Untuk menuju Niseko dari Hakodate, tidak ada kereta langsung. Kami harus turun dan transit di kota kecil Oshamambe. Rata2 calon penumpang menunggu di dalam station yang kecil dan sederhana. Tidak banyak yang jalan-jalan di kota kecil ini. Di sini harus turun naik pakai tangga. Jadi buat yg bawaan kopernya besar, siap2 saja ya, hehe..
Kami tiba malam hari di Hakodate setelah 2 jam perjalanan dari Lake Toya. Ditambah dengan delay 40 menit karena ada insiden di jalur JR. Kami langsung menuju tempat menginap selama 2 malam ke depan, yaitu di Flexstay Inn Hakodate. Letaknya tepat di seberang Hakodate JR Station. Gedungnya sudah terlihat dari kami ke luar station.
Beres check-in dan taro koper, kami cari makan ke luar hotel dan berjalan ke arah belakang hotel. Jalanan di Hakodate lumayan gelap dan sepi. Ada beberapa restoran seafood atau chinese food yang buka namun terlihat sepi, sehingga kami mencoba mencari tempat lain yang lebih ramai pengunjungnya. Tidak lama kemudian, kami ketemu dengan beberapa kedai tempat makan dan minum khas warga lokal Jepang. Ternyata nama kedai2 seperti itu adalah izakaya. Rata-rata pemilik dan pelayannya tidak bisa berbahasa Inggris.
Atas : lapangan depan Hakodate JR Station, bawah : dinner di izakaya (snow crab fried rice dan snow crab gratin)
Hari ini kami akan meninggalkan kota Sapporo untuk menuju Lake Toya. Koper besar kami tinggalkan di hotel karena nanti kami akan menginap kembali di hotel ini saat hari terakhir. Jadi kami hanya bawa 1 koper medium. Perjalanan ke Lake Toya sekitar 2 jam menggunakan JR Hokuto. Kereta kami berangkat tidak tepat waktu dan meleset dari jadwal tiba di Lake Toya. Jadi kereta di Jepang bisa terlambat juga ya, tidak selalu on time. Akibatnya kami tidak bisa mengejar jadwal Donan Bus yang melewati depan hotel kami. Kami harus naik Donan Bus berikutnya yang tiba di kantor mereka.
Keluar station, kami bersama penumpang lain bergegas ke bus stop yang terletak di sebelah kanan pintu keluar station. Hujan salju cukup deras dan semua penumpang mesti berdiri cukup lama di tengah dingin dan hujan salju untuk menunggu bus datang. Ada penumpang yang dijemput oleh pihak hotel di Lake Toya, tapi mayoritas seperti kami harus naik Donan Bus. Per orang biayanya 340 Yen.
Atas : JR Hokuto, bawah : tiba di Lake Toya
Perjalanan bus sekitar 25 menit dan sepanjang perjalanan hujan salju turun terus. Hal ini membuat pemandangan kami sangat terbatas. Kami tidak bisa melihat arah jalan namun drivernya sudah pengalaman sehingga kami tiba dengan selamat di Donan Bus Toya Office. Perjalanan berakhir di Donan Bus Toya Office. Jarak dari kantor bus ke hotel kami lumayan juga, sekitar 1 km dan ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 15 menit.
Dari Donan Bus Toya Office ke hotel, kami berjalan kaki di tengah hujan salju yang masih turun dengan cukup deras. Lumayan seru juga karena harus menggeret koper di jalanan bersalju. Pengalaman tak terlupakan. Untung koper kami kuat dan tidak jebol.
Hari ini kami melakukan perjalanan pulang pergi ke kota kecil Otaru. Kota ini bisa dicapai dengan JR sekitar 30 menit saja dari Sapporo. Di Otaru ini terdapat 2 station JR, yaitu Minami Otaru St dan Otaru St. Kami turun di Minami Otaru St yang merupakan station pertama dari arah Sapporo dan berjalan kaki sekitar 15 menit ke Tanaka Sake Brewery di tengah hujan salju, tapi kami bisa menikmatinya.
Ini perjalanan kami ke Jepang untuk kedua kalinya, setelah pada tahun 2014 yang lalu kami ke pulau Honshu untuk mengunjungi Tokyo, Osaka, Kyoto, Kobe dan Nara untuk menikmati Sakura di Japan 2014, Kali ini kami mau menikmati winter di pulau Hokkaido.
EVA Air
Untuk ke Hokkaido, kami menggunakan maskapai EVA Air yang berbasis di Taiwan. Dalam perjalanan ini, kami harus transit dan menginap semalam di Taoyuan International Airport – Taipei sebelum melanjutkan perjalanan ke New Chitose Airport di Hokkaido.
Many tourists want to experience “onsen” in Japan, but the idea of being naked in front of many people not really suit for everyone. Or if you had a tattoo then you can’t enter the public onsen. That’s why many tourists try to find private onsen including us. Sadly, not many information on the internet about private onsen in Japan. Usually in ryokan out of town or in hotel that doesn’t mention about their private onsen on their website.
So when we found this private onsen in Lake Toya, we are very happy and want to share the experience with you all.
Toya Kanko Hotel has 2 private hot spring bath. You can use it even though you are not stay in this hotel, like us. But the price is different for hotel guest and non hotel guest. We just come to the receptionist and say that we want to use the private bath, then they will prepare the bath for us. We wait for around 20 minutes (you can walk outside first and come back again) and they will hand out the key for our private bath. You can check the complete information and the price here : http://www.toyakanko.com/spa.html#KasikiriSpa
Bangun pagi jam 05.30 di Simalem, ternyata cuacanya cukup bersahabat yaitu sekitar 16 derajat celcius saja. Langit berawan cukup tebal sehingga tidak terlihat sunrise.
Taman Simalem Resort di pagi hari
Kami breakfast di Teahouse, restoran yang sama seperti semalam kami dinner. Hanya saja pagi ini bisa pilih kursi sendiri. Kami memilih duduk di luar sehingga bisa menikmati keindahan danau Toba.
Day 3 : Bukit Holbung, Taman Wisata Iman, Air terjun Efrata, Simalem Resort
Hari ketiga jadwal kami cukup padat, kami akan meninggalkan Samosir dan kembali ke daratan Sumatera tidak naik ferry tapi lewat jalur darat.
Bye Samosir Villa Resort
Setelah breakfast, kami check-out dan menuju jembatan Tano Ponggol. Satu2nya jembatan yang menghubungkan pulau Samosir dengan daratan Sumatera dan baru dibuka pertengahan tahun 2023 ini. Sebelum melintasi jembatan, kami sempat berfoto di depan gedung gereja HKBP Pangururan yang masih dalam tahap penyelesaian pembangunannya. Gedung gereja ini terlihat besar dan megah.
Setelah perjalanan kami Trip USA (Seattle & Alaska Cruise) bulan April kemarin, kami kembali jalan2 domestik bersama keluarga. Kami memanfaatkan libur panjang karena hari Kamis tanggal 1 Juni adalah hari libur nasional jadi menambah cuti di tanggal 2 dan tanggal 5. Destinasi yang kami pilih adalah danau Toba dan kota Medan di Sumatera Utara. Danau Toba merupakan 1 dari 5 Destinasi Super Prioritas yang ditetapkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreaktif (Kemenparekraf) Republik Indonesia. Empat lainnya adalah Borobudur, Likupang, Mandalika dan Labuan Bajo.
Sebenarnya jalan2 kali ini adalah inisiatif dari orang tuanya Diana yang pernah bekerja dan tinggal di Medan. Mereka ingin bernostalgia sekaligus mengajak Jeff yang belum pernah sama sekali ke Medan. Rute kami kali ini adalah masuk dari Silangit yang memiliki airport internasional yang terdekat dengan danau Toba. Kemudian kami akan menginap di beberapa tempat yang ada di pinggir danau Toba dan kemudian kami pulang ke Jakarta dari Medan. Hal ini kami pilih mengingat jarak dari Medan ke danau Toba bisa menempuh waktu 5 jam. Sementara jika dari Silangit, hanya sekitar 30 menit kita sudah bisa melihat danau Toba.
Ini pengalaman pertama kami naik maskapai JAL dari Negeri Matahari Terbit. Pesawat berangkat dari Soekarno Hatta jam 06.35 pagi dan mendarat di Narita Jepang jam 16.20 waktu setempat, Jepang itu beda waktunya 2 jam lebih dulu dibandingkan Jakarta. Kemudian dari Narita dijadwalkan berangkat lagi jam 18.05 dan tiba di Seattle Tacoma International jam 11.00 waktu setempat. Seattle itu beda waktunyanya 14 jam di belakang Jakarta.
Jadi kami berangkat dari Jakarta tgl 13 April 2023 pagi dan tiba di Seattle di tanggal 13 April 2023 siang. Seru ya, seperti dekat jaraknya, padahal waktu tempuh perjalanan dari Jakarta ke Seattle itu total sekitar 17 jam naik pesawat, di luar waktu transit.
Kami naik pesawat Boeing 787-8 dengan kombinasi seat penumpang 2-4-2. Jadi cocok buat kami yang pergi berdua dan cari seat yang berdua aja. Spacenya lumayan luas di dalam pesawat termasuk untuk sandaran kakinya. Untuk toilet, hanya terletak di tengah2. Tidak ada toilet di bagian paling belakang sebagaimana pesawat lain pada umumnya.
Pesawat JAL dengan digital window. Kelihatan beda2 kan warna window nya antar penumpang ?
Yang menarik adalah untuk membuka tutup jendela tidak lagi manual dengan tambahan penutup, tapi menggunakan sistem digital. Jadi ada tombol pengatur yang bisa dipencet di bawah jendela. Kita bisa mengatur tingkat terang-gelap nya. Jika gelap jadi seperti kaca riben, tidak silau dan masih bisa kelihatan pemandangan di luar jendela. Jika mau take off dan landing, maka jendela akan diatur secara otomatis oleh sistem pusat untuk kondisi paling terang. Ga perlu lagi pramugarinya sibuk mengingatkan penumpang untuk buka jendela. Mantap!