Palembang : 28-30 Desember 2015

Prolog

Menjelang tutup tahun 2015, kami memutuskan untuk berlibur ke Palembang, ibukota propinsi Sumatera Selatan. Ada 2 alasan utama kenapa kami memilih Palembang.

Pertama, karena tiket pesawat akhir tahun ke kota ini relatif murah bila dibandingkan dengan kota2 lainnya. Pembelian tiket dilakukan melalui situs tiket.com yang sedang memberikan diskon. Lumayan, harga tiket Lion untuk ke Palembang pp tidak sampai 800 ribu per orang. Kedua, karena kami belum pernah menapakkan kaki kami di kota Palembang.

Ada apa di Palembang ? Terus terang kami juga ga tahu. Informasi melalui internet pun tidak terlalu banyak. Untuk itu kami berusaha menghubungi orang lokal Palembang melalui Couchsurfing (CS). Hasilnya, kami bisa menginap dan akan ditemani jalan2 oleh Mr. Haryadi Yansyah (Yayan), blogger http://www.omnduut.com asal Palembang, member Backpacker Dunia (BD) dan juga member CS. Cocok !

Day 1 : Go to Palembang

damriDengan pertimbangan biaya yang lebih murah dan waktu yang tersedia, kali ini kami mau mencoba naik bis Damri dari Serpong ke bandara Sokarno Hatta. Untuk area Serpong, pangkalan bis Damri ke airport, ada di dalam area WTC Serpong Matahari. Waktu operasionalnya dari Serpong ke Soeta, mulai dari jam 03.00 hingga 19.00, setiap 1 jam sekali pasti berangkat. Begitu pula sebaliknya dari airport ke WTC. Dari jam 05.00 hingga jam 22.00. Kapasitas bisnya sekitar 25 orang. Ongkosnya Rp. 40.000,- per orang sudah termasuk asuransi Jasa Raharja.

Jika mau ke airport dengan jumlah penumpang 1-4 orang, naik bis Damri masih lebih murah dibandingkan dengan menyewa mobil travel yang harganya sekitar Rp.150.000. Ongkos dibayarkan ke kondektur yang merangkap supir sebelum berangkat. Dia akan menarik ongkos dan memberikan kita karcis sebagai bukti bayar. Dia juga akan menanyakan di terminal berapa para penumpang akan turun. Selesai semua penumpang membayar, barulah dia beralih profesi menjadi supir.

Karena masih dalam suasana libur akhir tahun, maka kami menempuh waktu perjalanan 1 jam saja hingga tiba di terminal 1 keberangkatan domestik.  Jalanan ramai tapi sangat lancar. Tapi kalo hari kerja biasa mungkin bisa sekitar 2 jam. Berangkat dari WTC Serpong, menyusuri jalan raya Serpong, masuk perumahan Alam Sutera dan lanjut ke tol Jakarta Tangerang menuju tol bandara, begitulah rutenya menuju airport.

Sudah lama kami tidak berangkat dari terminal 1. Namun terlihat sudah banyak kemajuan dan fasilitas yang disediakan. Ada layar touch screen besar yang memuat informasi bandara dan penerbangan yang bisa dimanfaatkan para calon penumpang. Ada juga layar televisi yang menampilkan kondisi cuaca, kecepatan angin dan jarak pandang di semua bandara yang ada di Indonesia.

Pesawat Lion Air kami tinggal landas jam 09.15 menuju Palembang. Agak delay seperti biasa, tapi masih oke lah. Dengan perjalanan di pesawat sekitar 1 jam, tibalah kami di Bandara Internasional Sultan Mahmud Badarudin II. Nama ini diambil dari salah satu Sultan Palembang terkenal yang gigih melawan penjajahan Belanda. Fotonya ternyata terpampang di lembaran uang Rp.10.000,- Naaah… nambah wawasan kan.

Legenda Palembang di Uang Rp.10.000,-

Mengenal Palembang di Uang Rp.10.000,-

Dari airport ke pusat kota Palembang, tidak ada pilihan. Kalo tidak dijemput, ya harus naik taksi bandara. Dulu, ada Trans Musi, sejenis bis Damri ukuran sedang dari airport ke pusat kota. Mungkin karena tidak banyak peminatnya, maka sudah tidak ada lagi. Sayang sekali.. padahal kan itu bisa menghemat ongkos. Menjelang pintu keluar bandara, ada counter bertuliskan “Taksi Bandara”. Bilang saja di sana kita mau ke mana. Bayar Rp. 6.000,- untuk administrasi. Terus nanti ditunjukkan supir taksinya yang mana. Taksinya pakai argometer sih, cuma sepertinya berjalan sangat cepat. Siapin duit yang cukup deh ! Ke kota bisa sekitar 90-120 ribu, tergantung macet atau tidaknya.

Jangan lupa minta brosur pariwisata Palembang di counter dinas Pariwisata yang letaknya berbeda beberapa counter dengan Taksi Bandara. Brosurnya cukup lengkap dengan peta wisata dan informasi tempat wisata di dalamnya. Atau bisa juga buka www.palembang-tourism.com.

Ayo sekarang kita mulai menjelajah Palembang. Kota yang terkenal dengan Sungai Musi dan jembatan Ampera nya.

palembang

Sebelum ke pusat kota, kami mau jalan2 dahulu ke Taman Wisata Alam Punti Kayu. Letaknya sejalan dengan ke arah kota, sekitar 20 menit perjalanan dari airport. Wah, ternyata jalanan di Palembang macet yah. Padahal ini belum sampai di pusat kota. Jika naik taksi berhenti saja di pinggir jalan lalu menyeberang sendiri, karena lokasi Punti Kayu ada di sebelah kanan jalan. Jika taksi memutar, maka akan jadi lebih jauh, kena macet lagi dan tentunya lebih mahal.

punti-1

Taman Punti Kayu ini merupakan hutan wisata, hutan lindung sekaligus hutan kota. Bayangan kami, Punti Kayu ini adalah hutan lebat dengan pohon2 tinggi di dalamnya yang bisa untuk hiking gitu. Ternyata, ini lebih seperti taman besar atau wisata alam untuk rekreasi dan piknik. Memang banyak pohon2 tinggi jadi teduh. Mobil saja bisa masuk ke dalamnya. Ongkos pejalan kaki tertulis Rp. 12.500,- di loket, tapi kami hanya diminta membayar Rp. 10.000,- saja per orang. Aneh juga.

punti-2

Dengan luas sekitar 50 hektar, di dalam hutan ini terdapat beberapa fasilitas rekreasi seperti kolam renang, kebun binatang, tempat piknik dan lain2. Kami melihat banyak keluarga piknik di tempat2 persinggahan sambil membuka bekal piknik mereka.

punti kayu

Menurut kami hutan wisata ini kurang terawat, baik hutannya maupun fasilitasnya. Padahal sebenarnya hutan ini bisa menjadi hal yang menarik bagi pariwisata kota. Kami sempat melihat beberapa monyet yang hidup bebas di hutan ini. Walaupun ada papan peringatan agar berhati2 terhadap mereka, tetapi tampaknya malah mereka yang takut kepada manusia. Di sini juga banyak sekali nyamuk, jadi kurang nyaman.

Riverside, tempat makan di atas perahu besar yang bisa bergoyang

Riverside, tempat makan di atas perahu besar yang bisa bergoyang

Karena tidak banyak yang dapat dinikmati, akhirnya kami memutuskan keluar menuju arah kota. Kami menyeberangi jalan untuk mencari taksi Blue Bird ke arah kota. Karena Blue Bird tidak boleh membawa penumpang dari airport, maka kami dengan mudah mendapatkan taksi. Kami mau makan siang dulu aaah…sebelum lanjut jalan2. Coba di restoran River Side saja, di tepi sungai Musi. Lokasinya di area wisata BKB alias Benteng Kuto Besak. Makanan yang disajikan rata2 sea food.

Restorannya besar dan unik karena terdiri dari beberapa bagian. Ada bagian yang di daratan, ada yang menjorok ke sungai dan memang terapung2 di air. Karena ingin menikmati sensasi makan sambil bergoyang2, kami pilih di tempat yang terapung2. Walau lama2 Diana ternyata jadi pusing juga seperti gempa2 kecil rasanya. Jeff sih senang-senang saja.

Di sinilah pertama kalinya, kami melihat kemegahan jembatan Ampera dan besarnya sungai Musi. Sambil menunggu pesanan makanan datang, kami bisa melihat dengan jelas aktivitas transportasi air di sungai Musi dan arus lalu lintas di atas jembatan Ampera. Air sungai Musi coklat tapi bersih (tidak banyak sampah). Sama saja seperti di Venice dan di Melbourne yah, sungai di tengah kotanya berwarna coklat tapi sangat terkenal.

riversideMakan pindang ikan patin di Palembang betul2 nikmat. It’s a must. Selain ikannya yang enak, kuahnya itu bener2 mantap. Campuran rempah yang kuat antara asam dan pedas campur jadi satu. Apalagi disajikan di atas tungku api, jadinya tetap panas. Kami coba juga tahu khas riverside, tapi rasanya biasa saja sih, seperti tahu isi. Kelihatannya malah lebih enak kangkung seafood yang dipesan meja sebelah dan sempat nyasar di meja kami, hehe..

Selesai makan siang, kami dijemput oleh Mr. Yayan. Setelah itu, kami menjemput Tari, salah satu blogger Palembang yang sekarang tinggal di Jakarta. Rupanya dia lagi mudik sekarang. Tujuan kami adalah melihat Al Qur’an Al Akbar di Pondok Pesantren Al Ihsaniyah Gandus, Palembang. Untuk menuju ke lokasi ini tidak mudah karena tidak ada sarana transportasi umum yang memadai. Untung kami dibawa oleh warga lokal Palembang. Sip deh.

Al Qur’an Al Akbar ini menjadi istimewa karena pada saat diresmikan presiden SBY tanggal 30 Januari 2012, menjadi Al Qur’an ukiran kayu pertama dan terbesar, baik di Indonesia maupun dunia. Masuk rekor MURI (Museum Rekor Indonesia). Ukurannya 14 meter X 4,25 meter. Terbuat dari kayu asli Sumatera Selatan yaitu tembesu.

al'quran

Menariknya, kami bisa mendekati setiap papan kayu yang ada. Bisa naik dari belakang panggung. Ternyata, di belakang papan2 kayu yang terdepan, masih ada papan2 kayu yang lain di belakangnya. Sayangnya, ada beberapa ukiran yang sudah pudar maupun rusak karena mungkin sering dipegang tangan pengunjung. Tapi saat kami datang, sedang ada bapak yang kelihatannya memperbaiki dan memoles ulang kayu dan ukirannya tersebut.

mie celorSelesai dari sana, kami diajak kuliner asli Palembang, yaitu mie celor. Kami mampir di Mie Celor 26 Ilir H.M. Syafei Z di jalan KH Ahmad Dahlan no 2-26 Ilir. Celor ternyata tidak berarti telor walaupun nantinya tetap ada potongan telur rebus di atas mie celor. Celor lebih terkait dengan proses perebusan mie kuning dalam air mendidih sebagai bahan baku utamanya.

Di sini tidak ada menu lain selain mie celor. Jadi kita tinggal pesan mau berapa porsi. Untuk makanannya sendiri, mie celor mirip2 dengan mie Atep di Belitung, bisa lihat di trip Belitung 2015. Hanya saja kalo mie celor ini kuahnya lebih kental dan memenuhi seluruh piring. Porsinya juga lebih mengenyangkan. Harga per porsi Rp. 15.000,-

Setelah itu kami mampir sejenak ke dalam kompleks PT. Pupuk Sriwijaya (PUSRI) yang sangat terkenal dan menjadi kebanggaan warga Palembang. Kompleksnya sangat luas, rapi dan teratur. Bukan saja ada fasilitas produksinya, tetapi juga ada kompleks perumahan karyawan, sekolah untuk anak2 para karyawan, masjid, bank dan lain2. Kita dilarang menghentikan kendaraan di dalam seluruh jalanan area kompleks ini.

Waktu semakin sore. Kami hendak melewati jembatan Ampera, menyeberang ke arah Ulu tempat kediaman Yayan dan keluarganya. Tanpa diduga sebelumnya, ternyata kami mengalami kemacetan parah menjelang naik jembatan Ampera.  Kami terjebak dalam antrian panjang bersama2 kendaraaan lain yang mau menyeberang dari Ilir ke Ulu. Parah banget. Lebih parah daripada Jakarta ! Jarak kurang dari 1 kilometer, ditempuh hampir 1,5 jam. Di sinilah kami lihat Yayan memang seorang driver yang sabar, haha.. dia santai2 aja tuh di tengah kemacetan (atau pasrah ya, hehe ). Ga ngomel2 atau pun potong jalur. Good attitude !

Ternyata penyebabnya adalah penyempitan di atas jembatan Ampera. Ratusan kendaraan dari berbagai penjuru harus melalui jalur yang menyempit jika hendak naik jembatan. Walah ! Padahal setelah naik ke atas jembatan Ampera, lalu lintasnya relatif lancar. Jembatan Ampera ini dapat dilalui dari 2 arah berlawanan, masing2 terdiri dari 2 lajur.

Setelah menyeberangi jembatan Ampera, tibalah kita di daerah Ulu. Jika kita jalan terus setelah jembatan Ampera, kita akan melewati  fly over Jaka Baring yang langsung membawa kita ke daerah baru di mana di dalamnya juga terdapat Gelora Jaka Baring. Sedangkan kami setelah jembatan Ampera, belok ke kiri arah Plaju.

pempek santosaKami pun diajak Yayan untuk makan pempek di tepi jalan besar. Namanya Sentosa. Langganan nya Yayan. Inilah kali pertama kami makan pempek di Palembang. Di sini cara penyajian dan memakan pempek, berbeda dengan di Jakarta.

Bedanya :

  1. Di Jakarta, kadang kita makan pempek sambil diberi mie kuning sedikit beserta timun dan serundeng udangnya. Kalo di Palembang, tidak pakai mie kuning.
  2. Di Palembang, ada menu pempek campur. Pempek campur di sini disajikan dalam 1 piring. Isinya sekitar 15 butir. Macam2 pempek di dalamnya, seperti lenjer, adaan, telor. Ada juga yang baru kami coba yaitu pempek kulit (berwarna kecoklatan) dan juga pempek isi irisan pepaya. Harga semua pempek ini sama, yaitu Rp. 3.000,-. Ambil dan makan yang dimau, nanti tinggal dihitung oleh pelayan untuk menentukan harga makanan yang harus dibayar. Jadi mirip makanan Padang yah gayanya.
  3. Kalo di Jakarta, cuka pempek biasanya disiramkan ke mangkok makan pempek, tapi kalo di Palembang lain lagi. Cuka tidak disiramkan langsung ke pempek, tetapi ditaruh dalam mangkok kecil (seperti untuk tempat sambal atau kuah). Pempeknya dicocolkan ke dalamnya, baru dimakan. Kalo melihat gaya dan cara orang Palembang makan pempek, kayaknya asyik banget deh.

Selesai makan pempek, kami pulang ke rumah Yayan. Lokasinya di lorong Silaberanti, belakang rumah sakit Muhammadiyah. Lorong ? Iya, di Palembang banyak jalan kecil disebutnya lorong. Tetapi pengertian lorong tidak harus selalu jalan sempit. Tetap bisa masuk 2 mobil berpapasan.

Tiba di rumah Yayan, kami bisa menggunakan kamar tidur yang cantik sekali. Iya, lemari pakaian, tempat tidur, dan meja riasnya berukiran khas Palembang dan berwarna emas. Berasa ada di museum atau di  masa kesultanan Palembang. Keren banget !

 

Day 2 : Sungai Musi, Pulau Kemaro dan Benteng Kuto Besak

Pagi hari, kami disediakan sarapan di rumah Yayan. Salah satu menunya ya pempek. Pempek sudah menjadi makanan sehari2 yang kayanya wajib bagi warga kota Palembang. Pempek ini buatan sendiri loh, ibunya Yayan yang buat.

transmusiHari ini, dari pagi hingga siang, kami jalan sendiri karena Yayan harus menjalankan bisnisnya. Ga masalah, kami sudah biasa jalan sendiri. Petualangan dimulai dari halte Trans Musi di depan universitas Muhammadiyah. Trans Musi itu bis seperti Trans Jakarta, tapi haltenya kecil seperti halte bis biasa. Hanya dibuat lebih tinggi daripada halte biasa karena untuk jalan masuk penumpang ke bis Trans Musi. Bedanya Trans Musi tidak punya jalur khusus seperti Trans Jakarta, jadi tetap berbaru dengan mode angkutan lain di jalan. Tak lama, tibalah Trans Musi tujuan PS Mall (Palembang Square Mall).

Sang kondektur meminta ongkos sebesar Rp. 5.500,- per orang (lebih mahal dari Trans Jakarta yang hanya Rp.3.500,-) dan langsung diberikan karcisnya. Menjelang jembatan Ampera, terjadi kemacetan lalu lintas dari arah Ulu ke Ilir sesuai dengan pergerakan penduduk ke arah pusat bisnis dan pemerintahan.

Setelah 2 kali berhenti, kami tiba di halte sebelah Monpera (Monumen Perjuangan Rakyat Sumatera Selatan). Buat yang mau pindah line, silakan turun di halte transit ini dan jangan dibuang tiketnya karena masih bisa digunakan. Kami turun di sini.

Kami melintasi Monpera ke sisi samping. Ternyata belum buka, karena baru buka jam 09.00. Kami tiba terlalu cepat 10 menit. Akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke pulau Kemaro dulu. Katanya tidak afdol kalo ke Palembang kalo belum ke pulau Kemaro. Apa sih menariknya pulau Kemaro ? Pulau ini terletak di tengah-tengah sungai Musi tapi tidak pernah tergenang air.

Ada legenda kisah cinta Siti Fatimah putri raja Palembang dengan Tan Bun Ann, anak raja China yang mewarnai keberadaan pulau Kemaro ini. Di pulau ini terdapat juga kelenteng Buddha untuk tempat sembahyang. Saat Imlek dan Cap Goh Meh, pulau ini penuh dikunjungi  baik dari dalam negeri maupun mancanegara. Kata orang2 di sekitarnya, ongkos naik perahu ketek (kapal getek) atau speed boat pada saat perayaan hari raya tersebut digratiskan karena sudah ditanggung oleh perhimpunan warga Tionghoa Palembang.

Awak perahu kami siap mengantar ke Pulau Kemaro

Awak perahu kami siap mengantar ke Pulau Kemaro

Untuk pergi ke pulau Kemaro, sangat mudah. Pilihannya bisa naik kapal sekitar 30-50 menit (tergantung arus dan jalurnya) atau yang lebih cepat bisa naik speed boat sekitar 15 menit saja. Para pemberi jasa transportasi air ini, sangat banyak dan mudah ditemui di sekitaran dermaga depan Benteng Kuto Besak (BKB). Malah mereka yang menghampiri kami menawarkan jasa mereka. Karena ingin lebih lama menikmati sungai Musi, kami memutuskan untuk naik perahu ketek saja.

Setelah negosiasi harga, akhirnya kami naik kapal dengan tarif Rp. 150.000,- pulang pergi. Harganya per perahu, tidak peduli berapa jumlah penumpangnya. Kalo mau lebih murah tarifnya, cobalah naik dari Pasar 16 Ilir, dari situ bisa dapat di harga Rp.100.000,- Selama kita berkunjung di pulau Kemaro, mereka akan menunggu kita. Ongkos dibayar setelah kita tiba kembali ke dermaga depan BKB.

Selama menyusuri sungai Musi menuju pulau Kemaro, banyak hal menarik yang bisa dilihat. Di sisi kiri, tidak jauh setelah melewati kolong jembatan Ampera, ada Pasar 16 Ilir yang besar. Di sungai terlihat kapal2 tongkang pengangkut batu bara dan kapal2 pengangkut pupuk urea milik PT. Pusri.

Seperti banjir di Jakarta yah, hehe.. padahal ini di tengah sungai Musi

Seperti banjir di Jakarta yah, hehe.. padahal ini di tengah sungai Musi

Eeeh.. lucu nih. Ada SPBU terapung milik penduduk setempat (bukan Pertamina) untuk pengisian bahan bakar kapal. Kami sempat mampir ke situ karena perahu kami perlu isi bensin dulu. Ada juga Klinik Terapung Musi, tempat pelayanan kesehatan masyarakat. Jadi klinik itu mengangkut tenaga medis beserta peralatannya dan akan bergerak menuju tempat-tempat di Palembang yang belum terjangkau oleh jalur darat. Mantap !

Ada klinik terapung

Ada klinik terapung

Terlihat pula aktivitas warga masyarakat yang tinggal di bantaran sungai Musi. Mereka memanfaatkan keberadaan sungai Musi untuk memenuhi aktivitas mereka. Menjelang pulau Kemaro, di samping kiri terlihat kawasan pabrik PT. Pusri yang sangat besar dan panjang.

kemaro4Menurut informasi tukang perahu kami, pembangunan terus diperluas dan sudah mencapai tahap 6. Selain memuat pupuk melalui jalur darat, ternyata PT. Pusri juga memanfaatkan sungai Musi sebagai sarana transportasi untuk mengangkut pupuk mereka. Kami sempat melihat proses muat pupuk urea ke atas kapal laut milik PT. Pusri dan mencium bau amoniak yang cukup menyengat hidung menjelang lokasi produksi mereka.

Tak lama setelah melewati PT. Pusri, terlihat pulau Kemaro dari kejauhan. Kelenteng dengan dominasi warna merah dan menara temple yang menjulang tinggi, membuat pulau ini menjadi mencolok di tengah2 sungai Musi. Tiba di pulau ini, ternyata tidak sesepi yang kami pikir. Ada beberapa fotografer menjual jasa mereka berupa foto langsung jadi. Ada juga warung-warung yang menawarkan makanan dan minuman.

kemaro6

Ukuran kelenteng dan pelatarannya tidak terlalu luas. Pengunjung tidak boleh masuk ke dalam kelenteng karena memang bukan objek wisata melainkan untuk beribadah. Jadi kami hanya bisa melihat2 dari luarnya saja.

kemaro7

Kami berjalan ke arah menara temple yang menjulang tinggi di belakang kelenteng. Didominasi warna merah namum minim detail arsitektur yang menarik. Hanya keberadaan 2 patung naga di atas pegangan tangga menuju menara yang cukup menonjol.

kemaro8

Menara inipun juga tidak boleh dimasuki pengunjung. Kami jadi bingung. Mau ngapain ya di pulau ini. Semua ga boleh masuk. Lihat pengunjung lain rata2 ya pada piknik atau foto2. Akhirnya kami beristirahat sejenak di salah satu warung dan menikmati sebutir kelapa muda dengan harga Rp. 10.000,-

kemaro9

Tidak sampai 1 jam lamanya, kami sudah selesai menikmati pulau Kemaro ini. Buat kami sih lebih seru wisata sungai Musi nya daripada pulau Kemaro nya. Jadi bila ada tempat yang bisa dikunjungi selain pulau Kemaro dalam perjalanan ber-perahu, misalnya mengunjungi kampung nelayan atau berhenti klinik terapung, tentunya akan jauh lebih menarik.

kemaro10

Kembali ke dermaga BKB, artinya kembali ke hulu sungai Musi. Perahu kami melawan arus sungai sehingga beberapa kali perahu sempat bergoyang2 dengan kerasnya. Air sungai pun beberapa kali muncrat ke dalam perahu.

museum badarudinSetelah tiba di dermaga BKB dan membayar ongkos, maka kami berjalan kaki ke arah Museum Sultan Mahmud Badaruddin II (Museum SMB II) yang letaknya di samping BKB. Bentuk museumnya berarsitektur Belanda yang menarik.

Tiket masuk Museum SMB II ini Rp. 5.000,- per orang. Koleksi museum cukup beragam dan menarik. Di sini kami baru mengetahui bahwa Palembang menjadi satu-satunya kota tertua di Indonesia yang memiliki “akte kelahiran” yang dipahatkan pada prasasti Kedukan Bukit. Ada juga benda2 arkeologi seperti prasasti Talang Tuo. Jadi inget pelajaran sejarah dulu di SD nih..

Sultan Mahmud Badaruddin II memimpin perang laut terbesar di Nusantara antara tahun 1821-1823. Pada akhirnya, tahun 1823, institusi kesultanan Palembang dihilangkan oleh pemerintah kolonialis Belanda dan beliau diasingkan ke Ternate hingga akhir hayatnya. Untuk menghargai jasa2nya, maka wajah Sultan Mahmud Badaruddin II ini menghiasi mata uang RI nominal Rp. 10.000,-. Di baliknya ada gambar rumah limas yang merupakan rumah adat Palembang. Tanpa kami rencanakan, ternyata kami bisa berfoto bersama rumah limas tersebut loh di Palembang… dibaca terus ya..

Di sini cukup banyak yang bisa dipelajari mengenai Palembang. Ada informasi mengenai budaya Palembang, pelaminan dan baju tradisionalnya, sejarahnya, dsb. Ada juga informasi mengenai makanan khas Palembang, seperti Celimpungan dan Burgo. Nah, jadi penasaran pengen coba ah…

museum2

Selesai dari Museum SMB II, kami lanjut ke arah Benteng Kuto Besak (BKB) yang kesohor itu. Tapi waktu mendekati gerbang utamanya, kok banyak aktivitas TNI AD di dalamnya. Saat kami bertanya ke petugas jaga di situ, ternyata BKB ini masih dipakai untuk kegiatan militer aktif, bukan tempat wisata.

kutobesakPara wisatawan hanya bisa beraktivitas maupun berfoto di sekitar dinding benteng. OK, baru ngerti deh sekarang. Bayangannya, kami bisa masuk dan merasakan suasana benteng kota. Ternyata salah paham nih.

Di salah satu ujung benteng, terdapat tap water atau yang di situ disebutkan Kran Air Siap Minum milik PDAM Palembang. Bisa diakses oleh seluruh warga. Keren. Jadi buat yang butuh minum gratis, bisa ambil di sini ya. Isi botol2 kalian sampai penuh 😉

Untuk makan siang, kami pergi ke seberang jalan. Ada Ampera Convention Centre, milik pemerintah kota. Di dalamnya ada beberapa restoran dan fast food terkenal yang ada di Jakarta. Seperti KFC, J-Co dan sebagainya. Hm.. masa makan fast food yah. Akhirnya kami memilih restoran Padang, paling engga masih terasa suasana Sumatera nya gitu. Ternyata ini Resto cabang dari Bintaro Tangerang ! Hahaha… Baru buka sekitar 3 mingguan, sehingga di akhir bill, kami mendapat discount 5%. Lumayan.

Monpera

Monpera

Setelah perut kenyang, kami melanjutkan wisata kami ke Monpera, yang tadi pagi kami datangi belum buka. Tiket masuknya Rp. 5.000,- per orang. Museum ini terdiri dari 8 lantai berbentuk seperti menara. Tidak ada lift untuk naik hingga ke lantai paling atas. Pengunjung harus naik tangga yang cukup terjal, hati-hati yah.

Koleksinya cukup minim. Ada sedikit koleksi senapan yang digunakan saat perang melawan penjajahan Belanda. Sisanya hanya foto2 reproduksi dokumentasi mengenai tokoh2 perjuangan kemerdekaan Palembang semasa perjuangan melawan penjajahan Belanda. Informasi foto2nya pun kurang memadai. Semuanya tersebar di setiap lantai tapi tidak menarik. Hanya seperti pajangan biasa saja.

Tibalah kami di lantai paling atas. Di lantai ini, kami lanjut naik tangga yang nyaris tegak lurus ke atap Monpera. Tiba di atap, terlihat pemandangan 360 derajat kota Palembang termasuk jembatan Ampera dan sungai Musi yang bisa dinikmati. Ya hanya itu saja. Itu pun dalam kondisi atap yang tidak lurus yah melainkan miring. Jadi tidak nyaman untuk kami. Apalagi atap tersebut tidak luas. Saat kami naik, sudah ada 2 gerombolan anak muda yang asik nongkrong di situ. Jadi kami sulit bergerak deh.

 

Tangga dan lubang menuju rooftop Monpera.

Tangga dan lubang menuju rooftop Monpera.

Menurut kami, museum ini tidak terlalu worth untuk didatangi. Yang menarik buat anak muda mungkin area rooftop nya untuk nongkrong2. Tapi secara umum museum ini sulit diakses oleh orang yang usianya sudah tidak muda lagi serta yang memiliki keterbatasan fisik karena bentuk dalamnya.

Karena hari masih siang dan kami baru ketemu Yayan sore hari, maka kami memutuskan untuk melihat sisi modern kota Palembang. Yup, kami pergi naik taksi ke Palembang Icon (PI), salah satu mall terbesar dan terbaru di kota ini. Ternyata PI merupakan mall modern. Gerai kopi internasional, butik2 fashion, tempat2 makanan, bahkan bioskop yang ada di Jakarta, ada di sini semua. Berasa kayak berada di salah satu mall mewah di Jakarta.

Di PI kami mendatangi food court yang terletak di lantai paling atas. Berharap menemukan makanan Palembang terkenal di sini. Betul saja, di sini kami bisa menemukan martabak HAR yang paling terkenal di seantero Palembang. Diklaim merupakan cabang dari Simpang Sekip, salah satu yang katanya paling orisinil.

Saat tanya penjaganya di situ, katanya yang paling digemari adalah menu martabak nasi. Padahal dalam bayangan kami, martabak HAR itu adalah martabak telur. Tapi karena rekomendasi si pelayan, akhirnya kami pesan martabak nasi + ayam (goreng). Harganya Rp. 40.000,- belum termasuk tax. Bayarnya pakai kartu (kayak di beberapa food court di Jakarta). Kami menunggu 10 menit.

Martabak Har dan Pempek Wawa

Martabak Har dan Pempek Wawa

Begitu selesai dan ada di depan kami, barulah kami mengerti dan mengetahui apa yang dimaksud dengan martabak nasi + ayam ini. Jadi, kulit martabak membungkus nasi gurih (kami ga tau campuran rempah apa) dan ada 1 potong ayam goreng dengan bumbu rempah yang sudah meresap, serta kentang goreng. Terus ada semacam kuah kari yang bisa dituangkan ke atas martabak. Di sampingnya ada acar timun, acar nanas, dan juga potongan cabe rawit. Rasanya ? Uenaaak.

Selama di PI, ternyata hujan cukup lebat di luar. Untung kami di dalam mall yah. Setelah hujan reda, kami jalan kaki ke Palembang Square (PS), yang letaknya tidak jauh dari PI. Di sini ada Trade Center besar seperti yang ada di Jakarta. Di basement, kami melewati kedai pempek Wawa. Ternyata di sini kami bisa menemukan beberapa varian makanan lokal yang tidak ada di tempat lain.

Jadi dari awal datang ke Palembang, Diana sudah siap2 menikmati celimpungan di tempat pempek. Celimpungan itu pempek yang diberi kuah santan. Dulu teman kerja Diana yang asal Palembang pernah buat celimpungan. Diana doyan banget. Tapi cari2 di Jakarta ga ada tuh yang jual celimpungan. Eh.. ternyata di Palembang pun di hari 1 kami tidak menemukan tempat pempek yang jual celimpungan. Menurut Yayan memang sulit cari celimpungan, karena itu makanan rakyat jelata. Halaaaah.. lidah ini memang lidah rakyat jelata kok.

Nah, pas di pempek Wawa ini, kami tanya apakah di situ ada celimpungan. Ternyata ada. Horeeee ! Ternyata bukan saja celimpungan, tetapi ada juga laksan, lakso dan burgo, variasi pempek yang semalam sempat Yayan ceritakan kepada kami dan juga disebutkan di museum.

Kami pun pesan celimpungan dan burgo. Celimpungan berbentuk bakso bulat dengan kuah santan berwarna kuning yang gurih. Sedangkan burgo berbentuk roll tepung berwarna putih (mirip kwetiauw digulung2) yang tidak ada rasanya sama sekali dengan kuah santan berwarna merah yang gurih, tapi kalah gurihnya dari kuah celimpungan. Di sini, bisa juga pesan bawa ke luar kota. Kalo mau tahu lebih lengkap, ada websitenya : www.pempekwawa.com

Keluar PS, kami sudah dijemput Yayan. Malam ini kami mau makan di Kampung Kapitan, restoran besar yang terletak di tepian sungai Musi. Hanya ada 2 resto besar di tepi Musi yang saling berseberangan. River side di sebelah Ilir dan Kampung Kapitan di sebelah Ulu.

malamKami parkir mobil di area BKB. Ternyata kalo menjelang malam, suasana di area BKB sangat ramai oleh aktivitas warga. Bahkan waktu kami datang sedang ada panggung musik. Ramai sekali suasananya. Banyak pedagang makanan dan mainan anak. Para muda mudi duduk2 santai menikmati suasana sungai Musi. Ada juga pengamen yang menghibur dan meramaikan suasana.

Ada kendaraan hias berbentuk mobil tetapi pakai tenaga kaki alias harus dikayuh. Menariknya, kendaraan2 ini dihiasi dengan lampu2 di sekeliling bodynya. Kami pernah lihat juga yang seperi ini di Pakuwon Surabaya (baca perjalanan kami di Surabaya). Biayanya Rp.15.000,- untuk sekali putar mengelilingi BKB.

Dari area BKB ini, terlihat sangat jelas jembatan Ampera yang sudah dihiasi dengan aneka lampu warna warni yang cantik. Di tepi sungai, ada beberapa perahu yang dijadikan warung makan. Menunya ya sebagian besar pempek. Pengen coba, tapi karena mau makan di Kampung Kapitan, ga jadi deh. Ntar kekenyangan.

ampera-nightUntuk ke restoran Kampung Kapitan ini, ada 2 cara. Karena restoran ini ada di bagian Ulu, kita bisa parkir mobil langsung di depan restorannya. Tapi kami pilih cara yang kedua yang lebih menarik yaitu naik perahu dari dermaga dekat River Side (bagian Ilir). Ongkosnya gratis. Cuma agak sulit menemukan lokasi dermaganya. Untung Yayan berbaik hati menelepon restorannya dan mencari tahu di dermaga mana kami harus naik.

Betul saja. Kami harus melewati daerah yang agak gelap untuk menemukan dermaga perahu yang akan membawa kami menyeberang. Kalo tidak sama orang lokal, pasti kesulitan untuk menemukannya.

Akhirnya kami menyeberang menggunakan perahu dari bagian Ilir ke Ulu, sambil menikmati suasana sungai Musi yang sudah sepi aktivitasnya di malam hari dan jembatan Ampera yang memancarkan warna2 meriahnya.

kapitan

Restoran Kampung Kapitan menyajikan menu yang mirip dengan River Side, tapi lokasinya lebih dekat ke jembatan Ampera. Tempat duduk di restoran ini, sebagian besar diatur sedemikian rupa sehingga para pengunjungnya bisa melihat langsung jembatan Ampera. Kami pun memilih tempat duduk yang open air dan paling dekat dengan jembatan Ampera. Jadi bisa foto2 dengan latar belakang jembatan Ampera di waktu malam. Cantik ya, seperti Golden Gate di Amerika nih. Hehe..

Selesai makan, kami diseberangkan kembali ke bagian Ilir tapi tidak ke dermaga tempat berangkat tadi melainkan langsung ke Ampera Convention Centre. Di sini Yayan membantu kami mendapatkan foto2 cantik dengan back ground jembatan Ampera. Terima kasih ya pak fotografer !

Lovely night @ Musi

Lovely night @ Musi

 

Day 3 : Museum Balaputra Dewa & Jakabaring

Sarapan di rumah Yayan agak berbeda kali ini. Ada jajanan lokal yang kami sempat coba. Ada roti goreng isi parutan kelapa dengan gula merah. Ada juga yang disebut kroket, padahal kulit tepungnya seperti kulit pisang goreng dan isinya seperti risoles. Lucu ya, kita bisa menyebut nama snack yang sama tapi tampilannya beda.

Hari ini kami mau pergi ke museum Balaputra Dewa karena direkomendasikan oleh Yayan. Tidak direncanakan sebelumnya. Untuk pergi ke sana, kami kembali naik Trans Musi dan berhenti di perhentian terakhirnya di PS Mall. Dari situ kami lanjut naik taksi buat ke museum tersebut. Ternyata museum tersebut letaknya tidak jauh dari Punti Kayu, tempat pertama yang kami datangi di hari pertama. Kalo tahu dari awal, mungkin kami bisa menggabungkannya agar tidak bolak balik.

Museum Bala Putra Dewa

Museum Bala Putra Dewa

Tiket masuknya Rp. 2.000,- per orang. Wow… Sangat murah! Area museum ini besar sekali dibandingkan museum yang kemarin kami kunjungi. Koleksi museum ini pun jauh lebih bagus dan lebih lengkap. Mulai dari koleksi peninggalan jaman megalithikum berupa batu2 besar – beberapa di antaranya berbentuk satwa atau manusia, koleksi filologika (naskah kuno), koleksi kerajinan, kerajinan tenun, sampai seni ukir Palembang yang terkenal. Sangat direkomendasikan untuk bisa berkunjung ke sini saat berada di Palembang.

Saat asyik mengamati koleksi museum, tiba2 kami disapa oleh seseorang yang ternyata adalah crew Sriwijaya TV, saluran televisi lokal Palembang. Dia sedang mengadakan liputan di museum ini dan meminta waktu kami untuk bersedia diwawancarai. Akhirnya Jeff yang diwawancara, sementara Diana mengambil foto proses pengambilan gambar dan wawancaranya.

Diwawancara oleh TV lokal Pelembang, Sriwijaya TV.

Diwawancara oleh TV lokal Pelembang, Sriwijaya TV.

Saking semangat dan groginya, pas ditanya sudah main kemana saja di Palembang, tiba2 Jeff jadi blank. Udah kemana aja ya ? Haha.. kacau. Ga bakat jadi artis ini memang. Yang disebut kayanya tempat2 yang malah ga penting gitu. Tapi yang penting senyum terus deh.. Over all Jeff menyatakan bahwa pariwisata di Palembang sudah bagus ! Itu mewakili suara pengunjung dari Tangerang yaa… Asiik… akhirnya masuk TV juga nih, sayang kami ga bisa lihat tayangannya. Mungkin yang tinggal di Palembang dan lihat liputannya boleh comment ya 😉

Koleksi yang paling dibanggakan oleh museum ini adalah Rumah Limas (sebagian menyebutnya Rumah Bari) yang merupakan Rumah Tradisional Palembang. Lokasinya di taman bagian paling belakang museum.

Rumah limas ini diabadikan oleh Bank Indonesia pada mata uang Rp. 10.000,- di balik foto pahlawan nasional asal Palembang, Sultan Mahmud Badaruddin II. Jadi kalo ke sini jangan lupa bawa uang Rp. 10.000,- agar bisa foto bersama model aslinya. Jadi ingat waktu kami ke Li River, berfoto bersama uang 20 RMB dengan back ground lokasi sebenarnya (baca trip Guilin China 2015).

Rumah Limas yang ada di di uang Rp.10.000,-

Rumah Limas yang ada di di uang Rp.10.000,-

Koleksi rumah limas ini milik Pangeran Syarif Abdurrahman Al Habsi yang dibangun tahun 1830. Tahun 1930 diletakkan di jalan Rumah Bari Kotamadya Palembang. Baru pada tahun 1985, dipindahkan lagi ke  museum ini. Rumah ini berbentuk rumah panggung. Terdiri dari 2 bangunan terpisah yang dihubungkan dengan jembatan. Bangunan pertama untuk aktivitas keluarga. Bangunan kedua untuk menerima tamu.

Menurut staf museum di situ, rumah tersebut mampu menampung hingga 8 keluarga sekaligus. Di bagian depan rumah, ada pintu kipas. Hebatnya, pintu ini memiliki 2 fungsi sekaligus yang bisa digunakan pada waktu yang berbeda. Bisa menjadi bagian dari atap rumah jika dinaikkan ke atas, biasanya saat ada acara-acara besar sehingga bisa menampung banyak tamu. Bisa menjadi dinding rumah untuk keperluan sehari-hari atau saat hujan turun. Sangat fungsional !

limas2

Dinding, lantai, dan atap rumah seluruhnya terbuat dari kayu. Interiornya campuran antara gaya Tiongkok dan Palembang. Ada juga pelaminan pengantin Palembang. Yang menarik di depan pelaminan tersebut ada timbangan pengantin. Di satu sisi timbangan terdapat Al Qur’An. Nah, pada upacara pernikahan adat Palembang, maka tangan kedua mempelai diletakkan bersama2 di sisi yang berlawanan dengan sisi yang terdapat Al Qur’An. Setelah posisi keduanya seimbang, maka kedua mempelai mengucapkan janji pernikahan.

Bagian dalam Rumah Limas

Bagian dalam Rumah Limas

Di samping pelaminan, ada kamar pengantin yang interiornya berwarna-warni cerah dengan budaya Tiongkok yang sangat terasa. Pokoknya harus lihat rumah limas ini jika berkunjung ke Palembang. Ga bakal menyesal deh !

Sebelum meninggalkan museum, kami menemui Ibu Diah Anggraini, kepala bagian pelayanan dan penyajian museum. Kami direkomendasikan oleh Yayan untuk bertemu dengan beliau. Kami berbincang banyak hal terkait museum selama lebih dari 1 jam. Ternyata beliau lulusan UGM (Universitas Gajah Mada) jurusan sejarah.

Isi Museum Bala Putra Dewa tentang kebudayaan Palembang

Isi Museum Balaputra Dewa tentang ukiran dan kebudayaan Palembang

Baru kali ini, kami bertemu dengan seseorang yang memiliki passion luar biasa untuk museum di Indonesia, terutama museum Balaputra Dewa ini. Beliau menceritakan suka dukanya mengelola museum terutama untuk menarik minat pengunjung. Bahkan beliau sempat memberikan wawasan bagaimana penempatan display koleksi museum dapat memberikan kesan yang berbeda kepada pengunjung.

Saat ini Mbak Diah sudah menyadari peran para blogger untuk mempromosikan pariwisata termasuk museum. Sepertinya terprovokasi oleh Yayan nih sebagai blogger Palembang yang sudah memuat mengenai Rumah Limas melalui blog nya, hehe..

Apalagi kesadaran pengunjung lokal di museum masih sebatas tempat untuk eksis. Maksudnya, benda koleksi museum dijadikan objek foto bersama pengunjung tanpa peduli mengenai sejarah atau latar belakang dari koleksi museum tersebut. Hal ini lumayan mengganggu kenyamanan kami saat berkunjung ke museum2 di Palembang. Padahal, dari museumlah kita bisa belajar banyak mengenai peradaban manusia sampai bisa seperti sekarang ini.

Isi museum mengenai sejarah dan perdaban manusia

Isi museum mengenai sejarah dan perdaban manusia

Selesai berkunjung, kami harus jalan kaki dari museum ini menuju jalan besar dan kemudian menyebrang jalan. Agak bingung dengan rute Trans Musi di sini, padahal ada haltenya. Tapi kok tujuannya tidak familiar ya. Untuk amannya lebih baik tunggu taksi saja deh. Ternyata kami harus menunggu 30 menit lebih. Taksi jarang lewat dan yang lewat semua penuh, tumben. Padahal selama ini di Palembang sangat mudah mendapatkan taksi. Kami minta diantar ke tempat makan pempek merk Candy yang ada di pusat kota.

Akhirnya kami diantarkan ke samping Rumah Sakit Charitas. Pempek Candy merupakan salah satu merk yang paling banyak cabangnya di kota Palembang. Di restoran ini, ada cuka pempek yang dimasukkan dalam dispenser minuman seperti kalo orang breakfast di hotel. Jadi bisa all u can eat untuk cuka pempek, haha..

candy

Kami pesan model, pempek baso berkuah mirip tekwan tapi basonya isi tahu. Enak, kaya baso tahu kuah di Jakarta/Bandung ! Pelayan di sini juga menyajikan satu piring dengan 4 macam makanan. Bisa diambil jika mau, dan bayar sesuai yang diambil saja. Dari piring ini, kami mencoba otak2 ikan (mirip seperti di Jakarta) dan pentol ikan (mirip sate lilit khas Bali). Dua2nya enak. Selain itu kami pesan es kacang merah, rekomendasi pelayan di situ.

pempekcandy

Oya, baru kali ini kami melihat pempek lenjer raksasa yang begitu besar dan panjang. Ternyata di Palembang yang namanya lenjer itu memang besar, lalu saat akan digoreng baru dipotong-potong. Beda yah dengan di Jakarta 😉

Berbagai macam pempek

Berbagai macam pempek

Di dalam restoran ada jasa titipan paket untuk pengiriman ke luar kota. Karena Jeff mau membawakan pempek untuk keluarga di Bandung, lebih baik pakai jasa paket saja. Kirim siang ini, esok hari sudah sampai di Bandung. Sebelum masuk dus untuk dikirim lewat paket, pempek dibalur dengan tepung aci atau minyak agar tetap menjaga kualitasnya saat tiba di tujuan. Ternyata pempek ini berat juga loh. Berat 2 lenjer + 10 pempek kapal selam berikut cukanya saja sudah 3 kg ! Kalo pengiriman kan hitung per kg, nah mesti waspada ya.. Jangan sampai biaya kirim lebih mahal daripada harga pempeknya sendiri, hehe..

Selesai makan, kami dijemput oleh Yayan untuk jalan2 lagi. Surprise ! Di dalam mobil sudah ada kantong kertas coklat besar berisi kerupuk dan kemplang. Ternyata dibelikan oleh Yayan untuk kami bawa pulang. Ya ampuuun… baik hati sekali.

Selain itu, di dalam mobil sudah ada mas Jimmy, seorang fotografer yang juga senang traveling, teman lama Yayan. Dia sempat traveling ke Nepal, satu bulan sebelum Nepal dilanda gempa besar. Di perjalanan kami berempat asyik sharing mengenai pengalaman traveling masing2.

Siang ini, kami menuju kawasan Jaka Baring yang terletak di bagian Ulu. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah masjid Ceng Ho. Walaupun namanya Ceng Ho, ternyata tidak ada hubungannya sama sekali dengan sejarah panglima Cheng Ho yang terkenal itu. Hanya penggunaan nama saja.

Mesjid Ceng Ho yang ga ada hubungan sama sekali dengan Ceng Ho

Mesjid Ceng Ho yang ga ada hubungan sama sekali dengan Ceng Ho

Arsitekturnya cukup standar dengan warna merah yang dominan menghiasi bangunan mesjid. Menariknya karena fungsi sebagai mesjid tapi arsitektur mirip temple/kelenteng kali ya. Dua menara mesjidnya mirip eksteriornya dengan yang di pulau Kemaro.

stadionPerjalanan kami lanjutkan ke area stadion Gelora Sriwijaya Jaka Baring. Tempat ini sudah pernah dipakai untuk PON dan Sea Games. Sekarang sedang berbenah untuk menyambut Asian Games ke-18 tahun 2018 bersama-sama dengan Jakarta. Yang sedang dibangun adalah 4 stasiun LRT agar memudahkan masyarakat mencapai area ini.

Selain stadion utama, banyak venue lain yang tersebar seperti untuk olah raga menembak, renang, dan tenis lapangan. Ada juga wisma atlet yang sempat membuat heboh karena menjadi berita korupsi itu. Banyak venue2 yang merupakan sumbangan dari perusahaan2 besar di Palembang.

Area Jaka Baring ini sangat luas. Ada taman dan danau buatan di dalamnya. Alhasil, banyak warga memanfaatkannya untuk berekreasi bersama keluarga, sekedar untuk piknik atau berolahraga.

Setelah itu lanjut ke daerah Bagus Kuning. Kami mampir sejenak ke dalam perumahan Pertamina Bagus Kuning. Dari sini, kami bisa melihat betapa dekatnya pulau Kemaro dari fasilitas Pertamina. Namun jarang transportasi penyeberangan ke pulau Kemaro. Kalaupun ada, harganya sama saja dengan naik dari dermaga dekat Kuto Besak.

makamDari sana, kami berpindah lagi ke makam keramat Ratu Bagus Kuning. Menurut legenda, Ratu Bagus Kuning adalah penyambung risalah Rasullah melalui para wali untuk menyebarkan agama Islam di daerah Batanghari Sembilan pada abad ke-16. Ratu Bagus Kuning tidak pernah menikah. Beliau pernah bertanding dengan siluman kera dan para siluman kera itu mengalami kekalahan. Karena kalah, siluman kera bersumpah keturunannya akan menjadi pengikut setia Ratu Bagus Kuning. Oleh karena itu, di sekitar makamnya, terdapat kera2 yang beraktivitas. Konon, hingga saat ini, jumlah kera2 tersebut tidak pernah kelihatan bertambah banyak. Mereka dianggap sebagai pengawal Ratu Bagus Kuning.

Selesai wisata sejarah, kami mau jajan dulu ya. Ternyata tidak jauh2 dari situ tempatnya. Ada kedai baso Solo Rasa Sikam, langganan keluarga Yayan. Yang jualnya wong Solo. Rasanya memang enak. Cocok buat snack sore hari. Hebatnya tempat ini masuk dalam Palembang  Tourism Map !

Nyobain baso solo di Palembang

Nyobain baso solo di Palembang

Selesai makan baso, kami mengarahkan perjalanan ke bandara karena malam ini kami mau pulang ke Jakarta. Tadinya sebelum ke bandara, kami mau mampir ke Kampung Kapitan, yang letaknya di belakang restoran Kampung Kapitan. Namun karena kondisi jalanan yang macet, ga jadi deh.

Berbagai oleh2 khas Palembang

Berbagai oleh2 khas Palembang

Mampirnya ke pempek Candy di dekat bandara saja, beli pempek untuk dibawa ke Jakarta. Tidak sampai 5 menit, pempek siap dibawa. Mereka sudah terbiasa melayani pesanan untuk dibawa.

Sampai bandara internasional SMB II, kami tidak bisa langsung check in. Di sini ternyata check in berdasarkan jam keberangkatan. Namun, karena kami hanya membawa tas dalam kabin, kami bisa check in walau belum waktunya. Kalo bawa bagasi, harus tunggu sesuai jadwal.

Ada beberapa toko makanan maupun souvenir di sini. Ada sih kedai pempek Beringin di sini, tapi tempat duduknya hanya sedikit sekali dan penuh orang. Ga jadi deh makan pempek terakhir kali. Jadinya sambil menunggu jadwal keberangkatan, kami duduk2 santai di dalam salah satu kedai kopi yang agak kosong.

Penerbangan kami terlambat 30 menit dari jadwal dan merupakan penerbangan terakhir malam ini dari bandara. Setelah semua penumpang pesawat kami masuk gate, maka petugas bagian x-ray dan toko2 pun langsung tutup.

Pesawat yang membawa kami mendarat di airport Soekarno Hatta dengan disambut hujan deras. Tidak ada garbarata sehingga penumpang turun dan langsung naik bis. Ternyata pesawat mendarat di terminal 3, bukan di terminal 1 kedatangan domestik. Alhasil, kami berputar cukup lama untuk tiba di terminal 1.

Berakhirlah perjalanan kami di Palembang. Sekarang, jika orang2 bertanya ada apa di Palembang kami akan persilakan melihat uang Rp.10.000,- dan tulisan di blog ini. Terbukti, Palembang bukan cuma punya pempek, tapi sejarah dan budaya yang luar biasa sampai dijadikan gambar di mata uang negara kita.

Saat ini, kota Palembang sendiri sudah menjadi kota metropolitan yang mirip Jakarta dengan hadirnya berbagai mal dengan tenant bergengsi. Berperahu di sungai Musi pun sensasinya hampir sama dengan bergondola di Venice loh..

Masalah keamanan ? Ga usah kuatir. Selama kita tetap waspada, rasanya aman-aman saja. Bahkan kami merasa orang-orang di Palembang sangat ramah dan helpful terhadap turis. Jadi, jangan ragu untuk berkunjung ke Palembang ya !

 

Epilog

Ada beberapa hal yang bisa menjadi catatan :

  • Kendaraan dari Bandara ke kota, memang hanya terbatas Taksi bandara. Namun jika sudah sampai kota, bis Trans Musi bisa menjadi alternatif selain taksi Blue Bird. Sayang, kami tidak memiliki peta Trans Musi yang lengkap sehingga hanya tahu rute Plaju hingga PS mall. Selebihnya kami tidak tahu. Untuk bus kota dan angkot kami tidak mencobanya.
  • Pempek, Sungai Musi, dan Jembatan Ampera. Tiga hal inilah yang nampaknya paling pas menggambarkan kenangan orang tentang Palembang. Tapi jangan lupa dengan uang Rp.10.000,- dan mampirlah ke Museum Balaputra Dewa serta berfotolah dengan Rumah Limas yang ada di lembaran uang itu.
  • Sungai Musi dan jembatan Ampera merupakan nadi perekonomian masyarakat Palembang. Sungai Musi membelah kota Palembang menjadi 2 bagian. Bagian Ulu dan bagian Ilir. Bagian Ilir melingkupi airport, pusat aktivitas bisnis dan pemerintahan. Tidak ketinggalan juga pabrik pupuk Pusri yang menjadi kebanggaan masyarakat Sumatera Selatan. Bagian Ulu melingkupi Plaju (ada kilang Pertamina) dan juga Jakabaring, area yang dipersiapkan untuk event2 olahraga bertaraf nasional dan internasional. Yang sudah pernah dilaksanakan di sini adalah PON 2004, Sea Games, dan yang akan datang adalah Asian Games 2018 yang menjadi tuan rumah bersama Jakarta.
  • Pengeluaran kami yang paling besar adalah untuk sewa kapal ke pulau Kemaro. Karena itu jika memungkinkan cobalah untuk janjian rame2 ke pulau sehingga ongkosnya bisa dibagi-bagi. Tapi kalo mau sensasi berduaan juga boleh sih, jadinya seperti kami, rogoh kocek mesti lebih dalam. Pengeluaran termurah adalah biaya masuk museum. Sementara untuk makanan, paling mahal adalah di 2 restoran besar tepi Sungai Musi : Riverside dan Kampung Kapitan. Standar harga Jakarta deh. Selebihnya tergolong murah.

Jika di pulau Jawa, kita makan pempek sebagai makanan ringan dan sesekali saja, di sana orang bisa makan pempek di pagi (untuk sarapan), siang dan malam hari. Setiap hari dan sepanjang tahun. Hampir semua keluarga di sana bisa membuat pempek.

Dahulu bahan baku utama pempek adalah ikan tenggiri dan ikan Belida. Namun sekarang rata-rata dibuat dari ikan tenggiri dan ikan gabus. Jumlah ikan belida yang makin sedikit, membuat pempek Belida makin sulit dicari dan harganya lebih mahal.

Banyak merk pempek yang terkenal seperti pempek Candy, Vico, Wawa, Beringin, dll. Mengenai yang paling enak, tergantung selera masing2. Rasa cukanya juga berbeda2, ada yang manis dan ada yang lebih pedas. Kalo ga mau repot silakan mampir ke mall PS. Mampir di pempek Wawa dan cobalah menu pempek yang tidak umum di Jawa seperti celimpungan, burgo, laksan, lakso, dsb.

 

Saran Itinerary Singkat (baca : semalam) di Palembang

Hari 1 : tiba di bandara pagi hari, lalu ke Museum Bala Putra Dewa. Dari situ ke mall PI (Palembang Icon) dan PS (Palembang Square), makan siang pempek Wawa atau martabak Har atau keduanya. Habis itu ke area Benteng Kuto Besak. Masuk Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, lalu nyebrang dan menikmati  Sungai Musi sambil santai2 hingga nanti lampu jembatan Ampera mulai menyala. Romantis deh…uhuy !

Hari 2 : Pagi hari berperahu menyusuri Sungai Musi hingga ke Pulau Kemaro. Piknik di sana. Pulang dari situ bisa pilih mau wisata kuliner atau melihat arena olah raga di Jakabaring atau ke tempat Al’quran raksasa itu. Sore hari belanja oleh2 dan pulang.

Our memory of Palembang

Our memory of Palembang, thanks Yayan…

Categories: 2015-2019, INDONESIA, Sumatera | Tags: , , , , , , , , , , | 10 Comments

Post navigation

10 thoughts on “Palembang : 28-30 Desember 2015

Comment navigation

  1. mantab ini.. 3 hari langsung ngabisin semua objek wisata di kota… keren lah…
    bisa dijadikan referensi ini… saya baru sempet ke Museum SMB II aja.. yang laen belum.. he

  2. Fito

    keren nyian… 👍
    secara wong Plembang bae idak ngider seperti Jeff dan Diana, biasoLah ngeri kaLu bejaLan kearah Musi.. banyak bandit.. 😦
    sayang idak mampir ke mie Aloi asLinyo, biso kenaLan Langsung samo si ncek bekaos obLong “swan”, masih kurang.. Lain kaLi mesti mampir ke daerah Sayangan, es Mamat, dan mungkin bLusukan pasar Cinde.. 😊
    btw.. bangga dengan kaLian teLah mengkupas museum2 yang ada di Plembang..

  3. Wow komplet abis hehe. Cocok banget itinnya bagi orang yang mau mengunjungi Palembang. Ditunggu kedatangannya kembali ya, tahun 2018 deh, biar gak kena macet lagi hahaha

  4. Ari

    Mbak mas kalu makan pempek sambil pake mie kuning, timun, udang kering dan potongan tahu goreng itu dipalembang namanya rujak mie hhe.

    • Ini Ari adiknya Yayan yah ? Wah, pas di sana ga tau ada yang namanya rujak mie. Tau gitu nyobain yah.. Ayo ke Jakarta, biar ngerasain pempek yang di sini.

  5. Diah Anggraini D

    Jeff…Diana….thanks atas tulisannya ya…..semoga ini dapat menjadi inspirasi buat wisatawan nusantara berkunjung di Palembang…..
    Ditunggu kehadiran kalian lagi….banyak event yg sedang kami siapkan….

    By the way….sejak kapan saya jadi Kepala Museum…..salah bro…tugas sy di bagian pelayanan dan penyajian…..

    Once again….thanks for all yaaa…😄😄😄😄😄

    • Eitss… mbak Diah udah langsung comment nih. Maaf ya atas kesalahan tulisnya, sudah kami edit, semoga sudah benar ya. Sip, ditunggu undangannya kalo ada event di Palembang 😉

Comment navigation

Leave a reply to Diah Anggraini D Cancel reply

Blog at WordPress.com.