selain membawakan tolak angin tablet pesanannya (ternyata produk luar negri pun tidak ada yang seampuh ini katanya), ternyata James pun memberikan bingkisan kue-coklat, khas Frankfurt katanya. Betul sekali, saudara-saudara… kue dan coklatnya enaaaaaak banget. Kami makan nya waktu di Belanda dan ada juga yang bisa dibawa ke Indonesia. Thanks a lot James for your time and the sweet souvenir !
Oke, kita hanya punya waktu sekitar 2 jam, karena jam 12 malam kami harus naik night bus menuju Belanda. Ya ampun… singkat sekali waktunya. Dengan langkah cepat, kami langsung menuju salah satu hotel di dekat stasiun, tempat James bekerja. Di sana kita duduk dan mengobrol di café dengan bahasa campuran antara Indonesia dan Inggris. Maklumlah, James sudah terlalu lama di Eropa, sehingga sudah tidak terbiasa dengan bahasa Indonesia.
Tidak terasa sudah jam 12 malam, kami pun naik ke bus Eurolines tujuan Belanda yang ternyata sudah terisi penuh. Memang kami sudah booking tiket secara online dari Indonesia untuk 2 orang jadi pasti dapat tempat. Hanya saja tempat yang tersedia betul-betul hanya tinggal 2 seat. 1 seat di paling depan dan 1 seat di paling belakang. Nasib deh, terpaksa duduk terpisah. Dengan banyaknya barang bawaan penumpang, space yang tersedia jadi limited dan sesak banget. Sepanjang jalan, tidur kami kurang nyenyak. Sering terbangun karena bis berhenti, menyalakan lampu dan menurunkan penumpang.
Harga tiket bus malam Eurolines Frankfurt – Den Haag : € 29/pax
Day 3 : Go to Holland – Keukenhof
Akhirnya bis tiba di Amsterdam. Di sini seluruh penumpang turun, kecuali kami. Baru saat itulah, Jeff dan Diana bisa duduk berdua lagi. Pfhiuh… legaaa… Kami masih ikut bis ke tujuan berikutnya, yaitu Den Haag. Tiba di Den Haag pukul 7 pagi. Brrr…. Dingiiin…
Turun dari bis, kami sudah dijemput oleh Mr. Bernard, family Diana yang memberikan surat sponsor untuk aplikasi visa kami dan berbaik hati menampung kami di rumahnya yang ada di Delft, selama kami berada di Belanda.
Kami sempat diajak keliling Den Haag dulu (pake mobil tentunya). Jalanannya sepi sekali, hampir tidak ada orang di jalan. Sempat melewati gereja besar (nanti ternyata di Eropa di mana2 ada gereja besar), daerah embassy, madurodam, sampai ke pantai Scheveningen (yang ada pantai nudisnya). Setelah itu kami pun masuk jalan tol ke arah Delft.
Kota Delft ternyata lebih kecil dan lebih sepi lagi. Kita melewati gedung2 kampus, apartemen dan kos2-an mahasiswa. Delft memang terkenal sebagai kota pelajar. Rumah-rumah di sini bentuknya kotak-kotak, simple dan rapi. Itu aturan tata kota yang ada di Belanda. Jadi rumah tidak boleh dibuat seenaknya, ada aturannya supaya rapi.
Tiba di rumah, kami beres2 dan diajak sarapan khas Belanda. Menunya ? Mirip dengan Germany breakfast, berbagai jenis roti dan berbagai olesannya. Selain selai, ada olesan liver pasta yang Diana suka banget.
Setelah sarapan, kami beli pulsa lebara dulu. Itu sim card pra bayar Belanda. Kami butuh nomor hp Eropa, agar irit pulsa selama di Eropa. Maklum, kami nanti harus banyak menghubungi teman-teman CS kami. Juga untuk sesekali mengirim kabar ke keluarga di Indonesia. Oke, semua beres. Saatnya kembali berpetualang.
Agenda hari ini adalah taman tulip yang terkenal di Belanda, Keukenhof. Taman ini hanya buka selama 3 bulan setiap tahunnya, dari Maret hingga Mei. Itulah makanya kami juga mengatur tanggal keberadaan kami di Belanda, agar bisa menikmati Keukenhof ini. Kami pun pergi ke Keukenhof bersama Mr. Bernard dan istrinya Mrs. Lisa.
Sepanjang perjalanan kami melewati daerah pertanian dan peternakan. Lahan di sana sangat luas dan terpelihara dengan baik. Ada juga kincir angin (ikon negara Belanda) baik yang tradisional, maupun yang berupa baling-baling pesawat. Semuanya berfungsi menghasilkan listrik. Pagi ini matahari tidak bersinar, jadi suasananya cukup sendu.
Akhirnya tiba juga di Keukenhof. Tempat parkirnya sudah ramai oleh pengunjung dari berbagai negara di Eropa (terlihat dari plat nomor mobilnya). Kami pun segera menuju ke pintu masuknya.
Harga tiket masuknya € 14,5/pax (setara 174 ribu per org). Mahal juga yah, tapi sangat sepadan dengan apa yang kami dapatkan di dalam ! Tema Keukenhof tahun ini adalah : Poland, heart of Europe. Menarik, jadinya banyak bendera putih merah (ya, bendera Poland kebalikan bendera Indonesia) berdampingan dengan bendera Belanda (merah putih biru). Tiap tahun mereka punya tema yang berganti-ganti.
Untuk isi dari Keukenhof, kami ga banyak nulis deh. Dinikmati saja langsung foto-fotonya. Orang yang ga suka bunga pun pasti akan terkagum-kagum deh di dalam taman ini.
Bayangin aja, dimana-mana bunga tulip. Bentuknya macem-macem. Ada yang kelopaknya banyak, jadi seperti bunga mawar, ada yang ga beraturan jadi seperti kain rombeng, ada yang kayak lonceng, macem-macem banget. Ada juga yang bunganya dibentuk seperti komponis terkenal : Chopin.
Warnanya pun beraneka ragam. Sepertinya sih semua warna ada : merah, pink, kuning, putih, biru, hitam, ungu, orange, bahkan gradasi warnanya juga keren2.
Pokoknya kalo melihat semua keindahan ini dan masih ga percaya adanya Tuhan yang menciptakan semua ini sih kelewatan yah !
Kami mengambil banyak sekali foto di tempat ini. Rasanya ga habis-habis deh. Terlalu banyak keindahan yang harus diabadikan.
Karena bunganya ga boleh dipetik, jadi ya souvenirnya apalagi kalo bukan foto. Sebetulnya di sini dijual bibit tulip. Tapi kalo di Indonesia ga bisa tumbuh, karena bukan negara 4 musim.
Selain tulip, ada juga pohon dan bunga yang lain. Semuanya dipadukan menjadi indah. Nah, supaya pengunjung tidak lapar, disediakan juga makanan di sini. Kami beli roti isi daging ham. Nyam..nyam.. enaaaaak banget ! Dagingnya tipis dan berlimpah ruah.
Selain itu disediakan juga permainan ilusi dengan menggunakan cermin. Lihat deh gambar yang kiri : itu kaki & badan Jeff yang nyambung dengan badan dan muka Diana. Hehe.. Lalu gambar yang kanan : Wajah kami dari berbagai arah dan dikelilingi bunga.
Dari Keukenhof, kami masih punya waktu. Hm.. kemana ya ? Ke Volendam saja deh. Kota pelabuhan yang jadi tempat terkenal untuk foto dengan pakaian khas nelayan Belanda itu, Sampai di sana, anginnya kencang sekali, jadi dingin. Ya.. habis kota pelabuhan, samping laut, jadi angin kencang seperti di pantai.
Nah, di Volendam ini banyak sekali tempat foto studio untuk pakaian khas Belanda. Kayaknya setiap orang Indonesia yang ke Belanda kudu foto di sini deh. Kami pun mengunjungi salah satunya. Pakaian Belandanya standard, terus kami disuruh pilih kelom (sepatu kayu)nya. Banyak ukuran dan warnanya. Yang motret cewe bule yang masih muda, orangnya cuek banget.
Karena datang bersama orang yang tidak di-foto, selain kami mendapatkan foto aslinya dari pihak studio, kami pun bisa foto-foto sendiri yang menurut kami hasilnya jauh lebih bagus dan lebih orisinil daripada studio. Hehe.. thanks to Mr. Bernard for the picture.
Sambil menunggu foto studionya jadi, kami makan snack Belanda dulu di area Volendam.
1. Patat. Kentang goreng yang diberi saus sesuai pilihan. Kami coba saus satay & mayonaise. Tempat kentangnya kayak tempat naro kacang buat ke kebon binatang yah, haha.. kerucut gitu. Dikasi garpu plastik buat ngaduk saos dan ambil kentangnya.
2. Kroket (di gambar bagian depan). Mirip kroket Indonesia, luarnya crispy, cuma bentuknya panjang seperti sosis. Terus ditaro di tengah roti.
3. Frikandel (di gambar bagian belakang). Ini seperti sosis daging cincang/perkedel yah. Bentuknya juga panjang seperti sosis. Terus dimasukkan ke roti juga. Kayak hotdog tapi Holland style.
Enaaaak… Apalagi di cuaca dingin seperti ini. Kenyang juga loh makan itu.
Setelah itu kami pun kembali ke Delft. Malamnya kami diajak makan malam di Den Haag. Jarak antar kota di sana dekat, jadi main ke kota lain itu kayak kita dari Tangerang main ke Jakarta Barat gitu.
Day 4 : Explore Delft
Hari ini hari Minggu. Pagi-pagi kami main ke centrum (tengah kota) nya Delft. Karena hari Minggu, toko-toko di sana banyak yang tutup. Tapi kalo toko souvenir sih buka, hehe.. ga mau rugi dia. Jalan-jalannya enak karena sepi. Kota-kota di Eropa rata-rata punya ciri khas yang sama. Di centrumnya seperti alun-alun, tidak ada kendaraan yang boleh masuk area ini, jadi buat orang jalan-jalan dan kumpul. Terus ada gerejanya.
Di tengah kota juga ada kanal seperti di Amsterdam. Ciri khas kota2 di Belanda begitu rupanya. Belanda juga terkenal dengan pengendara sepeda yang sangat banyak. Bahkan ketika kanal itu dikeruk, biasanya suka ketemu banyak sepeda loh. Haissss…
Di Belanda ga ada tukang tambal ban, termasuk buat sepeda. Jadi kalo ban bocor atau rusak, jika diperbaiki harganya akan lebih mahal daripada beli sepeda baru (saking murahnya harga sepeda di sana). Astaga !
Menyenangkan bisa jalan-jalan di kota yang sepi dengan cuaca yang cukup cerah. Hari ini, lagi ada pekerjaan pembersihan lapisan luar gereja. Jadi kita bisa lihat sisi gereja yang kotor (menghitam) dan sisi gereja yang sudah dibersihkan (mengkilap). Gereja ini tinggi sekali, jadi akan mudah terlihat dari segala penjuru.
Ada juga sudut yang menarik. Di situ tertulis : IN DEN BESLAGEN BIJBEL. Dahulu ini adalah tempat percetakan alkitab. Sayang, saat ini sudah berubah fungsi menjadi tempat menjual makanan “Subway”.
Kami melanjutkan perjalanan ke tempat souvenir. Di perjalanan, kami menemukan mesin otomatis untuk mengeluarkan peta Delft. Tinggal putar gagangnya dan dia akan mengeluarkan peta nya. Praktis sekali dan gratis. Bentuknya bisa dilihat di gambar, warnanya biru dengan lambang i (informasi). Kami juga sempat berfoto dengan background cheese (yg kuning pipih itu). Belanda memang terkenal sebagai penghasil keju juga.
Nah, di area souvenir ada kelom (sepatu kayu Belanda) yang cukup besar dan besar sekali. Kita coba aaaah…
Pulang dari jalan-jalan di Delft, siangnya kami ikut keluarga Mr.Bernard ke gereja. Unik juga gerejanya, menggunakan bahasa Indonesia, Belanda dan Inggris dalam ibadahnya. Oya, salah satu minat kami juga adalah mengikuti ibadah di gereja lokal ketika kami traveling. Menarik untuk melihat berbagai budaya dan bahasa memuji Tuhan dengan caranya masing-masing.
Sehabis ibadah, kami diajak ke supermarket Albert Heijn yang sangat besar. Kalo di Indonesia seperti model makro gitu. Untuk menarik trolley yang disediakan, harus memasukkan uang koin untuk deposit. Jadi trolley nya itu dirantai. Mirip seperti di airport. Nanti kalo koinnya dimasukkan, baru rantai terlepas. Nanti kalo sudah kelar belanja dan trolley dikembalikan, uangnya akan dikembalikan juga. Jadi sebetulnya free, hanya cara supaya trolley tidak hilang.
Salah satu wisata yang kami suka adalah wisata supermarket. Haha… aneh ya ?! Tapi menarik loh. Melihat aneka barang dan makanan yang tidak ada di Indonesia. Kalo ada yang sama, kita bisa compare harganya juga kan. Biasanya sih di Indonesia lebih murah, dan kami sangat bersyukur deh tinggal di Indonesia yang semuanya serba murah ! Kecuali barang import, yah di negara aslinya lebih murah daripada di Indonesia.
Sore itu kami membereskan barang-barang yang mau dibawa untuk perjalanan keliling Eropa selama 2 minggu. Kami hanya membawa 1 ransel trolley dan 1 tas slempang, untuk kebutuhan 2 orang. Kebayang kan, susahnya memilah mana yang mau dibawa dan mana yang ditinggal di Delft. 2 koper yang kami bawa dari Indonesia semuanya ditinggal di Delft.
Selesai makan malam, kira-kira pukul 8 malam, suasana masih terang. Kan gelapnya memang baru jam 9 biasanya. Jadi menggunakan sisa hari yang masih ada, Mr. Bernard pun mengajak kami jalan-jalan ke Rotterdam. Sebetulnya besok pun kami akan mampir ke Rotterdam dalam perjalanan menuju Belgium. Tapi apa salahnya kalo malam ini bisa dicicil dulu sebagian, hehe..
Akhirnya kami mengunjungi Maas Tunnel di Rotterdam. Ini ceritanya terowongan yang ada di bawah air. Luar biasa ! Yang lebih luar biasa lagi, terowongan ini dalamnya terdiri dari 3 tingkat. Ada tingkat yang khusus untuk orang, untuk sepeda, dan untuk mobil. Wuiiih… mantap banget.
Panjangnya 585 meter, jadi ujungnya ga bakal keliatan dari ujung yang satu. Tingginya 17 meter. Dibangun tahun 1942. Untuk masuk ke terowongan ini (kami masuk ke jalur yang untuk orang tentunya), kami harus naik dan turun melalui eskalator yang curam banget dan panjang. Eskalator nya pun masih jaman kuno, pinggirnya pake kayu dan bunyi kriek kriek gitu. Terowongan pun sepi dan agak gelap. Kalo udah malem sendirian serem juga nigh. Untung aja kami ber-3, jadi ga gitu serem.
Untung juga kita kali ini kita ga ketemu orang mabok. Di Eropa cukup banyak loh orang mabok yang jalan-jalan malam hari. Waktu di stasiun Frankfurt sempat ketemu orang mabok yang lempar2 botol, serem juga. Kami langsung menghindar jauh-jauh.
Aaaah… malam sudah larut. Kami pun kembali ke rumah dan segera beristirahat, agar besok bisa punya tenaga yang “fresh” untuk petualangan yang sesungguhnya. Kenapa “sesungguhnya” ? Iya, karena selama di German dan di Belanda, kami umumnya ditemani family, jadi relative aman dan nyaman. Tetapi mulai besok, kami hanya akan berjalan berdua, bertemu orang-orang asing melalui CS dan tinggal di rumah orang-orang asing tersebut. Apalagi ini pertama kalinya kami menggunakan jaringan CS. Duuuh… harap2 cemas ini. semua transportasi pun menggunakan public transport, tidak seperti kemaren2 yang menggunakan mobil pribadi milik family kami. Ya sudah, semoga saja tidak ada masalah selama perjalanan nanti.
Bersambung ke part 3
Lihat sebelumnya di part 1
Well I really liked reading it. This post procured by you is very effective for accurate planning.
Thank you Aria. Hope this blog will help you for planning your next holiday 🙂
senang sekali membaca perjalanannya, tahun 2011 saya pernah coba backpacker ke sana sendiri hanya bisa 4 kota saja Berlin, Paris, Amsterdam dan istambul. semoga di 2014 ini bisa mengulang kembali dengan route yang lebih luas. ceritanya sangat menginspirasi, terima kasih
Ke Europe ga pernah selesai deh, pasti pengen dan pengen nambah… haha..
Seru Mba backpackerannya…apalagi ke europe 🙂
Betul, seru banget memang. Ini backpacker terlama dan paling berkesan karena stay di rumah local people. Selain itu di Eropa kemana2 mudah dan cepat, beberapa jam saja sudah pindah negara 🙂