Karena ada libur 17 Agustus hari Jumat, tapi hari Minggu nya kami ada sudah ada jadwal lain, jadilah kami mencoba memanfaatkan kesempatan yang ada. Berangkat jumat subuh dan kembali sabtu malam. Lumayan dapat 2 hari. Tujuan kali ini adalah Makassar atau Ujung Pandang, karena kami belum pernah ke tempat ini dan ingin tahu ada apa saja ya di tempat tersebut ?
Hari Pertama
Pergi dengan maskapai Batik Air, masih satu grup dengan Lion Air, namun lebih bagus. Penerbangan ini membawa juga penumpang yang akan melanjutkan perjalanan ke Sorong, Ambon, Palu, dan kota2 lain. Makassar memang menjadi hub untuk penerbangan di daerah Indonesia Timur. Ada 12 seat untuk Business Class (dapat welcome drink dan handuk hangat). Tapi yang economy class seperti kami pun dapat fasilitas yang bikin surprise, yaitu dapat sarapan. Bisa memilih antara nasi kuning atau bihun goreng. Minumannya air mineral yang dituang ke gelas plastik (bukan gelas mineral water). Yang kedua adalah layar TV di depan kami untuk fasilitas entertainment. Untuk domestik, rasanya hanya maskapai Garuda yang menyediakan layar TV seperti ini. Ada berbagai film, musik, keren lah. Hanya saja tidak disediakan fasilitas ear phone. Jadi penumpang harus bawa sendiri atau silakan lihat film bisu, lumayan daripada ga ada, hehe..
Tiba jam 9 pagi di Bandara Udara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar. Ini kedua kalinya kami mendarat di Makassar. Tapi yang pertama kali, hanya transit saja di atas pesawat, tidak turun ke terminal. Waktu itu kami hendak ke Manado (lihat trip Manado-Bunaken 2016). Bandara ini, sebenarnya berlokasi di kabupaten Maros, bukan kota Makassar. Masih sekitar 30 km lagi ke Makassar. Bisa lewat jalan biasa atau jalan tol. Kami sendiri dari bandara memilih untuk langsung menuju tempat wisata di Maros.
Untuk jalan2 hari ini, kami sudah janjian dengan mba Elly Sjam, kenalan dari grup fb Liburan Murah yang bersedia mengantar kami. Untuk menuju penjemputan penumpang, begitu pintu keluar, langsung belok kanan dan mengarah ke bawah. Ternyata mba Elly membawa teman yang juga suka jalan2, namanya mba Yanti. Asik, jadi punya 2 guide orang Makassar.
Rammang Rammang
Pertama kali, kami mau jalan ke Rammang Rammang, sebuah Kampong Karst yang terletak di jalan raya Maros-Pangkep. Jaraknya sekitar 33 km dari airport Hasanuddin. Di tengah jalan, mba Yanti mengajak mampir di salah satu rumah makan yang menjual coto Makassar. Coto Makassar adalah daging / jeroan sapi dengan kuah cair dari tumbukan kacang tanah goreng yang dihaluskan. Jadi bukan santan dan tidak kental. Dimakan dengan ketupat yang bungkusnya bukan pake daun kelapa / janur tapi daun pandan, jadi warnanya hijau bukan coklat, unik. Kali ini kami ditraktir mba Yanti, makasih ya mba.
Perjalanan sempat menyusuri arah pabrik semen Bosowa. Rammang Rammang di desa Salenrang ini, merupakan gugusan karst yang mencakup kabupaten Maros dan Pangkep. Sudah menjadi objek wisata sejak tahun 2007 dan ditetapkan menjadi Taman Nasional Geopark di Indonesia sejak tahun 2017 oleh Komite Nasional Geopark Indonesia dari kementerian ESDM dan akan didaftarkan ke UNESCO sebagai warisan budaya dan tempat bersejarah.
Objek wisata utama di Rammang Rammang ini adalah Desa Berua. Untuk mencapai desa ini, kami harus menaiki perahu bermotor milik penduduk setempat. Ada 2 titik dermaga, yaitu dermaga 1 yang berada persis di pinggir jalan besar dan dermaga 2 yang harus melewati jalan kecil berliku cukup jauh ke dalam. Kami dibawa ke dermaga 2 karena katanya bayar perahu dari titik ini lebih murah daripada dari dermaga 1. Harga sewa perahu standar dan resmi, tertulis di spanduk. jadi cukup nyaman untuk pengunjung.
Dari dermaga 2 harganya sbg berikut :
- Jumlah 1-4 orang : Rp. 200.000,- per perahu
- Jumlah 5-7 orang : Rp. 250.000,- per perahu
- Jumlah 8-10 orang : Rp. 300.000,- per perahu
- Liputan / pre wedding : Rp. 350.000,- per perahu
Jenis dan ukuran perahunya berbeda-beda, tapi pastinya perahu kayu bermotor. Bayarnya langsung ke tukang perahunya dan tanpa bukti pembayaran. Nanti mereka akan menurunkan kita di desa Berua dan akan menunggu selama kita beraktivitas di sana. Sebelum naik perahu, ada info mengenai alur perjalanan dan lokasi desa Berua. Ada juga souvenir gantungan kunci dan sewa topi caping seharga Rp. 5.000,-
Perjalanan menyusuri sungai menuju desa Berua sekitar 15 menit. Di kanan kiri ada hutan bakau, pohon enau, dan ada juga batu2 karang/karst yang menarik. Air sungai ini air payau, percampuran air tawar dan air laut. Akhirnya kami tiba di ujung sungai ini. Mentok, tidak bisa ke mana2 lagi. Jadi semua penumpang perahu pastinya harus turun di sini. Untuk masuk, kami harus membeli tiket masuk seharga Rp. 5.000,- per orang dan mengisi buku tamu. Di loket tiket ini juga sudah disediakan souvenir gantungan kunci dan fridge magnet dengan gambar Rammang Rammang
Desa Berua adalah desa wisata. Di sini tinggal penduduk setempat, lengkap dengan hamparan sawah, hewan ternak dan kolam ikan. Malah beberapa penduduk membuka warung di rumahnya untuk para turis. Capung di sini berwarna-warni loh, cakep. Petunjuk arah juga cukup jelas, walau ada yang suka salah-salah. Misalnya gua kingkong di tengah jalan berubah jadi goa kingking. Gua berlian jadi diamon (bukan diamond).
Namun secara umum sudah cukup siap untuk jadi tempat wisata international. Banyak bule loh yang kami jumpai di sini. Untuk mencapai area2 ini, sangat disarankan memakai sepatu hiking yang nyaman. Pemandangan bukit karst begini mengingatkan kami dengan keindahan alam di China. Saat itu kami juga menyusuri sungai Li di Guilin dan sungai Yulong di Yangshuo untuk menikmati bukit karst. Bisa lihat di trip China 2015. Jauh lebih bagus di China sih, tapi kalo yang belum ke China ya bolehlah lihat yang ini dulu.
Tiga lokasi yang kami kunjungi :
- Padang Ammarung : untuk berjalan ke sini jalanannya berbatu-batu dan sedikit menanjak. Kami sempat makan kelapa muda di salah satu warung dengan harga Rp. 15.000,- per butir. Tidak ada apa2 di sini, hanya hamparan batu2 yang luas dimana kita bisa melihat gunung batu karst di kejauhan.
- Gua Kingkong : di beberapa petunjuk, arahnya menuju Situs Pasaung. Menjelang gua, kami ditemani oleh seorang ibu yang tampaknya memang menjadi pemandu di situ. Dia menunjukkan bagian batu yang menyerupai wajah king kong. Di dekatnya ada 2 batu yang mana ada seperti tapak tangan/kaki berwarna merah yang diduga menjadi jejak pra sejarah. Tidak ada gua sebenarnya di sini, hanya stalaktit dan stalagmit
- Gua Berlian : lokasinya termasuk yang paling jauh dan ada di atas bukit karst. Kami harus membayar Rp. 20.000,- per kelompok, ke ibu yang menjaga di bawah. Nanti di atas, sudah menunggu seorang pemandu. Di sini ada karst berbentuk gajah. Ditunjukkan pula kepada kami karst yang mempunyai fosil pecahan kerang laut. Jadi diduga, dulunya air laut setinggi gua Berlian ini.
Nah di sini baru ada yang menarik, yaitu kami betul2 masuk gua, tepatnya naik ke lubang yang konon dulunya ada pertapa di sini. Sayangnya di sini sangat gelap. Hanya ada satu penerangan yaitu senter dari si pemandu itu. Untuk menuju lubang, sudah disediakan tangga kayu semi permanen dan 2 utas tambang. Wah buat grup pecinta alam, pastinya sangat mudah untuk naik ke atas. Buat yang awam kayak kami, perlu sedikit perjuangan. Lubangnya lumayan sempit, badan Jeff pas2an deh tuh. Sampai di atas lubang, ada batu yang menyerupai pertapa. Ada juga beberapa stalagtit yang jika dipukul dengan jari akan mengeluarkan nada berbeda-beda seperti alat musik. Selain itu ada stalagtit besar yang berkelap kelip ketika diberi cahaya. Jadi memang disebut gua berlian karena stalaktit nya mengandung bahan berkelip ketika diberi cahaya, tapi bukan mengandung berlian sehingga mudah pecah.
Kami tidak menyangka butuh waktu sangat lama untuk menjelajahi Desa Berua Rammang Rammang ini. Dari perkiraan 1-2 jam, jadi lebih dari 3 jam. Padahal masih banyak tempat wisata di kawasan Geowisata Rammang Rammang ini. Jadi selain Desa Berua, ada beberapa titik lagi yang sebetulnya bisa dijelajahi. Butuh seharian kalo mau explore semuanya.
Dari desa Berua ini, kami naik perahu lagi ke arah dermaga 2, tapi dilewatin lagi sedikit dan diturunkan di dermaga Rammang Rammang Ecolodge & Café. Ada tempat makan (menu standard) dan 8 lodge buat menginap. Tanpa AC jadi back to nature ceritanya. Pesan makan di sini walau hanya nasi goreng, butuh waktu 30 menit untuk menunggu masakan terhidang. Wow banget ya. Ini menghabiskan waktu, sebaiknya bawa bekal saja lain kali.
Selesai makan, kami kembali ke dermaga 2 menggunakan perahu. Habis waktu 4 jam lah untuk satu tempat wisata ini. Gawat, sudah jam 3 sore nih. Masih ada 2 tempat lagi. Keburu ga ya ?
Kami pun meluncur menuju Leang Leang, sebuah situs pra sejarah lainnya. Sebenarnya jaraknya hanya sekitar 6 km. Namun hari ini karena bertepatan dengan perayaan hari kemerdekaan RI, ada lomba gerak jalan yang memakai jalur yang sama dengan jalur mobil. Alhasil, jarak sekitar 6 km, ditempuh dalam waktu 1 jam lebih. Kami pun juga ternyata tidak bisa masuk situs pra sejarah Leang Leang, karena jalan masuknya ditutup oleh barisan peserta lomba gerak jalan. Ya sudah, apa boleh buat.
Bantimurung
Kami pun melanjutkan perjalanan ke kawasan wisata Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Jaraknya dari Leang Leang tidak sampai 3 km. Ada 2 lokasi yang kami kunjungi di sini :
- Penangkaran Kupu-Kupu Bantimurung. Bayar tiket Rp. 17.500,- untuk Helena Sky Bridge dan Rp. 5.000,- untuk masuk area wisata. Ternyata di sini objek wisata utama dan terbarunya adalah Helena Sky Bridge. Dibuka sejak akhir tahun 2017, memiliki panjang 200 meter dan tinggi 50 meter di atas permukaan tanah. Jalannya cukup mendaki dan lumayan antri untuk menyeberangi Helena Sky Bridge. Rupanya untuk nyebrang jalurnya sempit, hanya bisa 1 arah. Trus kebanyakan semua lama berfoto2 di atas jembatan, jadi yah antri. Kami dipasangi tali pengaman dan harus naik ke atas tower.
Ada 2 tower yang mengapit jembatan ini. Satu menggunakan tangga melingkar yang nyaman, satu menggunakan tangga vertikal yang kurang nyaman. Silakan pilih mau naik darimana dan turun darimana.
Ya lumayanlah. Versi mini dari Capilano Bridge-Canada (lihat trip Vancouver 2018). Petugas nya juga sigap sekali mengambil foto dari berbagai sudut, bahkan dari sudut yang membuat dia harus memanjat tiang ke atas. Luar biasa usahanya.
Yang cukup mengecewakan, kami tidak menjumpai kupu-kupu di sini. Ada area yang dikerangkeng seperti penangkaran kupu-kupu, tapi saat kami masuk hanya ada satu yang kami temui berwarna hitam sedang hinggap dan satu kupu-kupu kecil berwarna terang yang sedang terbang. Itu saja.
Yang lainnya banyak tapi di bangunan museum sebelahnya dalam bentuk sudah diawetkan dan dimasukkan dalam pigura. Jauh lebih berkesan melihat kupu-kupu di taman Changi Airport nih. Di sana diletakkan potongan nanas dan bunga2an dekat pengunjung yang membuat kupu2 senang hinggap. Foto2nya bisa lihat di trip Singapore 2014.
- Kawasan Wisata Alam Bantimurung. Tiket masuknya Rp. 25.000,- per orang. Di parkiran, banyak sekali pedagang souvenir kupu2 yang diawetkan. Bagus2 tapi jadi ga tega belinya. Mungkin karena diawetkan begini jadi habis ya kupu2 hidupnya. Di dalam kawasan wisatanya ada hotel Bantimurung, air terjun, kolam mandi alami, goa, danau, dll. Menarik.
Sepertinya butuh waktu banyak juga untuk mengeksplor tempat ini. Saran kami sih, lebih baik menginap di hotel di sini. Jadi tidak terburu2 balik ke Makassar dan bisa eksplor 3 tempat wisata di Maros dengan puas. Kupu-kupu juga banyak terlihat saat pagi hari kata orang2. Sayang kami datangnya sudah sore dan hanya bisa sebentar main ke air terjun saja. Untuk ke goa perlu naik tangga dan pasti akan makan waktu lagi. Sekarang sudah jam 6, sudah harus lanjut mengarah ke kota Makassar agar tidak kemalaman.
Makassar
Begitu tiba di kota Makassar, kami pun memulai wisata kuliner.
- Pallubasa Serigala, yang memang terletak di jalan Serigala. Pallubasa adalah daging/jeroan dengan bumbu rempah khas Makassar yang terdapat parutan kelapa goreng yang enak. Mirip empal gentong gitu yah. Harga per mangkok Rp. 16.000,- belum termasuk nasi. Sebenarnya banyak tempat makan yang menyediakan menu pallubasa, namun Pallubasa Serigala adalah yang paling terkenal.
- Jalangkote di jalan Lasinrang. Jalangkote adalah pastel khas Makassar yang isinya padat. Di jalan Lasinrang ini sebenarnya ada beberapa pedagang jalangkote. Namun Jalangkote Lasinrang termasuk yang paling terkenal. Dalam menyambut HUT RI, ada diskon khusus 33%. Jadi harganya dari semula Rp. 7.500,- menjadi Rp. 5.000,- per pcs. Wah lumayan juga, kami beli 5 dibungkus untuk makan di hotel nanti. Khusus hari ini, ada jalangkote berukuran raksasa yang juga dijual. Dibuat setahun sekali, bisa lihat di foto perbedaan antara jalangkote raksasa dengan yang biasa.
- Otak Otak Ibu Elly di jalan Kijang. Otak otak ikan seperti yang ada di Jakarta, namun merk Ibu Elly adalah yang paling terkenal. Otak2 yang dijual adalah yang beku, siap dibawa dalam box. Otak2 ini bisa tahan 1 bulan jika dimasukkan dalam freezer. Ukurannya memang lebih besar daripada otak2 di Jakarta dan teksturnya lebih padat. Selain jual otak2, di toko ini banyak oleh2 yang lain. Kami membeli kopi Toraja dan sirop markisa, dua oleh2 lain yang juga banyak dibeli orang jika berwisata ke Makassar.
- Palubutung dan Pisang Epe. Di sekitar hotel kami, di area Losari terdapat banyak sekali penjual pisang epe. Berjejer semua sepanjang garis laut. Ini adalah kuliner khas Makassar yaitu pisang kepok dibakar/dipanggang lalu digebuk/dipenyetkan kemudian diberi topping (keju/coklat) dan diberi cairan gula merah. Sekilas mirip dengan pisang plenet yang kami makan di Pasar Semawis Semarang (lihat perjalanan kami ke Semarang, Februari 2018). Yang original hanya gula merah harganya Rp. 10.000,- per porsi. Yang topping keju/coklat jadi Rp. 12.000,- per porsi.
Kita bisa makan di sini karena ada meja dan kursi yang disediakan. Ada juga yang menggelar tikar plastik di atas tembok pembatas, sehingga bisa makan pisang epe sambil menikmati pemandangan laut yang tenang, tidak ada ombak. Ternyata karena ada reklamasi yang membuat laut di pinggiran seperti terbendung. Malam ini ga kelihatan karena gelap, besok pagi ya saat terang kita bisa lihat seperti apa.
Selain pisang epe, kami juga makan hidangan penutup khas Makassar yaitu es palubutung. Potongan pisang yang diberi bubur sumsum dan sirop. Belinya di dekat hotel juga. HarganyaRp. 25.000,- per porsi. Cukup mahal ya. Hotel kami, Expressia berada di jalan Penghibur atau persis depan pantai Losari. Lokasinya sangat strategis. Ada beberapa minimarket dan restoran di sebelah kanan dan kirinya. Walaupun namanya pantai, ternyata tidak ada pantai pasirnya. Jadi ya hanya tepi laut langsung dibatasi beton jalanan.
Hari Kedua
Pagi-pagi, saat membuka gorden kamar hotel, barulah jelas terlihat Pantai Losari. Memang kami sengaja pilih kamar superior sea view yang menghadap laut, harganya hanya Rp. 364.500,- sudah termasuk breakfast. Hotel Expressia ini tergolong baru. Hotel budget yang bersih dan kamarnya nyaman. Oke banget untuk kami yang cuma numpang tidur saja. Jalanan yang penuh pedagang pisang epe semalam sudah bersih, tidak terlihat lagi gerobak dan meja kursinya.
Sarapan pagi cukup sederhana. Ada nasi putih, 3 macam lauk/sayur, roti, teh, kopi dan buah2an. Cukup lah buat mengisi perut pagi hari. Kan nanti juga mau kuliner lagi, hehe.. Tempat makan cukup luas dan dekornya modern, ada view mengarah ke Losari juga. Sama seperti dari kamar kami, bisa melihat pantai hasil reklamasi di kejauhan dengan beberapa proyek pembangunan yang sedang berlangsung.
Setelah sarapan, kami jalan menyusuri Pantai Losari. Ternyata panas juga nih, matahari bersinar terik. Di sepanjang pinggiran laut ini (tetap aneh kalo dibilang pantai, hehe) terdapat area pejalan kaki yang luas. Jadi nyaman untuk orang olahraga, lari pagi, kumpul2, duduk2 dan melakukan berbagai aktivitas. Banyak tulisan berukuran raksasa di sepanjang pantai Losari ini yang berhubungan dengan Sulawesi Selatan seperti Makassar, Bugis dan Toraja.
Menyusur ke kiri dari hotel, kami akhirnya tiba di ujung Pantai Losari di mana terdapat masjid Amirul Mukminin yang merupakan masjid terapung di Makassar.
Kami jalan balik lagi ke arah hotel. Memang dari tepian Losari terlihat jelas proyek pembangunan masjid yang belum diketahui namanya itu, berada di atas tanah reklamasi. Katanya sih akan jadi icon nya Makassar nanti kalo sudah jadi. Kita juga bisa melihat berbagai kapal, termasuk kapal phinisi yang ada di sepanjang garis pantai. Ada juga berbagai monumen yang bisa jadi objek foto, salah satunya replika becak berwarna keemasan yang cukup menarik.
Tidak berhenti di hotel, kami lanjut terus jalan. Jadi mengarah ke kanan hotel menuju Fort Rotterdam. Jaraknya dari hotel hanya 500 meter. Sepanjang jalan, banyak orang lokal yang menawarkan jasa perahu untuk menyeberang ke pulau Samalona dan pulau2 lain di seberang Pantai Losari. Pulau Samalona terkenal dengan keindahan pantai putih dan airnya yang jernih. Sayang, saat ini kami hanya semalam, tidak ada waktu untuk ke pulau.
Masuk ke Fort Rotterdam itu gratis dan cukup isi buku tamu. Namun untuk masuk museum La Galigo nya, harus membayar sebesar Rp.5.000,- per orang. Museum ini terdiri dari 2 gedung yang berseberangan. Yang gedung kiri lebih kecil, berisi sejarah La Galigo dan silsilah keluarga kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan. Yang gedung kanan lebih besar, terdiri dari 2 lantai. Isinya koleksi yang mengisahkan sejarah dan kehidupan masyarakat di Sulawesi Selatan.
Di luar gedung, ada juga beberapa area reruntuhan bagian benteng Fort Rotterdam yang bisa dilihat oleh pengunjung. Juga ada taman besar yang saat kami datang sedang dipakai acara kebersamaan gitu. Karena gratis, jadi cukup ramai orang duduk2 di sini.
Dari Fort Rotterdam, kami lanjut naik grab ke Kepiting Surya. Lokasinya ada di jalan Nusakambangan. Tempat ini sebetulnya restoran Chinese Food, namun yang jadi unggulan di sini memang kepitingnya. Saking terkenal nya dan sering dibawa ke luar kota, maka mereka punya paket khusus yaitu paket termos. Maksudnya, kepiting akan dikemas dalam termos spesial, sehingga bisa dibawa di bagasi pesawat, ga bakal tumpah/rusak. Tentunya, harga paket ini lebih mahal daripada beli kepiting biasa, karena kan ada biaya untuk termos nya. Ada beberapa pilihan paket termos, minimal 4 kepiting standar dengan harga hampir sejuta. Ada juga yang berisi kepiting 800 gr maupun kepiting super.
Setelah berpikir sejenak, akhirnya kami memilih pesan kepiting biasa saja, tanpa paket termos. Dibungkus di box biasa saja dan akan kami tenteng masuk kabin pesawat. Iya, soalnya kami cuma berniat beli 2 kepiting dan memang ga bawa bagasi juga. Pilih 1 kepiting standar dan 1 kepiting 800 gr. Bumbunya bisa pilih. Yang kami pesan karena menarik adalah bumbu saos padang tapi ga pedas. Haha.. baru tau bisa begitu. Maklum, Diana dan mamanya ga suka pedas.
Setelah pesan, ternyata ga langsung jadi. Paling tidak butuh waktu 1 jam. Karena mereka itu ambil kepiting hidup, jadi pas pesan baru diambil hidup2, dibersihkan dan dimasak. Kalo orang lain rupanya sudah pesan dulu lewat telpon, nanti diambil pas sudah jadi. Akhirnya ditawarkan untuk nanti sore saja diantar ke hotel. Jadi pas dengan waktu kami mau berangkat ke bandara. Oke deh.. begitu saja. Sip.
Nah, tadi beli buat dibawa pulang. Sekarang waktunya makan siang. Lanjut naik grab ke Rumah Makan Seafood Losari di jalan Lamaddukelleng, salah satu yang terkenal di Makassar. Lokasinya di seberang sekolah Rajawali. Di bagian depan kita memilih ikannya terlebih dahulu. Banyak ikan laut yang bisa dipilih, ada ikan kudu2 (berbentuk kotak) yang dimasak fillet. Kalo mau dibakar, ada ikan katamba. Dan banyak lagi yang lain. Kami pilih katamba dibakar dengan bumbu parape (manis). Selain itu juga pesan cumi teropong goreng asam dan kerang hijau saos tiram.
Semuanya enak ! Apalagi di sini dikasi 4 mangkok sambel yang beda2 semua jenis dan rasanya. Wah, Jeff doyan tuh sambel dabu2 nya. Kami juga pesan juice markisa yang asli dari buahnya. Rasanya segar dan mantap. Kalo di Jakarta yang namanya jus markisa pasti sirop. Selesai makan, ternyata dikasi es buah gratis. Wah, enak banget nih segar dan manis. Benar2 puas makan di sini. Selain enak dan kenyang, harganya pun murah. Ikan katamba tadi cukup besar untuk dimakan berdua, harganya cuma 65 ribu per ekor loh.
Setelah makan, kami kembali ke hotel untuk check out. Jalanan terlihat macet karena banyak yang searah. Akhirnya kami berjalan kaki dari restoran ke hotel, batal pesan grab. Selesai check out dan menitipkan barang kami di receptionist, kami memilih jalan2 ke mall Trans Mart Makassar. Yang ada Trans Studio nya itu seperti di Bandung. Isinya ya seperti mall yang ada di Jakarta. Di sini kami beli gogos tuna untuk dibawa pulang. Gogos adalah makanan sejenis lemper, tapi dibakar dan ukurannya besar mirip lontong. Harganya @Rp. 12.000,-
Jika diteruskan, dari mall ini sebetulnya bisa ke pantai Akkarena. Pantai betulan yang ada pasir nya dan bisa berenang di lautnya. Cuma saat ini kami skip deh, siang2 terik gini ke pantai sepertinya ga cocok. Jadi kami kuliner saja lagi deh untuk yang terkahir sebelum balik ke Jakarta. Tujuan pamungkas adalah Konro Karebosi di G.Lompobattang. Walau sebetulnya ada cabang di Jakarta, tapi kami ga pernah makan juga. Hanya ada 2 pilihan : konro bakar (Rp. 51.818,- per porsi) atau sup konro (Rp. 50.000,- per porsi). Untuk konro bakar menggunakan bumbu kacang, dan ternyata juga akan diberi kuah semangkok.
Saat kami makan, ternyata ada telpon dari pengantar kepiting yang sudah sampai di hotel kami. Kami pun meminta dititipkan saja di resepsionis. Pas banget timing nya. Semua oleh2 sudah beres. Selesai makan, kami lalu pulang ke hotel. Beres2 bawaan dan pesan grab lagi untuk menuju airport.
Ternyata mahal juga ya dari Makassar ke airport, naik grab Rp. 96.000,- ditambah tol yang mesti bayar 2x di 2 pintu gerbang senilai total Rp. 12.500. Perjalanan ke airport tergolong lancar, sampai dalam waktu 40 menit. Kali ini kami pulang naik citilink. Walau masih 2,5 jam sebelum waktu terbang, namun ternyata counter check-in sudah dibuka dan sudah banyak penumpang yang check-in. Keren juga.
Bagian dalam terminal ternyata sangat megah. Banyak fasilitas yang membuat waktu tunggu keberangkatan penumpang tidak terasa. Ada ruang rest area dengan AC lebih dingin, ada perpustakaan mini, bahkan ada shower room yang bisa dipakai gratis. Pertama kali menemukan yang seperti ini di Indonesia. Tidak menunggu lama, pesawat kami ternyata berangkat 30 menit lebih awal dari jadwal. Hebat betul ya. Mungkin semua penumpangnya sudah hadir, jadi langsung jalan. Terbukti juga pesawat mendarat di Jakarta lebih cepat dari jadwal. Suka deh sama citilink !
Selesai sudah perjalanan semalam kami di Makassar. Walau sebentar, tapi banyak pengalaman baru yang bisa kami nikmati. Untuk transportasi, bisa mengandalkan grab dengan tarif minimal 18 ribu. Jika mau sewa mobil seperti kami di hari pertama, bisa hubungi mba Elly Sjam di nomor HP : 0813.4118.8844 – semoga dapat harga murah ya 😉
Banyak makanan khas Makassar yang bisa dicoba, sesuaikan saja dengan selera dan waktu yang tersedia. Jika tidak sempat, bawa pulang saja, jadi bisa dinikmati di rumah. Kami membawa pulang otak2 bu Elly, kepiting Surya, sirup Markissa (cap bola dunia), sirup DHT (hanya ada di Makassar) dan gogos.
Dari semuanya, yang paling nikmat adalah kepiting dan sirup markisa. Enaknya pol ! Jadi bisa dibilang kami mendapatkan buanyaaak sekali kuliner hanya dalam waktu menginap semalam di Makassar.
Biaya yang dikeluarkan untuk short trip ini sekitar 2,7 juta per orang. Tidak termasuk oleh2 ya.
Pesawat pp = Rp. 3.471.000 untuk berdua
Sewa mobil + grab = 746 ribu untuk 2 hari
Wisata = Rp. 335.000 untuk berdua
Hotel + Makan = Rp. 850.000 untuk berdua
Jadi sebetulnya kalo mau lebih lama di Makassar akan lebih hemat, karena harga hotel di sana cukup murah. Makan juga ga mahal. Kalo kami yang cuma semalam memang jadinya mahal di harga tiket pesawat, mana pas long weekend lagi. Tapi ya mau gimana lagi, harus bisa mengambil kesempatan yang ada kan.
Demikianlah pengalaman kami menyusuri Maros dan Makassar dalam semalam. Sampai bertemu lagi di perjalanan kami berikutnya ya.