Semarang : 16-18 Februari 2018 (part 1)

Prolog

Kali ini ada liburan long weekend, dimana Jumat adalah hari raya Imlek atau tahun baru China. Kesempatan untuk jalan2 lagi nih. Kami pun memilih kota Semarang sebagai destinasi liburan kali ini, karena kota ini terkenal dengan semarak dan kemeriahannya saat perayaan imlek berlangsung. Jadi ingin tahu, seperti apa sih keramaian di sana. Diana hanya pernah 1 kali ke Semarang, yaitu saat tugas kantor tahun 2001. Wow, 17 years ago. Sedangkan Jeff malah sama sekali belum pernah mengunjungi Semarang. Sip, mari kita menjelajah Semarang.

Tiket pesawat Jkt-Semarang menggunakan Citilink seharga 590 ribu per org. Kami pilih ini karena merupakan penerbangan paling pagi dari Jkt. Bisa sampai Semarang pukul 6 pagi, jadi puas ! Tiket pesawat Semarang-Jkt menggunakan Lion Air seharga 575 rb per org. Semuanya sudah termasuk bagasi 20 kg per org, cuma kami tidak gunakan sama sekali. Kami hanya bawa 1 koper kabin dan 1 ransel saja biar ringkas.

Untuk akomodasi kami memilih hotel Ibis budget yang terletak di Jl. Tendean. Lokasinya strategis dan murah. Booking melalui tiket.com pas ada promo diskon 100 ribu, jadi dari 500 ribuan akhirnya hanya bayar 400 ribuan untuk 2 malam. Sudah termasuk sarapan. Sebelum pergi, kami pun sempat mencari-cari teman jalan orang lokal Semarang melalui Couchsurfing dan mendapat respon yang hangat dari Ms.Lia. Kami rencananya akan bertemu dan jalan bareng.

 

Day 1

Kami pergi ke Semarang kali ini naik Citilink yang terbang dari bandara Halim Perdanakusuma. Kami baru pertama kali ini berangkat dari bandara Halim. Dari rumah berangkat jam 3 subuh. Jadwal pesawat jam 05.15 take off tepat waktu. Rencananya kami tiba di Semarang jam 06.20, tapi ternyata sebelum jam 06.00 pesawat sudah landing. Baru kali ini naik pesawat dan tiba kepagian, haha.. keren !

Tiba di Semarang

Pengalaman pertama menjejakkan kaki di bandara Ahmad Yani Semarang, ternyata kecil juga bandaranya. Katanya sih sedang ada pembangunan bandara baru yang akan beroperasi di tahun 2018 ini juga. Semoga segera selesai ya.

Untuk keluar dari airport ini, selain dijemput, adalah naik taksi. Hanya ada satu perusahaan taksi khusus bandara. Keluar terminal, silakan belok ke kiri. Di sana ada loket antrian untuk bayar tiket naik taksi. Di loket, sebut saja tujuan kita mau ke mana. Nanti petugas loketnya akan menyebutkan nominal tertentu, kalo kami ke Hotel di Jl. Tendean bayarnya Rp 50.000. Nanti akan dapat struk dengan tulisan tangan yang perlu ditunjukkan kepada sopir taksi.

Taksi di sini berupa sedan warna putih, plat nomor kuning namun tidak ada papan lampu di atas mobilnya. Tidak ada juga tulisan “taksi” di pintu bagian supir dan penumpangnya. Hanya gambar pesawat dan tulisan Bandara International Ahmad Yani.

Perjalanan dari airport ke hotel kami, Ibis Budget Tendean sangat cepat, sekitar 15 menit saja. Keluar dari airport masih terlihat persawahan, unik ya. Jalanan juga sepi, mungkin karena masih pagi dan juga hari libur. Sampai di hotel masih jam 6 pagi lebih sedikit. Jika mau check in saat itu juga bisa tapi  bayar tambahan Rp. 150.000. Tentu ga mau lah ya.. Jadi mereka menawarkan early check-in. Bisa masuk kamar jam 10 pagi. Wah belum pernah kami dapat early check in hotel sepagi itu. Biasanya paling dikasi masuk jam 12-an. Jempol dah buat hotel Ibis Budget Semarang.

Sekarang titip koper dulu di receptionist. Berhubung kami belum punya orientasi tentang Semarang, kami coba jalan2 dulu di area sekitar hotel. Ternyata di seberang ada hotel Novotel. Dekat ke mal Paragon dan juga dekat gereja yang hari Minggunya kami mau beribadah. Ada juga es krim Zangrandi yang terkenal di Surabaya itu. Cabangnya di Semarang ternyata juga dekat hotel. Ok, cukup orientasinya seputar hotel. Sekarang langsung jalan saja ke tempat2 wisatanya.

 

Ada 2 tempat yang jam 7 pagi sudah buka, yaitu Lawang Sewu dan Kelenteng Sam Poo Kong. Akhirnya kami cari taksi Blue Bird yang mangkal dekat hotel. Tujuan kami adalah kelenteng Sam Poo Kong, kelenteng terbesar dan paling terkenal di Semarang. Pas juga nih sama Imlek, jadi pengen tau suasananya seperti apa. Perjalanan ke Sam Poo Kong hanya sekitar 10 menit dengan kondisi jalanan lengang.

Sampai di Sam Poo Kong, suasana sudah terlihat mulai ramai. Loket tiket dibuka sekitar jam 7 lebih. Harusnya tiket weekend untuk dewasa adalah Rp.8.000/ orang – Tapi karena hari ini Imlek, harga tiketnya khusus Imlek, yaitu Rp. 15.000 / orang. Wah..wah… aji mumpung banget ya.

Kelenteng ini dulunya merupakan tempat persinggahan Laksamana Cheng Ho yang termasyhur itu saat berada di Semarang. Kelenteng Sam Poo Kong saat ini dikelola oleh Yayasan Kelenteng Agung Sam Poo Kong. Di kompleks ini ada satu Panggung Utama dan 4 kelenteng berbagai ukuran. Namun yang menonjol di sini adalah patung Laksamana Cheng Ho besar yang terbuat dari emas dan perunggu.

Di panggung utama sudah terlihat hiasan menyambut hari raya Imlek. Di sepanjang jalan menuju panggung utama terdapat deretan tenda penjual makanan. Tenda2 makanan ini hanya ada pada saat hari raya saja. Disediakan juga tempat berfoto dengan kostum tradisional China bagi yang berminat.

Kami sempat melihat ritual yang melibatkan orang beratraksi menggunakan bendera, liong (naga), barongsai dan satu boneka raksasa (mirip ogoh2 di Bali). Mereka melakukan ritual dengan berhenti di depan masing2 kelenteng yang ada di situ dan seperti sembahyang bergantian.

Sarapan dulu ah di tenda makanan yang berjejer di situ. Belum semuanya buka karena masih pagi. Akhirnya kami memilih sate ayam Ponorogo seharga Rp. 22.000 dan pecel Ponorogo seharga Rp. 15.000. Enak banget loh !

Jika kita mau masuk ke area dalam masing2 kelenteng itu, maka kita harus bayar lagi sebesar 20 ribu per org. Hm.. kami sih ga mau sembahyang dan ga mau bayar tambahan lagi. Jadi kami hanya foto2 kelenteng itu dari depan pagar dan menikmati saja beberapa pertunjukkan di panggung utama. Sudah puas bisa menikmati kemeriahan dan keramaian Imlek di kelenteng ini.

Museum Ranggawarsita

Kami pun lanjut ke museum Ranggawarsita (dibaca : Ronggowarsito). Lokasinya tidak jauh dari Sam Poo Kong, persis berada di depan jalan arah Bandara. Kali ini kami coba pakai taksi online. Tapi entah mengapa, di halaman luar Sam Poo Kong sinyal hp mendadak bermasalah. Akhirnya kami menghentikan taksi ekspres yang kebetulan lewat. Argo ga jauh2 dari 10 ribuan juga. Murah ya.

Di halaman museum ini ada bis pariwisata bertingkat, namanya si Kenang, yang akan mengelilingi objek2 wisata di kota Semarang. Gratis. Untuk weekend, ada 4 kali keberangkatan : pk. 08.00, 11.00, 15.00 dan 17.00. Sayangnya khusus hari Imlek ini, si Kenang diliburkan karena sudah dipesan untuk rombongan. Bis beroperasi kembali hari Sabtu besok hari. Jadi sistemnya loket buka jam 7 pagi untuk ambil karcis semua jam keberangkatan. Agak ga efisien ya, kalo naik jam 8 wajar ambil karcis jam 7 pagi. Tapi kalo antri jam 7 pagi dapatnya untuk jam 11 misalnya. Kan jadi aneh ya, masa musti bolak balik 2x.

Terus petugasnya nambahin, kalo weekend sebaiknya antri dari jam 5 pagi. Karena kalo datang baru jam 6, pasti udah ga dapat. Astaga, jadi ada kemungkinan ga dapat karcis juga. Betul2 ga masuk akal. Hanya untuk naik bus gratis keliling Semarang, yang kalo kita jalanin sendiri juga bisa dengan harga ga sampe 50 ribu per org, harus antri dari subuh, itu pun bisa jadi harus bolak balik ke lokasi museum ini karena belum tentu dapat karcis yang pagi. Harga bolak balik museum bisa jadi hampir 50 ribu sendiri. Ga worth it lah yauw ! Daripada begini, turis tidak diuntungkan, lebih baik dibuat berbayar saja lah. Jadi ga kaya begini system antrinya. Sayang sekali, bus untuk tujuan meningkatkan pariwisata kota Semarang tapi tidak menarik sistemnya bagi wisatawan.

Kami pun kembali ke tujuan awal, masuk museum. Bayar tiket Rp 4.000,- per orang. Bangunannya sudah tua, terdiri dari beberapa gedung yang masing2nya ada 2 lantai. Beberapa di antaranya sambung menyambung. Cukup besar dan memuat banyak hal yang menurut kami menarik. Masalahnya tidak ada petunjuk arah yang jelas di sini, hingga kami sempat bolak balik melewati bagian museum yang sama. Lalu kondisi museum seperti terlantar, ada atap yang bocor, ada bagian yang gelap, AC tidak dinyalakan, sehingga menjadi kurang nyaman.

Hanya sedikit sekali pengunjung yang berpapasan dengan kami. Sepertinya kondisi museum di Indonesia rata2 begini ya. Sepi. Padahal barang2 yang dipamerkan cukup bagus dan unik. Mulai dari jaman purbakala hingga masa perang kemerdekaan yang ada di propinsi Jawa Tengah. Jadi ingat pelajaran jaman SD tentang ditemukannya fosil manusia purba Sangiran : Homo Erectus, Meganthropus Paleojavanicus, dsb.

Selain fosil purba, ada juga dipamerkan aneka batuan berharga, patung/arca, replika candi Borobudur dan Prambanan, sampai diorama jaman perang kemerdakaan dan replika tandu pangeran Diponegoro. Ada juga replika bangunan rumah adat, perabotan khas Jawa Tengah, berbagai budaya dan juga baju adat pengantin khas Jawa Tengah.

Yang menarik di sini, ada satu ruangan yang isinya berupa perhiasan jaman kerajaan yang terbuat dari emas. Pintunya tertutup dan ditambah dengan pintu teralis. Awalnya kami lewat saja, tapi ditunjukkan oleh petugas di situ bahwa kami bisa masuk. Oh walaupun pintunya tertutup, namun tidak terkunci. Ruangannya kecil dan AC nya nyala. Lumayan bisa ngadem di sini sambil mengagumi berbagai pernak pernik kerajaan dan perhiasan emas yang berasal dari jaman dulu.

Berkunjung ke museum ini, mengingatkan kami saat berkunjung ke museum Adityawarman (atau museum Nagari Sumatera Barat di brosur pariwisata) di Padang yang juga menunjukkan sejarah Sumatera Barat. Cuma di sana sudah bisa dikemas supaya menarik bagi wisatawan, bisa baca di trip Minangkabau (2013). Jadi tampaknya tiap propinsi memiliki museum propinsi di ibukota masing-masing.

Setelah 1 jam lebih keliling museum, kami kembali ke hotel untuk check in. Untung bisa early check-in jam 10 pagi. Pas waktunya. Kamarnya cukup kecil tapi nyaman. Jika hanya untuk tidur malam hari sih lebih dari cukup. Tempat untuk mandi berupa shower terpisah dari toilet. Wastafel berada di area tengah. Setelah basuh2 muka sejenak, kami lanjutkan perjalanan hari ini. Masih pagi nih soalnya, masih bisa banyak acara.

Ibis Budget Jl. Tendean

Mulai wisata kuliner yuuk. Kami mau ke Toko Oen yang ada di jalan Pemuda Semarang. Orang-orang bilang jauh, tapi setelah dicek, ternyata jaraknya hanya 1 km dari hotel. Jalan kaki santai saja sekalian lihat suasana kota Semarang. Dalam 15 menit, kami sudah tiba Toko Oen. Beraksitektur Belanda dengan dominan warna hijau pada pintu dan daun jendela. Di dalamnya ada meja makan, bisa makan berat dan juga jual berbagai kue kering, mirip seperti di toko2 jaman Belanda yang ada di Bandung juga.

Toko Oen

Di sini kami memesan menu snack special Oen : kroket Toko Oen (Rp. 11.000), Risoles  Toko Oen (Rp. 11.000), Lumpia Goreng Toko Oen (Rp. 15.000), Oens Frozen Cappucino (Rp. 35.000) dan es krim Oens Symphony (Rp.39.000). Rasanya biasa saja ya menurut kami. Lumpia nya malah kurang enak.

Icip2 di Oen

Selesai makan di Toko Oen, kami pindah ke tempat makan berikutnya yaitu lumpia Mbak Lien. Lokasinya beda 2 gang dari Toko Oen. Sangat jelas petunjuknya, dominasi warna kuning. Di mulut gang, ada gerobak lumpia Mbak Lien buat yang mau bawa pulang, tapi kalo mau makan, ada tempat makannya di dalam gang.

Tempatnya tidak luas. Kalo makan, apalagi jam makan siang, harus antri atau berbagi tempat dengan pengunjung lain. Di sini ada beberapa variasi lumpia. Kalo selama ini hanya dikenal lumpia basah dan lumpia goreng, di sini ada lumpia teppan – yaitu dipanggang. Selain itu isinya juga ada seafood (kepiting), jamur, mozzarella dan smoked beef. Kami suka yang smoked beef goreng dan lumpia teppan. Variasi harga lumpia di sini antara Rp. 14.000 hingga Rp. 30.000 tergantung isinya. Selain lumpia, di sini juga dijual berbagai oleh2 makanan titipan dari tempat lain.

Lanjut lagi, kami menyeberang ke depan lumpia Mbak Lien. Ada pusat belanja Pasaraya Sri Ratu. Menariknya, saat Imlek ini digelar Festival Kuliner Imlek. Di dalamnya ada puluhan penjual makanan. Nah, tempat makanan pork dan non-pork dipisah dan sudah ada tandanya sehingga tidak perlu khawatir salah tempat.

Festivak Kuliner Imlek

Pas imlek, cobain yang pork deh. Biar senada. Di sini Jeff coba Grilled Pork Bacon Ice Cream ! Rasanya seru : es krim vanilanya manis, dikasi daging bacon yg gurih asin dan ditambah saos coklat sundae yang manis. Rasanya nano-nano deh. Harganya Rp. 25.000. Kalo Diana coba Moy Pig Chew kalo yang kami lihat serupa dengan nasi bakmoy yang kami pernah tahu di Bandung. Isinya ada daging suwir babi, enak. Harga per porsi Rp. 20.000.

Sudah kekenyangan nih sekarang. Kami lanjut jalan2 ke Lawang Sewu, ikon kota Semarang yang sangat terkenal karena arsitekturnya. Tiket masuknya Rp. 10.000 per orang. Ternyata Lawang Sewu ini milik PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP Semarang. Isinya pun difungsikan sebagai museum Kereta Api.

Suasana siang itu sangat ramai oleh pengunjung. Sesuai dengan namanya, lawang =  pintu, dan sewu = seribu dalam Bahasa Jawa, pintu di bangunan ini sangat banyak walaupun katanya jumlahnya tidak sampai seribu buah. Ruang2 dalam gedung ini yang sambung menyambung dengan frame pintu yang panjang, menjadi objek potret pengunjung.

Walaupun banyak ruangan, namun hanya sedikit yang di dalamnya dijumpai benda koleksi. Sisanya ruangan kosong melompong. Lawang Sewu ini dulunya terkesan angker, jadinya lalu direnovasi dan sekarang sudah berkurang kesan angkernya. Ada kaca patri yang indah peninggalan jaman Belanda. Ada juga penjara bawah tanah yang terkenal menyeramkan itu. Beberapa tahun lalu penjara itu pernah dibuka untuk umum, namun sekarang kembali ditutup. Sayang deh, jadinya kami ga bisa masuk. Kita juga bisa naik ke bagian atapnya yang mengagumkan karena tidak ada tiang penyangga untuk bentangan atapnya.

Di dalam Lawang Sewu disediakan guide gratis. Jadi mereka akan bercerita dari ruangan ke ruangan. Yang tertarik bisa mengikuti dan mendengarkan. Jika ingin memisahkan diri juga tidak masalah. Bagus juga ya untuk edukasi masyarakat. Jadi datang tidak hanya foto2 saja, tapi tau sejarahnya juga.

Sekitar 1 jam di sini, kami lalu keluar dan belok ke kiri, yaitu jalan Pandanaran, pusatnya oleh2 Semarang. Kami menuju toko Bandeng Juwana Elrina yang lokasinya di Jl. Pandanaran no 57. Jalan kaki 10 menit dari Lawang Sewu. Jualan utamanya tentu saja bandeng yang katanya didatangkan dari daerah bernama Juwana. Macam2 olahan bandeng dijual di sini. Ada counternya dan nanti akan dibantu oleh petugas di sini. Selain bandeng, banyak pula oleh2 makanan lainnya di sini.

Jam 16.00 kami janjian bertemu dengan 2 teman baru kami di Semarang yaitu Lia, CS Semarang, dan Erina, CS Medan, yang sedang studi di Semarang. Kami ketemuan di lobby Novotel yang ada di seberang hotel kami. Dari Novotel kami diajak ke PELANGI Café di jalan Singosari Raya. Makanan andalannya adalah Cheese Chiffon Cake yang memang enak banget ! Kami ngobrol santai sambil menunggu waktu malam tiba karena kami mau pergi makan malam di Semawis yang terkenal itu.

Cheese Chiffon Cake yg enak banget

Pasar Semawis atau dikenal juga Waroeng Semais adalah pasar malam yang lokasinya terletak di jalan Gang Warung, pecinan Semarang. Sudah ada sejak tahun 2004 dan digagas oleh perkumpulan Kopi Semawis (Komunitas Pecinan Semarang untuk Pariwisata). Buka hanya malam hari, di hari Jumat, Sabtu, dan Minggu. Mulai sekitar jam 18.00 saat pasar Semawis digelar, maka jalan Gang Warung ditutup dan mobil tidak boleh masuk lagi. Silakan parkir di pinggir jalan besar dan langsung bayar parkir Rp. 5.000.

Wah, sepanjang kiri kanan jalan banyak sekali tukang makananan. Baik halal maupun non halal. Baik tradisional maupun internasional. Lengkap deh. Jeff menemukan makanan khas Semarang bernama pisang plenet. Plenet sendiri artinya menekan sesuatu hingga pipih. Yang kami makan adalah pisang plenet pak Tuko yang katanya sudah ada sejak tahun 1960 dan sekarang dikelola oleh generasi ketiga. Pisang yang digunakan adalah pisang kepok. Pisang dibakar di atas arang dan dibolak balik. Setelah matang, pisang diangkat dan ditekan menggunakan 2 papan tipis. Setelah itu, barulah dilapis topping sesuai selera. Ada coklat, kacang, keju dll. Kami pesan rasa coklat keju. Harganya per porsi Rp. 12.000. Bentuk dan rasa mirip pisang coklat keju di Jakarta, hanya pisangnya tidak dipipihkan.

Sepanjang jalan2 di Semawis, cuaca kurang bersahabat. Gerimis kecil mengiringi kami. Kadang kecil, kadang membesar. Repot memang jika hujan, karena jalanan nya sendiri tidak ada tendanya. Tenda hanya untuk masing-masing tempat makan saja. Akhirnya ketika hujan mulai lebat, kami memutuskan mampir ke RM Toba (Toraja Batak) yang menyediakan makanan non halal. Sekalian makan sekalian berteduh juga.

Kuliner Semawis

Disebut Toraja Batak karena menunya sebenarnya makanan asal Toraja tapi yang makan banyak orang Batak. Lucu juga. Demikian keterangan dari mas yang mengelola tempat itu. Kami pesan menu Babi panggang. Rasanya enak sekali, dagingnya sangat empuk dan manis. Rasanya mirip daging panggang madu gitu. Harga per porsi Rp. 30.000 sudah termasuk nasi putih.

Selesai makan, hujan ternyata makin deras. Tunggu ditunggu, tidak kunjung berhenti. Dari kami berempat, hanya 1 satu orang yang membawa payung. Nungguin ojek payung ga datang2 nih. Tiba2, ada satu becak kosong yang membelah jalanan yang sudah becek oleh air hujan. Seperti berkat yang diturunkan tiba2 oleh malaikat, maka kami langsung memanggil bapak tukang becak tersebut. Oke, Jeff dan Diana berduaan naik becak, sementara Lia dan Erina pake payung berduaan. Kami menuju tempat mobil Lia tadi parkir.

Jadi juga nih kami naik becak, setelah sekian lama ga naik becak. Malah rasanya kami belum pernah deh naik becak berdua. Haha.. Kali ini naik becak ditengah hujan deras dimana semua mata pengunjung semawis seperti memandang sirik pada kami. Becaknya ditutup plastic di depannya, sehingga kami tidak kehujanan sama sekali. Banyak pengunjung yang meminta tukang becak memanggil teman2nya, ada juga yang meminta tukang becak nanti kembali lagi setelah mengantar kami. Wah, bakal panen nih tukang becak nya.

Tarif hingga ujung gang Rp. 20.000 tanpa bisa ditawar. Iyalah, satu2nya becak yang beroperasi di tengah hujan. Pasti jual mahal, ga ada saingan, malah dibutuhkan banyak orang. Buat kami juga harga segitu ga masalah, bagi-bagi rejeki lah. Selama perjalanan pulang ke hotel sampai malam hari hujan tetap deras. Malah di beberapa jalan terdapat genangan air yang cukup dalam karena tidak ada drainase yang memadai. Semoga besok cuaca lebih cerah, karena Lia mau mengajak kami jalan2 ke perkebunan kopi di luar kota Semarang. Wah… menarik banget.

 

Berlanjut ke trip Semarang (part 2)

Categories: 2015-2019, ASIA, INDONESIA, Java, Jawa Tengah | Tags: , , , , , | 3 Comments

Post navigation

3 thoughts on “Semarang : 16-18 Februari 2018 (part 1)

  1. Review jujur banget ini! Hihi malah saya suka. Di bagian bus kenang emang kok mba saya aja orang semarang belum pernah naik. Sangat menyebalkan caranya kalau harus 2x bolak balik hanya untuk naik bis. Semoga armadanya ditambah jadi ga seantri ini

    • Kami kalo nulis blog apa adanya kok, hehe.. ga ada pesan sponsor. Sebetulnya bus keliling begitu ga usah dibuat gratis, bayar saja turis mau kok. Ya, semoga terus berkembang ya pariwisata di Semarang 😉

  2. Banyak wisatanya ternyata di Semarang ya :).

We love your feedback !

Create a free website or blog at WordPress.com.